Sukses

7 Agustus 2005: Misi Penyelamatan Kapal Selam Rusia Tenggelam 190 Meter di Samudra Pasifik

Kapal Priz yang terjebak pada kedalaman 190 meter di bawah permukaan laut, mengeluarkan panggilan darurat. Angkatan Laut Rusia segera mulai mengatur misi penyelamatan.

Liputan6.com, Moskow - Sejarah dunia mencatat pada 7 Agustus 2005 sebagai momen penyelamatan sebuah kapal selam mini Priz AS-28 milik Rusia bersama tujuh awak di dalamnya. Mereka diselamatkan dari kedalaman Samudra Pasifik.

Laporan History.com menyebut bahwa pada 4 Agustus kapal tersebut tengah mengikuti latihan di Teluk Beryozovaya, di lepas pantai Semenanjung Kamchatka di timur jauh Rusia, ketika baling-balingnya tersangkut kabel yang merupakan bagian dari sistem pemantauan pesisir Rusia. Karena tidak dapat muncul ke permukaan, awak kapal selam tersebut terdampar di dalam kapal selam yang gelap dan dingin selama lebih dari tiga hari.

Pada 4 Agustus pukul 1 siang, Kapal Priz yang terjebak pada kedalaman 190 meter di bawah permukaan laut, mengeluarkan panggilan darurat. Angkatan Laut Rusia segera mulai mengatur misi penyelamatan, dengan meminta bantuan dari Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang.

Pada hari-hari berikutnya, sementara ketiga negara mengerahkan awak penyelamat untuk perjalanan ke Rusia timur, Angkatan Laut Rusia berusaha untuk terlebih dahulu mengangkat kapal selam tenggelam tersebut dari air dan kemudian menyeretnya ke perairan yang lebih dangkal agar dapat dijangkau oleh penyelam. Kedua pendekatan tersebut menjadi rumit karena jangkar seberat 60 ton yang terikat pada kabel yang telah menjerat kapal selam tersebut.

Akhirnya, dengan kekhawatiran yang meningkat bahwa pasokan oksigen bagi awak yang terjebak akan segera habis, enam awak kapal selam penyelamat Scorpio-45 yang dimiliki dan dioperasikan Inggris tiba kemudian berhasil melepaskan kapal selam tersebut.

Ketujuh orang di dalam kapal selam mini Priz AS-28, termasuk enam pelaut angkatan laut Rusia dan satu perwakilan perusahaan yang membuat kapal selam tersebut, selamat dari musibah. Misi penyelamatan sukses.

 

2 dari 3 halaman

5 Tahun Setelah Kapal Selam Nuklir Rusia Tenggelam Menewaskan 118 Orang

Insiden tenggelamnya kapal selam Priz itu terjadi selang lima tahun setelah Kursk, kapal selam nuklir Rusia, tenggelam, menewaskan semua, 118 orang di dalamnya.

Dalam bencana tersebut, pemerintah Rusia telah menunda permintaan bantuan dari luar selama sekitar 30 jam dan secara luas disalahkan atas kematian para pelaut tersebut.

Ketika bencana tersebut terjadi, Presiden Rusia Vladimir Putin mengejutkan publik dengan tidak menyampaikan pidato kepada rakyat dan bahkan menolak untuk mempersingkat liburannya mengingat tragedi tersebut.

Meskipun warga Rusia di mana-mana merasa lega dan senang bahwa Priz berhasil diselamatkan, yang lain tidak percaya bahwa angkatan laut Rusia tidak memperoleh peralatan penyelamatannya sendiri dalam lima tahun sejak tragedi Kursk. Bagi banyak orang, insiden Priz menyoroti dampak dari kemunduran selama satu dekade pada militer Rusia yang dulunya perkasa.

3 dari 3 halaman

53 Awak KRI Nanggala 402 Gugur

Insiden kapal selam tenggelam juga pernah dialami Indonesia. Seluruh awak kapal selam KRI Nanggala-402 dinyatakan gugur dalam tugas. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan, kapal selam buatan Jerman itu tenggelam di kedalaman 838 meter perairan Bali.

Duka mendalam atas musibah ini turut dirasakan keluarga besar Polri. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, Komandan KRI Nanggala 402 yang gugur dalam kapal selam tersebut merupakan bagian dari keluarga besar Polri.

