Sukses

Restoran di Singapura Sajikan Menu Serangga untuk Kebutuhan Nutrisi Pelanggan

Restoran di Singapura ini merupakan tempat makan pertama yang menyajikan serangga pada menunya.

Liputan6.com, Singapura - Di restoran House of Seafood Singapura, sup kari kepala ikan disajikan dengan jangkrik renyah dan tahu yang diisi olahan serangga. Tampaknya, para pelanggan amat menyukai hidangan tersebut.

Restoran tepi pantai ini merupakan tempat makan pertama yang menyajikan serangga pada menunya, setelah badan pengawas makanan negara kota tersebut pada bulan ini menyetujui 16 spesies serangga dapat dikonsumsi manusia. Mulai dari jangkrik hingga belalang, larva, dan ulat jerman, semuanya dinilai layak konsumsi setelah dua tahun perundingan.

Jangkrik dan serangga lainnya telah lama dinikmati sebagai makanan jalanan di Asia Tenggara, tetapi tidak di Singapura yang terkenal dengan pusat keuangannya yang makmur. Singapura memberlakukan impor makanan dengan pembatasan ketat demi tujuan keamanan dan kebersihan, dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (3/8/2024).

Francis Ng, kepala restoran House of Seafood, mengatakan bahwa pelanggan amat menyukai hidangan yang menonjolkan serangga. Seperti hidangan tahu yang ia tata agar tampak seperti ada serangga yang merayap keluar dari dalamnya, atau sepiring nasi ketan berbentuk bola yang ditaburi ulat sutra.

Kelihatannya lebih seram kalau pelanggan bisa memfilmkannya untuk TikTok mereka, kata Ng, seraya menuturkan bahwa teleponnya terus berdering karena banyaknya pelanggan yang ingin memesan sesi mencicipi.

Restoran tersebut telah menyusun menu dengan 30 hidangan yang mengandung serangga, yang dapat mereka jual kepada masyarakat umum setelah importir mereka disetujui oleh otoritas pangan. Untuk saat ini, Ng menawarkan sampel gratis.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PBB: Serangga Jadi Protein Berkelanjutan

Pada tahun 2019, Singapura mendeklarasikan niatnya untuk memproduksi 30% kebutuhan gizi dalam negerinya pada tahun 2030, bukan seperti saat ini di mana 90% makanannya adalah impor. Pakar keamanan pangan Paul Teng mengatakan serangga tentu dapat membantu mencapai tujuan ini - jika orang-orang bisa mengatasi faktor ketidaksukaan terhadap serangga.

Kebanyakan serangga hampir semuanya mengandung protein, kata Teng, yang bekerja di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam, Universitas Teknologi Nanyang, seraya menambahkan bahwa perlu ada produksi lokal untuk membuat sumber protein alternatif ini terjangkau.

Membuat orang mau menerima serangga dalam makanan mereka merupakan tantangan. Namun, sebenarnya serangga adalah makanan yang normal. Mari kita lakukan sesuatu untuk mempersiapkan agar konsumen dapat menerimanya, katanya. Saya pribadi tidak keberatan memakan serangga.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menganggap serangga sebagai sumber protein berkelanjutan untuk memberi makan populasi global yang diperkirakan akan membengkak hingga 9,7 miliar pada tahun 2050. Masalah ketahanan pangan global akibat cuaca ekstrem dan konflik juga telah meningkatkan minat terhadap nutrisi berkualitas tinggi dan ekonomis yang mampu disediakan oleh serangga.

3 dari 3 halaman

Disetujui di Singapura

Di Singapura, semua serangga yang disetujui untuk konsumsi manusia harus dibudidayakan di lingkungan yang terkendali dan tidak dipanen dari alam liar, serta tidak boleh diberi makan kontaminan seperti pupuk kandang atau makanan busuk, menurut badan pangan.

Bersamaan dengan itu, Organisasi Pangan dan Pertanian telah mempromosikan budidaya serangga untuk konsumsi manusia dan pakan ternak, dan ada minat lokal untuk mengimpor serangga, tetapi biaya masih menjadi kendala untuk saat ini. Ng mengatakan bahwa serangga menyumbang 10% dari biaya di House of Seafood, dan semuanya diimpor.

"Harganya jelas lebih tinggi dari telur," katanya.

Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah serangga akan menjadi ciri khas makanan masyarakat Singapura atau apakah permintaan akan menurun seperti yang terjadi pada produk daging buatan.

Namun, saat ini, sejumlah pengunjung mengatakan mereka senang mencicipi serangga.

Jika mereka punya sumber protein yang lebih tinggi, kenapa tidak? Saya akan menambahkannya ke dalam menu makan dan asupan makanan sehari-hari saya, kata Bregria Sim, seorang eksekutif logistik berusia 23 tahun, seraya menambahkan bahwa ia membayar sekitar USD 40 untuk hidangan baru tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.