Liputan6.com, Kupang - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur Dr. Eliazer Teuf menyebut ada peningkatan angka literasi di NTT dari tahun 2023 ke 2024.
Eliazer Teuf mengaku, bahwa provinsi NTT, tepatnya Kabupaten Kupang memang tergolong rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
Baca Juga
Namun, ia sampaikan pihaknya berbangga hati lantaran ada kemajuan yang dikerjakan oleh pihak pemerintah setempat.
Advertisement
"Terkait literasi di Kabupaten Kupang yang rendah di tahun 2023, dapat kami sampaikan bahwa kami mengakui kekurangan kami," kata Eliazer Teuf, Rabu (26/6/2024).
"Tapi kami berbangga bahwa di tahun 2024, kita ada peningkatan literasi dari 32,89 menjadi 38.24. Ini ada kenaikan. Ada upaya dan kesadaran, walaupun sumber daya kami minimal atau terbatas, kami optimalkan strategi kami."
Eliazer Teuf membeberkan bahwa strategi pemerintah di Kabupaten Kupang adalah mengaktifkan komunitas belajar dan laksanakan program reading camp, seperti di SD Inpres Tarnus 1.
"Hal yang kami lakukan selanjutnya, kami sedang lakukan MoU dengan enam mitra Kementerian Riset dan Teknologi RI yang difasilitasi oleh Balai Penjaminan Mutu Pendidikan NTT pada Maret 2024," kata Eliazer Teuf.
"Jadi semangat kami untuk tingkatkan mutu pendidikan terutama literasi, itu adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan. Kami terus berupaya, memanfaatkan program yang didanai oleh dana BOS yang berkaitan dengan dana untuk literasi."
"Tentu, ini menjadi tantangan kami untuk meningkatkan mutu literasi, tapi di sisi lain kami memiliki luas wilayah yang cukup besar (9 kali pulau Bali)."
Program Reading Camp di Sekolah yang Ada di Kabupaten Kupang
Reading Camp adalah program dari SD Inpres 1 Kupang yang bertujuan untuk menumbuhkan minat baca anak hingga mereka unggul dalam bidang literasi.
SD Inpres 1 Kupang merupakan mitra dari INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) yang merupakan program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Agama, serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menurut Kepala SD Inpres 1 Kupang Nere Setiawan Lede, program Reading Camp dalam pelaksanaannya sangat penting dan punya sejumlah keunggulan.
"Pertama memiliki assesment yang sederhana. Tanpa perlu pengawasan dari pengembang, guru-guru secara kemampuan mereka bisa menggunakan alat itu," kata Nere.
"Selain itu punya siklus sederhana yang mampu memantau perkembangan anak. Dan sekolah bisa mengimplementasi program ini secara mandiri."
Pada akhir November 2022, Nere berinisiatif melakukan pelaksanaan Reading Camp ini. Dengan membentuk tim assesment dari guru-gur dan mahasiswa dari tim mengajar saat itu supaya mendapatkan data yang akurat.
"Dari 480 siswa dari kelas 1-6, hasilnya 31 persen dari siswa atau 152 orang belum terampil dalam membaca empat level kemampuan. Level satu belum mengenal huruf, level dua belum mengenal kosa kata, level tiga belum mengenal kalimat dan level empat belum membaca lancar dan pemahaman," kata Nere.
Advertisement
Upaya Akademisi Tingkatkan Literasi di Kupang
Sementara itu, Dekan FKIP Universitas Nusa Cendana (Unanda) Dr. Melkisedek Taneo mengatakan bahwa akademisi turut bertanggung jawab dalam meningkatkan literasi.
Menurutnya, ada sejumlah cara yang telah dilakukan oleh perguruan tingginya untuk menyokong target pemerintah dalam meningkatkan literasi.
"Kami di perguruan tinggi, tugas kami adalah menghasilkan calon guru. Tentunya, calon guru ini memang bisa menyesuaikan dengan kebutuhan, dinamika yang ada di masyarakat," kata Melkisedek Taneo.
"Oleh karena itu, hal yang kami perbuat adalah membaca dan mengangkat masalah yang paling aktual soal literasi. Pertama yang kami lakukan adalah membenahi kurikulum. Karena kurikulum ini dasar untuk kami bergerak."
Sebagai contoh Merdeka Belajar dari pihak pemerintah, maka pihak Unanda melakukan penyesuaian dengan kurikulum tersebut.
"Poin kedua yang kami lakukan, tiap tahun ke kabupaten dan kota di NTT untuk kita coba menjaring informasi dari alumni. Jadi kita ke sana dan komunikasi dalam sebuah kelompok dan lakukan diskusi. Kita bicara dari hati ke hati."
"Hasil ini kami bawa ke kampus dan rumuskan yang masuk dalam kurikulum yang sifatnya praktis menjawab tantangan."
Lalu yang ketiga, Melkisedek Taneo mengatakan bahwa pihak universitas mencoba untuk bisa perkuat posisi program studi.
"Kami di kampus punya 18 program studi S1, dari program ini ada prodi yang bertanggung jawab besar dalam masalah literasi."
"Oleh karena itu, kurikulum kita perkuat, jadi para dosen juga mampu beradaptasi dengan dinamika."
Melkisedek Taneo menyebut, pihak dosen juga kami dorong untuk menggali konpetensi. Tiap ada peluang menambah kompetensi dosen kita dorong dan fasilitasi. Semoga dengan ini mereka bisa membantu literasi di NTT."
Bahasa Daerah sebagai Pengantar Belajar Bahasa Indonesia
Di sisi lain, ada pula sejumlah penyesuaian yang dihadapi oleh NTT. Dimana wilayah ini jadi provinsi kedua dengan bahasa daerah terbanyak di Indonesia setelah Papua. Ada 72 bahasa daerah yang tercatat di NTT. Padahal kabupaten dan kotanya ada 21+1.
"Dengan hal ini, maka bahasa tidak semestinya jadi masalah, dan bisa jadi bahasa pengantar untuk belajar Bahasa Indonesia bagi anak-anak," kata Dr. Dek Nurah Laba Laksana, Ketua STKIP Citra Bakti Bajawa.
"Kami melakukan hal ini, mencoba menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dan efektif dilakukan. Peningkatannya sangat signifikan yang ada di sekolah yang ada di Kabupaten Nagekeo. Melihat hasil yang seperti itu, kami ingin hal ini masuk dalam kurikulum."
Menurut Dek Nurah Laba Laksana, NTT harus memiliki ciri. "...jadi kami integrasikan bahasa ibu atau multi bahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia. Karena bahasa ibu tiap anak itu berbeda."
"Karena itu, penting ini masuk dalam kurikulum kami. Jadi keberlanjutannya ada."
Advertisement