Sukses

Belanja Militer Negara-negara Asia Tengah Melonjak, Khawatir Perang?

Para ahli sendiri meragukan naiknya belanja militer akan meningkatkan stabilitas.

Liputan6.com, Jakarta - Belanja militer negara-negara Asia Tengah, bekas republik Uni Soviet, melonjak. Sebuah fenomena yang oleh para pejabat pembangunan dikaitkan dengan konflik wilayah, seperti perang Ukraina.

Rusia merupakan pemasok senjata yang dominan ke negara-negara tersebut selama lebih dari 30 tahun, namun kini negara-negara lain termasuk Turki, China, dan Amerika Serikat (AS) juga merambah pasar yang sama.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, tahun lalu pengeluaran militer oleh Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan sebesar USD 1,8 miliar. Angka-angka dari Uzbekistan dan Turkmenistan, yang tidak mengungkapkan informasi mengenai anggaran belanja militer dalam produk domestik bruto (PDB) mereka, tidak dimasukkan dalam laporan tersebut. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (30/7/2024).

Laporan media regional menyebutkan, anggaran militer Kazakhstan tahun lalu adalah 0,5 persen dari perkiraan PDB negara itu sebesar USD 259,7 miliar. Militer Kyrgyzstan mencatat 1,5 persen dari perkiraan PDB sebesar UD 13,9 miliar atau USD 08,5 juta, dan bagi Tajikistan, jumlah itu tercatat satu persen dari perkiraan PDB sebesar USD 12 miliar atau USD 120 juta.

2 dari 2 halaman

Senjata Canggih

Kamchibek Tashiev, wakil ketua Kabinet Menteri Kyrgyzstan, yang mengoordinasikan pasukan keamanan Kyrgyzstan, mengatakan pada pertemuan pemerintah pada Juli 2023 bahwa sejak tahun 2021, Kyrgyzstan menghabiskan USD 1,3 miliar untuk memodernisasi militernya.

Dia menuturkan sebagian besar dana itu digunakan untuk membiayai persenjataan baru yang canggih.

"Kami membeli Bayraktar, Aksungur, Akinci, kendaraan-kendaraan udara tempur tak berawak yang belum dibeli oleh banyak negara lain. Kami juga membeli peralatan yang meningkatkan sistem pertahanan udara kami, Mi-8, Mi-17, helicopter," ujarnya.

Hubungan yang tegang dengan negara tetangganya, Tajikistan, mendorong pemerintah Kyrgyzstan mulai memberi perhatian lebih kepada militer. Doktrin militer Kementerian Pertahanan Kyrgyzstan tahun 2023 menyebut, tingkat ancaman yang ditimbulkan oleh ketegangan perbatasan Kyrgyzstan-Tajikistan sangat besar.

Ketegangan itu menyebabkan konflik bersenjata antar kedua negara pada April 2021 dan September 2022 yang mengakibatkan kematian warga sipil dan ribuan orang mengungsi.

Pada Mei 2022, Iran membuka pabrik drone di Tajikistan, yang memproduksi drone pengintai dan tempur Ababil-2. Kemudian pada April lalu, pemerintah Tajikistan menandatangani perjanjian bernilai USD 1,5 juta dengan Turki mengenai suplai drone penyerang Bayraktar yang jumlahnya tidak diketahui.

Dalam wawancara pada Desember 2022, analis politik Parviz Mullojanov yang berpusat di Dushanbe menuturkan bahwa dalam perlombaan senjata yang sedang berlangsung, Tajikistan kemungkinan akan membeli senjata-senjata modern.

Video Terkini