Liputan6.com, Tel Aviv - Dalam upaya keluar dari isolasi internasional yang semakin meningkat terhadap Israel, delegasi parlemen Israel mengunjungi Taiwan pada akhir April 224. Peristiwa itu menyoroti penguatan hubungan antar kedua pihak.
Kunjungan tersebut menandai delegasi lintas partai Israel yang kedua dalam satu tahun.
Baca Juga
Hubungan antara Israel-Taiwan menghangat sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Segera setelah itu, Taiwan menyumbangkan lebih dari setengah juta dolar kepada Israel untuk membantu tentara dan keluarga mereka serta mendanai layanan kota.
Advertisement
Adapun serangan balasan Israel ke Jalur Gaza pada hari yang sama dan berlangsung hingga hari ini telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, memicu tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).
Namun, hal itu dinilai tidak mengganggu Taiwan, pulau yang didukung Amerika Serikat (AS) dan diklaim China sebagai provinsi yang memisahkan diri.
"Mao Zedong-lah yang mengatakan, 'Israel dan Taiwan adalah basis operasi imperialisme di Asia. Mereka menciptakan Israel untuk orang-orang Arab dan Taiwan untuk kita. Keduanya mempunyai tujuan yang sama.' Jadi, hampir secara otomatis, jika China mendukung satu pihak maka Taiwan akan mendukung pihak lain," tutur pakar di China Arnaud Bertrand kepada Middle East Eye, seperti dilansir Senin (24/6).
"Di Taiwan, seperti halnya di Israel, sebagian besar penduduknya relatif baru memasuki wilayah ini karena mereka tiba pada Abad ke-20."
China secara historis mendukung perjuangan Palestina, kata Bertrand, alasan yang membuat Israel kecewa.
Pada bulan Februari, perwakilan China di ICJ mengatakan bahwa penggunaan perjuangan bersenjata oleh Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan asing dan kolonial adalah "sah" dan "beralasan" dalam hukum internasional.
Dengan latar belakang ini, Taiwan dan Israel telah menemukan tujuan yang sama. Selama 50 tahun terakhir hubungan informal mereka, mereka telah menandatangani lusinan perjanjian untuk memperkuat hubungan bilateral. Pada tahun 2022, perdagangan Israel dengan Taiwan mencapai lebih dari USD 2,67 miliar.
"Selain itu, perekat yang mengikat mereka dan keberadaan mereka hampir seluruhnya bergantung pada dukungan imperialis AS," kata Bertrand.
"Jadi, bisa dibilang, mereka memiliki semangat yang sama dan mereka masing-masing sadar betul bahwa jatuhnya salah satu pihak akan membuat posisi pihak lain semakin rapuh karena hal itu akan menjadi preseden. Ini adalah alasan utama mengapa mereka saling mendukung: nasib mereka terikat seperti itu."
Survei: Warga Taiwan Lebih Berpihak pada Israel
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan oleh Taiwan Public Opinion Foundation menemukan bahwa lebih dari 35 persen penduduknya berpihak pada Israel, sementara hanya kurang dari 15 persen yang bersimpati pada warga Palestina.
Beberapa konser yang diselenggarakan oleh Aliansi Sahabat Israel telah diadakan di seluruh Taiwan. Setidaknya dalam satu peristiwa, pengunjuk rasa damai pro-Palestina diserang oleh pihak keamanan.
Hazem Almassry, warga Palestina dari Gaza dan peneliti di Universitas Nasional Chiao Tung di Taiwan, mengatakan pandangan masyarakat awam terhadap Israel dan Palestina beragam.
Almassry, yang pindah ke Taiwan untuk mengejar gelar doktor pada tahun 2016, menyaksikan dari jauh kehidupan yang ditinggalkannya telah dijadikan puing-puing oleh Israel.
"Meskipun ada kecenderungan umum yang memandang positif Israel di Taiwan karena hubungan teknologi dan ekonomi, ada juga kekhawatiran yang signifikan mengenai dampak kemanusiaan dari pendudukan dan tindakan militer Israel di Gaza," ujar Almassry kepada Middle East Eye.
"Banyak warga Taiwan yang saya ajak bicara penasaran dengan alasan di balik konflik dan realitas kehidupan sehari-hari di Gaza. Mereka sering mengungkapkan keterkejutannya atas tingkat kesulitan yang dihadapi warga Palestina dan bersimpati setelah mereka memahami lebih banyak tentang situasi tersebut."
Advertisement
Dampak Perang Gaza
Perspektif Taiwan terhadap Israel dan Palestina dilaporkan sebagian besar dibentuk oleh kebutuhan geopolitik negara mereka. Banyak yang melihat Israel sebagai bagian dari kubu strategis yang sama seperti Taiwan dan AS, sementara melihat dukungan China terhadap Palestina berada di kubu yang berlawanan.
"Banyak orang yang terpengaruh oleh narasi Israel dan hanya memiliki sedikit informasi tentang Nakba dan hak-hak historis di Palestina," kata Almassry, mengacu pada pengusiran warga Palestina dari tanah air mereka pada tahun 1948 saat berdirinya Israel.
Namun, perhatian global yang diterima oleh perang Israel di Jalur Gaza disebut telah mendorong masyarakat awam di Taiwan belajar lebih banyak tentang konflik tersebut.
"Banyak yang tidak menyadari kesulitan yang diberlakukan oleh Israel, seperti pos pemeriksaan, pembunuhan, pembongkaran rumah, dan tindakan lain yang sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari," sebut Almassry.
"Begitu mereka mendengar cerita dan perspektif kami, mereka langsung menunjukkan simpati terhadap Palestina. Komunitas akademis di Taiwan juga menunjukkan minat yang semakin besar terhadap Timur Tengah, yang mencakup kajian kritis terhadap konflik Israel-Palestina."
Almassry menambahkan, "Keingintahuan akademis ini membantu menciptakan perspektif yang lebih terinformasi dan seimbang di kalangan mahasiswa dan cendekiawan."