"Saya informasikan, Letkol Laut Purnawirawan Heri Oktavian (Komandan KRI Nanggala) masih keluarga besar Polri, beliau adalah putra dari kompol Purnawirawan Imron Hadi. Kemudian, Letda Rhesa Tri Utomo adalah adik sepupu dari AKP Maria S Manave," kata Listyo dalam konferensi pers di Badung, Bali, Minggu (25/4/2021).

Listyo pun menyampaikan keprihatinan dan duka cita yang mendalam terhadap institusi TNI khususnya TNI AL. Untuk itu, Polri akan membantu TNI AL dalam proses pencarian kapal hingga menyiapkan posko SAR.

"Keluarga besar Polri dan saya selaku pimpinan Polri menyampaikan keprihatinan dan duka cita yang mendalam atas gugurnya saudara-saudara kita, prajurit terbaik KRI Nanggala-402," ujarnya.

"Saat ini kami sudah mendirikan 2 posko, yaitu posko SAR di Pantai Dermaga Ceruk Bawang di Kabupaten Buleleng dan Posko SAR Polri di Kabupaten Banyuwangi," lanjutnya.

Sebelum mengakhiri keterangannya, Sigit tidak lupa mendoakan seluruh prajurit TNI AL yang telah gugur saat menjalankan tugasnya itu. Dia juga mendoakan para keluarga prajurit agar diberikan ketabahan dan kekuatan.

Kronologi Tenggelamnya KRI Nanggala 402

Adapun KRI Nanggala hilang kontak pada Rabu, 21 April 2021 saat melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali bersama 53 awaknya. KRI Nanggala kemudian dinyatakan tenggelam pada Sabtu, 24 April 2021 oleh TNI AL setelah ditemukannya puing-puing yang diduga berasal dari kapal selam tersebut.

KRI Nanggala berada di bawah kendali Satuan Kapal Selam Komando Armada RI Kawasan Timur. Kapal ini termasuk dalam armada pemukul TNI Angkatan Laut dan merupakan kapal kedua yang menyandang nama Nanggala dalam jajaran TNI AL.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan bahwa KRI Nanggala 402 telah gagal melaporkan statusnya setelah melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali, sekitar 95 km (51 mil laut) di utara Pulau Bali.

TNI AL menyatakan bahwa KRI Nanggala meminta persetujuan pada pukul 03.00 WIB untuk menyelam dan menembakkan Torpedo SUT. Pada pukul 04.00 WIB, KRI Nanggala memasuki tahap penggenangan tabung torpedo. Komunikasi terakhir dilakukan pukul 04.25 WIB ketika komandan gugus tugas latihan memberikan persetujuan bagi Nanggala untuk menembakkan torpedo nomor 8.

Tjahjanto mengatakan bahwa mereka hilang kontak dengan kapal selam tersebut pada pukul 04.30 WIB. TNI AL kemudian mengirimkan panggilan bahaya (distress call) ke International Submarine Escape and Rescue Liaison Office sekitar pukul 09.37 WITA untuk melaporkan adanya kapal yang hilang dan memiliki kemungkinan tenggelam.

TNI AL juga menjelaskan kemungkinan KRI Nanggala mengalami mati listrik sebelum tenggelam ke kedalaman 600 hingga 700 meter.

Saat dilaporkan hilang, KRI Nanggala membawa 53 orang yang terdiri dari 49 awak, 1 komandan, dan 3 spesialis senjata. Kolonel Harry Setyawan merupakan awak yang memiliki pangkat tertinggi. Kapal ini juga diawaki oleh Letkol Heri Oktavian sebagai komandan kapal selam. Pada 22 April, Laksamana Pertama Julius Widjojono mengatakan bahwa cadangan oksigen di Nanggala masih cukup bagi 53 orang hingga Sabtu, 24 April pukul 03.00 WITA.

40 tahun menjaga perairan Nusantara dalam senyap dan memegang moto 'Tabah Sampai Akhir', Nanggala mengakhiri perjalanannya di perairan Bali untuk selamanya. selamat jalan pahlawan, baktimu kami kenang selalu...