Liputan6.com, Gaza - Jurnalis Al Jazeera berbahasa Arab Ismail al-Ghoul dan juru kameranya Rami al-Rifi tewas dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza.
Kedua wartawan tewas ketika mobil yang mereka tumpangi dihantam pada hari Rabu (31/7/2024) di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza. Demikian seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (2/8).
Baca Juga
Mereka berada di daerah tersebut untuk melaporkan dari dekat rumah Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas yang dibunuh pada Rabu dini hari di ibu kota Iran, Teheran.
Advertisement
"Ismail menyampaikan penderitaan warga Palestina yang mengungsi dan penderitaan orang-orang yang terluka serta pembantaian yang dilakukan oleh pendudukan (Israel) terhadap orang-orang tak berdosa di Gaza," ujar Anas al-Sharif dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Gaza, tepatnya di rumah sakit tempat jenazah kedua rekannya dibawa.
"Perasaan itu ... tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan apa yang terjadi."
Ismail dan Rami mengenakan rompi media dan ada tanda pengenal di mobil mereka saat diserang. Mereka terakhir kali menghubungi meja redaksi 15 menit sebelum serangan. Selama panggilan tersebut, mereka melaporkan serangan terhadap sebuah rumah di dekat tempat mereka meliput dan mereka pun diminta untuk segera pergi. Mereka melakukannya dan mereka sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit Al-Ahli Arab saat mereka terbunuh.
Tidak ada komentar langsung dari Israel, yang sebelumnya membantah telah menargetkan jurnalis dalam perang 10 bulan di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 39.000 orang, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan wanita.
Al Jazeera Media Network menyebut pembunuhan itu sebagai "pembunuhan yang ditargetkan" oleh pasukan Israel dan berjanji untuk "mengambil semua tindakan hukum untuk mengadili para pelaku kejahatan ini".
"Serangan terbaru terhadap jurnalis Al Jazeera ini merupakan bagian dari kampanye penargetan sistematis terhadap jurnalis jaringan kami dan keluarga mereka sejak Oktober 2023," kata jaringan tersebut.
Jurnalis Berguguran dalam Perang Gaza
Menurut angka awal dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sedikitnya 111 jurnalis dan pekerja media termasuk di antara mereka yang tewas sejak dimulainya perang Israel Vs Hamas pada 7 Oktober. Sementara itu, kantor media pemerintah Jalur Gaza mencatat angka 165 jurnalis Palestina tewas sejak perang dimulai.
Mohamed Moawad, pemimpin redaksi Al Jazeera Arabic, menuturkan jurnalis jaringan yang berbasis di Qatar itu tewas pada hari Rabu saat mereka dengan berani meliput peristiwa di Gaza Utara.
Ismail terkenal karena profesionalisme dan dedikasinya, menarik perhatian dunia terhadap penderitaan dan kekejaman yang terjadi di Jalur Gaza, khususnya di Rumah Sakit al-Shifa dan lingkungan utara daerah kantong yang terkepung itu.
Istrinya telah tinggal di kamp pengungsi internal di Gaza tengah dan tidak bertemu suaminya selama berbulan-bulan. Dia juga meninggalkan seorang putri kecil.
Baik Ismail maupun Rami lahir pada tahun 1997.
"Tanpa Ismail, dunia tidak akan melihat gambar-gambar pembantaian yang menghancurkan ini," tulis Moawad di platform X, seraya menambahkan bahwa Ismail 'tanpa henti meliput peristiwa tersebut dan menyampaikan realitas Jalur Gaza kepada dunia melalui Al Jazeera'.
"Suaranya kini telah dibungkam ... Ismail telah memenuhi misinya untuk bangsanya dan tanah airnya," kata Moawad. "Keji mereka yang telah gagal melindungi warga sipil, jurnalis, dan kemanusiaan."
Advertisement
Bukan Kali Pertama bagi Jurnalis Al Jazeera
Pembunuhan pada hari Rabu menambah jumlah total jurnalis Al Jazeera yang terbunuh di Jalur Gaza sejak awal perang menjadi empat.
Pada bulan Desember, jurnalis Al Jazeera berbahasa Arab Samer Abudaqa tewas dalam serangan Israel di Khan Younis. Kepala biro Al Jazeera di Gaza, Wael Dahdouh, juga terluka dalam serangan itu. Istri, putra, putri, dan cucu Dadouh tewas dalam serangan udara Israel di kamp pengungsi Nuseirat pada bulan Oktober.
Pada bulan Januari, putra Dahdouh, Hamza, yang juga seorang jurnalis Al Jazeera, tewas dalam serangan rudal Israel di Khan Younis.
Sebelum perang, koresponden Al Jazeera Shireen Abu Akleh ditembak mati oleh seorang tentara Israel saat meliput serangan Israel di Jenin di Tepi Barat yang diduduki pada bulan Mei 2022. Meskipun Israel telah mengakui bahwa tentaranya kemungkinan besar menembak mati Abu Akleh, Israel belum melakukan penyelidikan kriminal apa pun atas kematiannya.
Melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah pada hari Rabu, Hind Khoudary dari Al Jazeera merenungkan bahaya sehari-hari yang dihadapi jurnalis.
"Kami melakukan segalanya (untuk tetap aman). Kami mengenakan jaket pers. Kami mengenakan helm. Kami berusaha untuk tidak pergi ke tempat yang tidak aman. Kami berusaha pergi ke tempat-tempat yang dapat menjaga keamanan kami," ujarnya. "Namun, kami telah menjadi sasaran di tempat-tempat biasa di mana warga biasa berada."
Dia menambahkan, "Kami berusaha melakukan segalanya, tetapi pada saat yang sama, kami ingin melaporkan, kami ingin memberi tahu dunia apa yang sedang terjadi."
Presiden CPJ Jodie Ginsberg menggarisbawahi pembunuhan Ismail dan Rami adalah contoh terbaru dari risiko mendokumentasikan perang di Jalur Gaza, yang merupakan konflik paling mematikan bagi jurnalis yang didokumentasikan organisasi tersebut dalam 30 tahun.