Liputan6.com, Manila - Demi mengambil langkah signifikan yang dapat membentuk kembali dinamika keamanan di Indo-Pasifik, Jepang dan Filipina telah menandatangani Perjanjian Akses Timbal Balik (RAA).
Keduanya menandai langkah penting dalam melawan sikap China di kawasan tersebut. Perjanjian ini, yang ditandatangani di Manila pada 8 Juli 2024.
Baca Juga
Harga Mentereng Kristensen, Pemain Filipina yang Pupuskan Asa Indonesia di Piala AFF 2024
Piala AFF 2024 Sedang Berlangsung, Tonton Live Streaming Pertandingan Timnas Indonesia VS Filipina di Sini
Tonton Siaran Langsung Penentuan Nasib Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 saat Melawan Filipina, Perebutkan Tiket Semifinal
Dikutip dari laman truthmv, Minggu (15/7/2024) hal ini memungkinkan angkatan bersenjata kedua negara memiliki akses yang lebih besar ke pangkalan militer masing-masing dan memfasilitasi latihan bersama serta operasi bantuan bencana.
Advertisement
Filipina adalah negara ketiga yang menandatangani perjanjian semacam itu dengan Jepang, setelah Australia dan Inggris.
Tiongkok telah menyatakan keberatan yang kuat tentang RAA, dengan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian memperingatkan bahwa perjanjian semacam itu dapat "merusak saling pengertian dan kepercayaan" antara negara-negara di kawasan tersebut.
"Pertukaran dan kerja sama antara negara-negara tidak boleh mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan, menargetkan pihak ketiga mana pun, atau merugikan kepentingan pihak ketiga mana pun," kata Lin.
Kementerian Luar Negeri Jepang membenarkan perjanjian tersebut, dengan menyatakan; "Seiring dengan semakin parahnya lingkungan keamanan di kawasan tersebut, perjanjian penting terkait keamanan dengan Filipina, mitra strategis, ini akan semakin meningkatkan kerja sama keamanan dan pertahanan serta mendukung perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik."
Namun, Tiongkok memandang RAA sebagai langkah provokatif yang dapat menyebabkan konfrontasi blok atau Perang Dingin baru.
Respons China
Perjanjian tersebut, menurut Beijing, mencerminkan meningkatnya keterlibatan militer Jepang di kawasan tersebut, sebuah titik pertikaian mengingat tindakan historis Jepang di masa perang.
Ketegangan ini bukan tanpa preseden. Pada tanggal 17 Juni 2024, bentrokan terjadi antara Angkatan Laut Filipina dan Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok di Laut China Selatan.
RAA penting dengan latar belakang perilaku tegas Tiongkok. Analis berpendapat bahwa kebijakan agresif Tiongkok di Laut Cina Selatan telah mendorong negara-negara tetangga di kawasan tersebut untuk mencari hubungan pertahanan yang lebih kuat, sebagaimana dibuktikan oleh pakta Jepang-Filipina baru-baru ini.
Perjanjian tersebut akan mengarah pada pertukaran kerja sama yang lebih aktif antara Pasukan Bela Diri Jepang dan angkatan bersenjata Filipina, yang akan meningkatkan kemampuan mereka untuk menanggapi krisis regional.
Advertisement
Perjanjian Serupa Antara India-Jepang
India dan Jepang memiliki perjanjian serupa yang dikenal sebagai Perjanjian Akuisisi dan Layanan Lintas (ACSA), yang ditandatangani pada September 2020.
Kerangka kerja ini memfasilitasi penyediaan pasokan dan layanan timbal balik antara angkatan bersenjata kedua negara, yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama militer dan berkontribusi pada perdamaian dan keamanan internasional.
Tanggapan Tiongkok terhadap perkembangan ini merupakan campuran antara kecaman dan pengingat sejarah. Beijing telah mendesak Tokyo untuk merenungkan masa lalunya, khususnya tindakannya selama Perang Dunia II, yang menunjukkan bahwa meningkatnya aktivitas militer Jepang merupakan penyebab kekhawatiran.
The Global Times, tabloid yang didukung negara Tiongkok, memperingatkan bahwa RAA dapat mendorong "revisionisme sejarah" Jepang dan mengurangi kepekaan Asia Tenggara terhadap agresi Jepang di masa perang.
AS juga berperan dalam lanskap keamanan yang terus berkembang ini. Negara ini telah memperkuat kemampuan militer Filipina dan memperoleh akses ke lokasi militer tambahan di negara tersebut. Ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk melawan pengaruh Tiongkok di Indo-Pasifik.
Oleh karena itu, RAA lebih dari sekadar perjanjian bilateral; ini merupakan manuver strategis di kawasan yang ditandai oleh sengketa teritorial dan persaingan geopolitik.