Liputan6.com, Teheran - Massoud Pezeshkian yang reformis telah terpilih sebagai presiden baru Iran, mengalahkan saingannya yang konservatif garis keras, Saeed Jalili.
Pemungutan suara dinyatakan menguntungkan Dr Pezeshkian setelah ia memperoleh 53,3% dari lebih dari 30 juta suara yang dihitung. Sementara pesaingnya, Jalili memperoleh suara 44,3%. Ia menang putaran kedua Pilpres Iran dan terpilih jadi Presiden Iran. Demikian melansir BBC Sabtu (6/7/2024).
Baca Juga
Pada Minggu (28/7), pemimpin tertinggi Iran secara resmi menyatakan mendukung Masoud Pezeshkian sebagai presiden --yang memungkinkan politisi reformis dan ahli bedah jantung itu mengambil alih negara yang dilemahkan oleh sanksi-sanksi ekonomi terkait program nuklirnya.
Advertisement
Mengutip VOA Indonesia, Senin (29/7), dilaporkan bahwa dalam upacara pengesahan dukungan itu pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mendesak Pezeshkian untuk mengutamakan negara-negara tetangganya, yaitu negara-negara Afrika dan Asia serta negara-negara yang "mendukung dan membantu" Iran dalam kebijakan hubungan luar negeri Teheran.
Adapun Ayatollah Ali Khamenei mengecam negara-negara Eropa karena "berperilaku buruk terhadap kami" dengan menerapkan sanksi, embargo minyak, dan menyerukan dugaan berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Ia juga mengecam Israel atas tindakannya di Gaza yang menewaskan anak-anak, perempuan dan orang-orang yang dirawat di rumah sakit “yang tidak menembakkan satu peluru pun” terhadap pasukan Israel.
"Rezim Zionis menunjukkan sikap terburuknya sebagai penjahat perang," kata Khamenei, sambil menuduh Israel membuat "rekor baru pembunuhan" dan kekejaman. Ia juga mengecam Kongres AS karena mengizinkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk berpidato di badan legislatif AS itu.
Untuk diketahui, Pemilu Iran untuk Presiden (Pilpres) diadakan setelah presiden Iran sebelumnya, Ebrahim Raisi, tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei. Sebuah tragedi yang menewaskan tujuh orang lainnya.
Penghormatan untuk Jenderal Qassem Soleimani
Berbicara pada upacara yang sama, Massoud Pezeshkian memberi penghormatan kepada Jenderal Qassem Soleimani, perancang kegiatan militer wilayah Iran, yang terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS pada tahun 2020.
Pada kesempatan itu, Massoud Pezeshkian menegaskan kembali janjinya untuk menerapkan kebijakan luar negeri yang “konstruktif dan efisien”, mendukung Iran memperkuat supremasi hukum, menawarkan kesempatan yang sama kepada warga negara, mendukung keluarga dan melindungi lingkungan.
Dalam langkah resmi pertamanya, Pezeshkian menunjuk Mohammad Reza Aref, 72, sebagai wakil presiden pertamanya. Aref, yang dianggap sebagai reformis moderat, memegang jabatan tersebut antara tahun 2001 hingga 2005, di bawah pemerintahan mantan presiden Mohammad Khatami. Aref meraih gelar doktor di bidang teknik dari Stanford University.
Pezeshkian mengambil alih jabatan pendahulunya, Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei lalu, sehingga memicu pemilu dini. Ia akan mengambil sumpah jabatan di parlemen pada hari Selasa dan diberi waktu dua minggu untuk membentuk kabinetnya.
Dalam kampanye pemilihannya, Presiden Iran yang baru itu berjanji bahwa ia tidak akan melakukan perubahan radikal terhadap teokrasi Syiah Iran, dan menjadikan Khamenei sebagai pembuat keputusan akhir dalam semua urusan negara.
Advertisement
Presiden Terpilih Iran Masoud Pezeshkian Akan Dilantik Bulan Depan
Masoud Pezeshkian akan dilantik di hadapan parlemen Iran pada awal Agustus sebagai presiden kesembilan Republik Islam tersebut, demikian laporan media pemerintah pada Minggu (7/7/2024).
"Upacara pelantikan presiden akan diadakan pada 4 atau 5 Agustus," kata kantor berita resmi IRNA, mengutip Mojtaba Yosefi, anggota dewan pimpinan parlemen.
"Presiden punya waktu 15 hari untuk menyampaikan usulan menterinya ke parlemen untuk memperoleh mosi percaya."
Seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (9/7/2024), presiden terpilih Iran diharuskan mengangkat sumpah di depan parlemen sebelum resmi menjabat.
Upacara pelantikan berlangsung setelah presiden terpilih menerima dukungan resmi dari pemimpin tertinggi Republik Islam tersebut.
Presiden Iran bukanlah kepala negara, dan kekuasaan tertinggi ada di tangan pemimpin tertinggi – jabatan yang dipegang oleh Ayatollah Ali Khamenei selama 35 tahun terakhir.
Pezeshkian memenangkan pemilu putaran kedua pada hari Jumat (5/7) melawan Saeed Jalili yang sangat konservatif untuk menggantikan Presiden Ebrahim Raisi yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei.
Tokoh reformis berusia 69 tahun tersebut memperoleh lebih dari 16 juta suara, sekitar 54 persen, dan Jalili memperoleh lebih dari 13 juta, sekitar 44 persen, dari sekitar 30 juta suara pemilih.
Partisipasi pemilih mencapai 49,8 persen dari pemilih terdaftar, Mohsen Eslami, juru bicara pemilu menambahkan, angka tersebut naik dari rekor terendah sekitar 40 persen yang tercatat pada putaran pertama.
Pada hari Minggu, surat kabar Iran menerbitkan foto Pezeshkian di halaman depan dan menyerukan "persatuan" di bawah presiden terpilih itu.
Presiden Terpilih Iran Janjikan Dukungan Berkelanjutan bagi Hizbullah
Sementara itu, dukungan Iran terhadap Hizbullah dan milisi lain di kawasan tersebut akan terus berlanjut dengan kuat. Demikian disampaikan presiden terpilih Iran Masoud Pezeshkian dalam suratnya kepada pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Iran memberikan dukungan finansial dan militer kepada Hizbullah, anggota kunci dari "poros perlawanan", yakni aliansi kelompok bersenjata pro-Iran yang menentang Israel dan Amerika Serikat. Aliansi tersebut mencakup Hamas di Jalur Gaza, Houthi di Yaman, dan berbagai milisi di Suriah dan Irak.
"Iran selalu mendukung perlawanan masyarakat di kawasan terhadap rezim tidak sah zionis (Israel)," tulis Pezeshkian, menurut kantor berita Fars, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (9/7/2024).
"Mendukung perlawanan berakar pada kebijakan fundamental Republik Islam Iran … dan akan terus berlanjut dengan kekuatan."
Pezeshkian menambahkan, "Saya yakin bahwa gerakan perlawanan di wilayah akan mencegah (Israel) melanjutkan kebijakan penghasutan dan kriminalnya terhadap rakyat tertindas di Palestina dan negara-negara lain di wilayah tersebut."
Advertisement