Sukses

31 Juli 1991: Amerika Serikat dan Uni Soviet Sepakat Kurangi Jumlah Hulu Ledak Nuklir

Perjanjian yang diberi nama Start ini ditandatangani di Moskow oleh Presiden AS George Bush dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.

Liputan6.com, Moskow - Tepat di hari ini, pada tahun 1991 dua negara yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet menandatangani perjanjian bersejarah untuk mengurangi persediaan hulu ledak nuklir mereka hingga sepertiganya.

Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis, yang dikenal sebagai Start, ditandatangani di Moskow oleh Presiden AS George Bush dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.

Pada konferensi pers bersama setelah upacara penandatanganan, Bush menggambarkan perjanjian Start sebagai "langkah maju yang signifikan dalam menghilangkan ketidakpercayaan selama setengah abad".

Gorbachev mengatakan, perjanjian ini akan menjadi awal dari proses yang tidak dapat diubah terkait pengurangan senjata, tetapi menekankan bahwa masih banyak yang harus dilakukan, dikutip dari laman BBC, Rabu (31/7/2024).

Negosiasi yang Panjang

Perjanjian ini memakan waktu lebih dari sembilan tahun untuk dinegosiasikan, dan mengurangi senjata nuklir strategis masing-masing pihak sekitar 35 persen selama tujuh tahun.

Rudal balistik antarbenua berbasis darat Uni Soviet juga akan dipotong hingga 50 persen.

Ini adalah perjanjian besar pertama antara kedua negara mengenai pengurangan persenjataan sejak perjanjian Salt, yang ditandatangani pada tahun 1972 dan 1979, terkait pembatasan jumlah rudal nuklir jarak jauh.

Perjanjian Start melangkah lebih jauh, dengan mewajibkan negara adikuasa untuk mengurangi armada rudal nuklir dan pesawat pembom mereka, alih-alih hanya membatasi perluasan.

Namun, perjanjian ini masih menyisakan AS dan Uni Soviet dengan masing-masing 9.000 dan 7.000 hulu ledak. Tidak ada pula perjanjian mengenai senjata luar angkasa, atau rudal jelajah yang diluncurkan dari laut.

Bush dan Gorbachev menghabiskan banyak waktu mereka untuk membahas upaya Gorbachev guna mereformasi ekonomi Soviet yang sedang sakit dan bantuan yang mungkin ditawarkan oleh Barat.

Mereka juga diketahui telah membahas konferensi perdamaian Timur Tengah yang disponsori bersama.

Kunjungan Bush berlangsung di tengah meningkatnya kerusuhan di republik-republik Soviet.

Enam bulan lalu, Moskow berhasil meredakan pemberontakan di Lithuania. Bush dan Gorbachev sama-sama mengatakan bahwa mereka menyesalkan insiden tersebut, tetapi menolak berkomentar lebih lanjut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.