Liputan6.com, Teheran - Masoud Pezeshkian akan dilantik di hadapan parlemen Iran pada awal Agustus sebagai presiden kesembilan Republik Islam tersebut, demikian laporan media pemerintah pada Minggu (7/7/2024).
"Upacara pelantikan presiden akan diadakan pada 4 atau 5 Agustus," kata kantor berita resmi IRNA, mengutip Mojtaba Yosefi, anggota dewan pimpinan parlemen.
Baca Juga
"Presiden punya waktu 15 hari untuk menyampaikan usulan menterinya ke parlemen untuk memperoleh mosi percaya."
Advertisement
Seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (9/7/2024), presiden terpilih Iran diharuskan mengangkat sumpah di depan parlemen sebelum resmi menjabat.
Upacara pelantikan berlangsung setelah presiden terpilih menerima dukungan resmi dari pemimpin tertinggi Republik Islam tersebut.
Presiden Iran bukanlah kepala negara, dan kekuasaan tertinggi ada di tangan pemimpin tertinggi – jabatan yang dipegang oleh Ayatollah Ali Khamenei selama 35 tahun terakhir.
Pezeshkian memenangkan pemilu putaran kedua pada hari Jumat (5/7) melawan Saeed Jalili yang sangat konservatif untuk menggantikan Presiden Ebrahim Raisi yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei.
Tokoh reformis berusia 69 tahun tersebut memperoleh lebih dari 16 juta suara, sekitar 54 persen, dan Jalili memperoleh lebih dari 13 juta, sekitar 44 persen, dari sekitar 30 juta suara pemilih.
Partisipasi pemilih mencapai 49,8 persen dari pemilih terdaftar, Mohsen Eslami, juru bicara pemilu menambahkan, angka tersebut naik dari rekor terendah sekitar 40 persen yang tercatat pada putaran pertama.
Pada hari Minggu, surat kabar Iran menerbitkan foto Pezeshkian di halaman depan dan menyerukan "persatuan" di bawah presiden terpilih itu.
Menang Pilpres Putaran Kedua
Pilpres Iran putaran kedua terjadi setelah tidak ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas pada putaran pertama pemilu tanggal 28 Juni 2024, yang secara historis menunjukkan tingkat partisipasi pemilih yang rendah, yaitu 40 persen.
Adapun Pemilu Iran untuk Presiden (Pilpres) tersebut diadakan setelah presiden Iran sebelumnya, Ebrahim Raisi, tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei. Sebuah tragedi yang menewaskan tujuh orang lainnya.
Bahkan sebelum hasil akhir diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri Iran, para pendukung Dr Pezeshkian telah turun ke jalan di Teheran dan sejumlah kota lain untuk merayakannya.
Advertisement
Kritik Terhadap Kebijakan Iran
Dr Pezeshkian, mantan ahli bedah jantung, mengkritik kebijakan moralitas Iran yang terkenal kejam dan menimbulkan kehebohan setelah menjanjikan “persatuan dan kohesi”, serta mengakhiri “isolasi” Iran dari dunia.
Pezeshkian juga menyerukan “negosiasi konstruktif” dengan negara-negara Barat mengenai pembaruan perjanjian nuklir tahun 2015 yang gagal, di mana Iran setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi Barat. Saingannya, Saeed Jalili, lebih menyukai status quo. Mantan perunding nuklir ini mendapat dukungan kuat dari komunitas paling religius di Iran.
Jalili dikenal karena sikap garis kerasnya yang anti-Barat dan penolakannya terhadap pemulihan perjanjian nuklir, yang menurutnya melanggar “garis merah” Iran.