Sukses

Presiden Taiwan Lai Ching-te Mengaku Tak Akan Tunduk pada Tekanan China

Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan mengatakan tidak akan pernah meninggalkan pulau tersebut.

Liputan6.com, Taipei - Presiden Taiwan Lai Ching-te mengatakan pada Rabu (19/6/2024) bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan China.

Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan mengatakan tidak akan pernah meninggalkan pulau tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap pemerintah Taipei dengan unjuk kekuatan terbaru, tiga hari setelah pelantikan Lai, dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (20/6).

Berbicara pada konferensi pers pada Rabu (19/6) yang menandai bulan pertamanya menjabat, Lai mengatakan: "Aneksasi Taiwan adalah kebijakan nasional Republik Rakyat Tiongkok."

"Selain kekuatan militer, mereka semakin menggunakan metode pemaksaan non-tradisional untuk mencoba memaksa Taiwan tunduk," katanya.

"Namun, Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan tersebut. Rakyat Taiwan akan dengan tegas membela kedaulatan nasional dan menegakkan cara hidup konstitusional yang demokratis dan bebas."

Ia juga menegaskan kembali bahwa Taiwan akan berusaha "menghindari konflik".

"Orang-orang Taiwan mencintai perdamaian dan bersikap baik kepada orang lain. Tetapi, perdamaian harus didukung oleh kekuatan. Perdamaian sejati bukan sekadar kata-kata kosong, perdamaian yang dijamin oleh kekuatan adalah perdamaian sejati," katanya.

Di sisi lain, China mengatakan bahwa latihan perang merupakan hukuman atas pidato pelantikannya, yang dijuluki Beijing sebagai "pengakuan kemerdekaan Taiwan".

Mengepung Taiwan dengan kapal perang, jet tempur, dan kapal penjaga pantai, Tiongkok mengatakan latihan tiga hari -- yang dijuluki Joint Sword-2024A -- merupakan ujian kemampuannya untuk menguasai pulau itu.

Setelah latihan tersebut, Beijing bersumpah tekanan militer akan terus berlanjut "selama provokasi 'kemerdekaan Taiwan'.

 

2 dari 2 halaman

Presiden Lai Dianggap Sebagai Separatis Berbahaya Bagi China

Lai dianggap sebagai separatis berbahaya oleh Tiongkok yang telah mengikuti retorika pendahulunya Tsai Ing-wen, dengan mengatakan bahwa Taiwan tidak perlu secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan karena "sudah merdeka".

Namun, Partai Progresif Demokratik milik Lai dan Tsai telah lama berdiri di atas platform kedaulatan Taiwan, dan Tiongkok belum melakukan komunikasi tingkat atas dengan Taipei sejak 2016.

Sejak pemilihannya pada Januari 2024, Lai telah mengisyaratkan keterbukaan untuk melanjutkan dialog dengan Tiongkok, termasuk menyerukan kedua belah pihak untuk mengembangkan pertukaran dalam pidato pelantikannya pada Mei 2024.