Sukses

PBB Beberkan Dugaan Sistem Kerja Paksa di Korea Utara, Mengarah pada Kejahatan Kemanusiaan

Laporan tersebut menyerukan Korea Utara untuk menghentikan sistem kerja paksa yang mengarah pada perbudakan.

Liputan6.com, Pyongyang - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan pada Selasa (16/7/2024) tentang adanya sistem kerja paksa yang terorganisir di Korea Utara. Beberapa kasus bahkan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perbudakan.

Dalam laporannya, kantor hak asasi manusia PBB mengungkap bagaimana masyarakat yang hidup di negara tertutup dan otoriter itu "dikendalikan dan dieksploitasi melalui sistem kerja paksa yang ekstensif dan berlapis-lapis".

"Kesaksian dalam laporan ini memberikan gambaran yang mengejutkan dan menyedihkan mengenai penderitaan yang diakibatkan oleh kerja paksa terhadap orang-orang," kata Ketua Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir CNA, Selasa (17/7).

"Orang-orang ini dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak dapat ditoleransi – seringkali di sektor-sektor berbahaya dengan tidak adanya gaji, kebebasan memilih, kemampuan untuk pergi, perlindungan, perawatan medis, waktu istirahat, makanan dan tempat tinggal," katanya.

Mereka, sebut Turk, juga kerap dipukuli dan kelompok perempuan terpapar "risiko kekerasan seksual yang berkelanjutan".

Laporan tersebut memuat berbagai sumber, termasuk 183 wawancara yang dilakukan antara tahun 2015 dan 2023 dengan para korban dan saksi yang melarikan diri dari Korea Utara dan tinggal di luar negeri.

"Jika kami tidak memenuhi kuota harian, kami dipukuli dan makanan kami dikurangi," kata salah satu korban yang dikutip dalam laporan tersebut.

2 dari 4 halaman

Terapkan Macam-macam Perbudakan

Tuduhan terbaru ini menyusul laporan penting yang diterbitkan oleh tim penyelidik PBB satu dekade lalu yang mendokumentasikan kerja paksa dan pelanggaran hak asasi manusia yang merajalela seperti kelaparan yang disengaja, pemerkosaan dan penyiksaan di Korea Utara.

Laporan itu juga memusatkan perhatian pada sistem yang dilembagakan, dengan enam jenis kerja paksa yang berbeda, termasuk wajib militer minimum 10 tahun di negara tersebut.

Selain itu, ada juga pekerjaan wajib yang ditugaskan negara dan kelompok orang yang dipaksa melakukan "kerja paksa" di bidang konstruksi dan pertanian.

Proyek-proyek tersebut dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, yang mana selama waktu tersebut para pekerja harus tinggal di lokasi dan menerima sedikit atau tanpa imbalan sama sekali.

3 dari 4 halaman

Dieksploitasi dan Dikirim ke Luar Negeri

Ada juga bentuk mobilisasi kerja lainnya, termasuk mobilisasi anak-anak sekolah, dan pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang yang dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan mata uang asing bagi negara.

Warga Korea Utara misalnya dilaporkan dikirim untuk membantu membangun fasilitas menjelang acara Piala Dunia sepak bola di Rusia dan Qatar.

Laporan itu menekankan bahwa mereka yang dikirim ke luar negeri kehilangan hingga 90 persen gaji mereka lantaran memberikannya kepada negara, bekerja di bawah pengawasan terus-menerus, paspor mereka disita, dan hampir tidak ada waktu istirahat.

4 dari 4 halaman

Mengontrol Penduduk Pyongyang

Laporan PBB tersebut juga mengungkap bahwa sistem kerja itu "bertindak sebagai sarana bagi negara untuk mengontrol, memantau dan mengindoktrinasi penduduk."

"Ini mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perbudakan," bunyi laporan itu.

Kekhawatiran paling serius terjadi di tempat-tempat penahanan, di mana para korban kerja paksa secara sistematis harus bekerja di bawah ancaman kekerasan fisik dan dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Laporan tersebut juga menyerukan Pyongyang untuk "mengakhiri kerja paksa dalam segala bentuknya", "mengakhiri perbudakan dan praktik-praktik serupa perbudakan", dan "menghapuskan pekerja anak".

Mereka juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk merujuk situasi tersebut ke Pengadilan Kriminal Internasional.