Sukses

Marcos: Aliansi Filipina-AS Bantu Respons Cepat terhadap China

Hubungan AS-Filipina membaik secara dramatis sejak Marcos menggantikan Rodrigo Duterte, yang secara terbuka memusuhi AS dan berusaha mendekatkan negaranya dengan China selama masa jabatan enam tahunnya.

Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin pada hari Selasa (30/7/2024) bahwa keterlibatan rutin antara Manila dan Washington diperlukan untuk memastikan tanggapan "gesit" terhadap ketegangan maritim negaranya dengan China.

"Saya selalu sangat senang bahwa jalur komunikasi ini sangat terbuka sehingga semua hal yang kita lakukan bersama, dalam hal aliansi kita, dalam hal konteks spesifik situasi kita di sini, di Laut Filipina Barat dan di Indo-Pasifik, terus dikaji dan diperiksa ulang, sehingga kita tangkas dalam hal tanggapan kita," kata Marcos, seperti dilansir CNA, Rabu (31/7).

Ketegangan di Laut China Selatan yang disengketakan sejumlah negara, termasuk Filipina dan China, telah memuncak menjadi kekerasan tahun lalu, di mana seorang pelaut Filipina kehilangan jarinya pada 17 Juni. Filipina menyebut insiden itu sebagai penyerudukan berkecepatan tinggi yang disengaja oleh penjaga pantai China.

Filipina sendiri menolak tawaran bantuan AS untuk operasinya di laut. Bulan ini, Filipina mencapai "kesepakatan sementara" dengan China untuk meredakan ketegangan dan mengelola perbedaan, namun kedua belah pihak diduga berselisih mengenai rincian kesepakatan, yang belum dipublikasikan tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan Blinken dan Austin membahas komitmen bersama untuk menegakkan hukum internasional di Laut China Selatan dengan Marcos.

"Kedua menteri tersebut menggarisbawahi komitmen kuat AS terhadap Filipina berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama kami," ujar Miller.

2 dari 2 halaman

Reaksi China

Pertemuan di Manila tersebut merupakan tindak lanjut dari pembicaraan antara Blinken dan Austin serta mitra mereka di Jepang, sekutu utama AS lainnya di Asia Timur, di mana mereka mengumumkan peningkatan komando militer AS di Jepang dan menyebut China sebagai "tantangan strategis terbesar" yang dihadapi kawasan.

Blinken pada hari Senin (29/7) juga bertemu dengan menteri luar negeri dari Australia, India, dan Jepang, sebuah kelompok yang dikenal sebagai Quad. Mereka mengecam tindakan China di Laut China Selatan.

Sebelumnya, pada Sabtu (7/7), Blinken lebih dulu bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Laos, di mana dia mengkritik Beijing atas tindakannya terhadap Taiwan dan Filipina.

Kementerian Luar Negeri China balik "membidik" AS dan Jepang karena menyerang apa yang disebutnya sebagai pembangunan militer normal dan kebijakan pertahanan nasional China. Beijing menuduh Quad menciptakan ketegangan secara artifisial, memicu konfrontasi, dan membendung pembangunan negara lain."

Pentagon mengatakan pejabat AS akan mengumumkan pendanaan militer asing senilai USD 500 juta untuk Filipina, bagian dari bantuan senilai USD 2 miliar untuk negara-negara Indo-Pasifik yang oleh Kongres AS dianggap menghadapi agresi China.

Selain itu, Pentagon juga mengusulkan pengeluaran USD 128 juta untuk peningkatan infrastruktur di pangkalan-pangkalan Filipina yang dapat diakses oleh pasukan AS berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA).

Sekarang ada sembilan lokasi di bawah EDCA, setelah Manila tahun lalu setuju untuk menambah empat lokasi baru, termasuk tiga di utara yang dianggap penting jika China menginvasi Taiwan dan satu yang menghadap Laut China Selatan.

Kedua negara juga telah merundingkan kesepakatan pembagian intelijen yang dikenal sebagai Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer, yang ingin mereka capai pada akhir tahun 2023, namun belum selesai.