Sukses

PBB Desak Tindakan Nyata Dunia Atasi Panas Ekstrem

Perubahan iklim membuat gelombang panas lebih sering terjadi, lebih intens, dan berlangsung lebih lama di seluruh dunia.

Liputan6.com, Washington, DC - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Kamis (25/7/2024) menyerukan negara-negara untuk mengatasi urgensi epidemi panas ekstrem, yang dipicu oleh perubahan iklim. Pernyataannya muncul beberapa hari setelah dunia mengalami hari terpanasnya yang tercatat dalam sejarah, yakni pada 21 Juli.

"Panas ekstrem adalah hal yang tidak biasa," kata Guterres seperti dilansir CNA, Sabtu (27/7). "Dunia harus bangkit menghadapi tantangan kenaikan suhu."

Tahun ini, kondisi yang sangat panas telah menewaskan 1.300 jamaah haji, menutup sekolah untuk sekitar 80 juta anak di Afrika dan Asia, dan menyebabkan lonjakan rawat inap dan kematian di Sahel.

Menurut Layanan Perubahan Iklim Uni Eropa, Copernicus, setiap bulan sejak Juni 2023 kini menempati peringkat sebagai bulan terpanas di planet ini sejak pencatatan dimulai pada tahun 1940, dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.

PBB meminta pemerintah untuk tidak hanya menekan emisi bahan bakar fosil - penyebab perubahan iklim - namun juga meningkatkan perlindungan bagi mereka yang paling rentan, termasuk lansia, ibu hamil dan anak-anak, serta meningkatkan perlindungan bagi pekerja.

Laporan dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang diterbitkan Kamis menyebutkan bahwa lebih dari 70 persen tenaga kerja global - dari 2,4 miliar orang - berisiko tinggi terkena panas ekstrem.

"Di Afrika, hampir 93 persen tenaga kerja terpapar panas berlebih dan 84 persen tenaga kerja di negara-negara Arab," demikian temuan laporan ILO.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Seruan Pertama PBB

Panas berlebih telah disalahkan sebagai penyebab hampir 23 juta cedera di tempat kerja di seluruh dunia dan sekitar 19.000 kematian setiap tahunnya.

"Kita perlu langkah-langkah untuk melindungi pekerja, yang didasarkan pada hak asasi manusia," tutur Guterres.

Dia juga meminta pemerintah untuk membuat ekonomi mereka, sektor-sektor penting seperti perawatan kesehatan dan lingkungan binaan, "tahan panas".

Kota-kota memanas dua kali lipat dari rata-rata di seluruh dunia karena urbanisasi yang cepat dan efek pulau panas perkotaan (urban heat island), fenonama kenaikan temperatur udara perkotaan dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya.

Pada tahun 2050, beberapa peneliti memperkirakan peningkatan global sebesar 700 persen dalam jumlah penduduk miskin perkotaan yang hidup dalam kondisi panas ekstrem.

Ini adalah pertama kalinya PBB mengeluarkan seruan global untuk bertindak atas panas ekstrem.

"Kita memerlukan sinyal kebijakan dan inilah sinyal itu," kata Kathy Baughman Mcleod, CEO Climate Resilience for All, sebuah lembaga nirlaba yang berfokus pada panas ekstrem.

"Ini adalah pengakuan tentang seberapa besar dan seberapa mendesaknya hal itu. Ini juga pengakuan bahwa setiap orang tidak merasakan (panas) dengan cara yang sama dan membayar harga yang sama untuk itu."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.