Sukses

Langkah Biden Mundur dari Pilpres AS 2024 Jadi Sorotan Warganet China, Apa Kata Mereka?

Warganet China ikut berspekulasi mengenai mundurnya Biden dan potensi kemenangan Trump dalam Pilpres AS 2024.

Liputan6.com, Washington, DC - Kabar mengenai keputusan Joe Biden untuk mengakhiri kampanye Pilpres AS 2024 segera menjadi topik hangat di berbagai platform media sosial China pada Senin (22/7/2024).

Dalam pernyataan yang dilansir Minggu sore waktu AS, Biden mengumumkan keputusannya tidak mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua dan bertekad akan memfokuskan energinya untuk memenuhi tugas-tugasnya sebagai presiden.

Sejauh ini, pemerintah China masih bungkam mengenai keputusan itu. Pada konferensi pers rutin hari Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning menolak berkomentar dan mengatakan pemilihan presiden merupakan urusan dalam negeri AS. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (23/7).

Namun, unggahan "Biden mengundurkan diri dari pemilu" telah dilihat lebih dari 400 juta kali di situs mikroblog China, Weibo, dan menuai puluhan ribu komentar.

Topik-topik lain juga viral. Topik seperti "Zelenskyy menghormati keputusan Biden untuk mengundurkan diri dari pemilu", "Harris memuji Biden", dan "Trump pikir Harris lebih mudah dikalahkan" masuk daftar 20 pencarian teratas pada hari Senin di Weibo, platform yang mirip dengan X.

Beberapa media besar di China, termasuk kantor berita Xinhua, People’s Daily, dan Global Times yang dikelola pemerintah, meliput pengunduran diri Biden dari pencalonannya secara panjang lebar.

Banyak warganet China menyatakan pandangan bahwa keputusan Biden tersebut memastikan Trump akan menang dalam pemilihan pada bulan November, sementara yang lainnya mengatakan berbagai hal mendadak berubah bagi Ukraina, mengacu pada Trump yang berulang kali mengkritik bantuan militer AS untuk Ukraina.

"Malam ini akan menjadi malam tak bisa tidur bagi Zelenskyy," tulis warganet China pemilik akun Yo-Huai-To-Bi di Weibo.

Warganet China lainnya berpendapat bahwa AS akan terus bersaing dengan China dan berupaya membendung kebangkitan negara itu terlepas dari siapa pun pemenang pemilu November.

"Kita tidak boleh terlalu gembira dengan berita ini karena Trump kemungkinan besar akan melanjutkan strategi Biden terhadap China dan ia mungkin akan menerapkan aturan yang lebih keras," tulis netizen pemilik akun BIGTREE33 di Weibo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peluang Kecil bagi Demokrat?

Beberapa komentator China mengatakan tanpa Biden, Partai Demokrat akan memiliki peluang sangat kecil untuk menang dalam Pilpres AS 2024 pada November mendatang.

"Tidak ada faksi dalam Partai Demokrat yang dapat membangun kembali kampanye yang mampu menantang Trump dalam jangka singkat, jadi setelah Biden mundur dari pencalonan, Demokrat akan kembali ke situasi terpecah belah," kata Jia Min, peneliti afiliasi di Shanghai Development Research Foundation, kepada Shanghai Morning News dalam sebuah video.

Hu Xijin, mantan pemimpin redaksi tabloid yang dikelola pemerintah China, Global Times, menulis di X bahwa siapa pun yang menjadi kandidat presiden Partai Demokrat tidak akan membuat banyak perbedaan dalam pemilihan presiden November mendatang.

"Karena kepribadian Trump begitu luar biasa, para pemilih Amerika kini terbagi menjadi dua kelompok: pencinta Trump dan pembenci Trump," tulisnya, seraya menambahkan bahwa pemilu November akan menjadi pilihan antara Trump atau 'siapa pun'.

3 dari 3 halaman

Persaingan China-AS Akan Berlanjut

Setelah Biden mendukung Wakil Presiden Kamala Harris untuk menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat dan Harris bertekad akan mendapatkan nominasi dari partai tersebut, entri "Dapatkah Harris mengalahkan Trump" menjadi topik hangat di Weibo.

Semakin banyak orang yang tampaknya percaya peluang Harris sangat kecil untuk mengalahkan Trump dalam pemilihan presiden.

"Jika Hillary Clinton tidak dapat mengalahkan Trump ketika itu maka Harris hanya akan menjadi lelucon," tulis warganet pemilik akun Falling in Love with Jia-tze-hu di Weibo.

Beberapa analis China mengatakan Harris kurang pengalaman dan pencapaian untuk menjadi presiden AS yang berikutnya.

"Melihat rekam jejak Harris secara keseluruhan, kinerjanya sebagai wakil presiden tidak terlalu luar biasa, dan ia belum mencapai hasil yang memuaskan," kata Sun Chenghao, peneliti di Pusat Keamanan dan Strategi Internasional di Universitas Tsinghua, kepada media online China the Paper.

Meskipun keputusan Biden untuk keluar dari pencalonan sebagai presiden kemungkinan besar akan memengaruhi perkembangan Pilpres AS, beberapa analis mengatakan pemerintah China mungkin berpikir bahwa perkembangan ini tidak akan mengubah fakta bahwa Beijing dan Washington terlibat dalam persaingan intens.

"Pandangan Beijing adalah AS dan China berada dalam persaingan ini dan ini akan berlanjut tak peduli siapa yang menang dalam pemilu," ungkap ilmuwan politik di National University of Singapore Ian Chong kepada VOA.

Para pakar lain mengatakan pemerintah China mungkin tidak memiliki ekspektasi yang jelas mengenai bagaimana kandidat yang berbeda dapat berfokus pada isu-isu terkait China.

"Terlepas sebagai wakil presiden, Harris belum begitu banyak bicara mengenai kebijakan luar negeri, khususnya dibandingkan dengan rekam jejak Biden dan Trump yang telah diketahui," tutur ilmuwan politik di Western Kentucky University Timothy Rich.

"Jadi, Trump yang telah dikenal, betapa pun ia tak bisa diramalkan, mungkin akan lebih mudah (bagi Beijing) untuk bersiap menghadapinya daripada Harris."

Jika pemilu November akan menjadi persaingan antara Trump dan Harris, Rich berpendapat kemenangan potensial Trump akan berarti lebih banyak tarif terhadap berbagai komoditas China dan lebih banyak pandangan eksplisit mengenai perdagangan yang bersifat menang-kalah (zero-sum game). Pemerintahan potensial Harris, lanjutnya, mungkin menerapkan pendekatan yang lebih berbeda untuk mengatasi hubungan dagang AS dengan China.

Mengenai isu Taiwan, Rich mengatakan fakta bahwa Komite Nasional Partai Republik mengeluarkan Taiwan dari platform partai mungkin menunjukkan bahwa Trump berpikir secara transaksional mengenai bagaimana memutuskan dukungan bagi Taiwan dapat mengarah pada perjanjian perdagangan besar dengan China.

"Kontrasnya, saya tidak melihat pemerintahan Harris akan menyimpang dari dukungan pendahulunya terhadap Taiwan," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.