Sukses

Laos Bergulat dengan Krisis Utang Lantaran Pinjaman ke China yang Membengkak

Investasi Tiongkok di Laos difokuskan pada proyek infrastruktur besar, termasuk bendungan, stasiun kereta api, pembangkit listrik tenaga air, hotel, dan kompleks perumahan.

Liputan6.com, Vientiane - Laos menghadapi kesulitan keuangan lantaran pinjaman besar dari Tiongkok yang memicu kekhawatiran stabilitas ekonomi negara tersebut di masa depan.

Pinjaman tersebut, bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) Tiongkok. Cara ini telah dikritik karena persyaratannya yang dianggap kurangnya keberlanjutan.

Investasi Tiongkok di Laos difokuskan pada proyek infrastruktur besar, termasuk bendungan, stasiun kereta api, pembangkit listrik tenaga air, hotel, dan kompleks perumahan, dikutip dari etruth.mv, Selasa (6/8/2024).

Meskipun ada perkembangan ini, proyek-proyek tersebut sebagian besar dikendalikan oleh entitas Tiongkok, yang sering kali meminggirkan kepentingan lokal.

Laos berada di ambang gagal bayar, dengan biaya pembayaran utang publik eksternal melonjak dari USD 507 juta pada tahun 2022 menjadi USD 950 juta pada tahun 2023, menurut Anushka Shah, wakil presiden di Moody's Investors Service.

Hal ini telah memperburuk krisis keuangan dan politik di negara tersebut.

Pinjaman dari Tiongkok merupakan setengah dari total utang luar negeri Laos dan sering kali memiliki suku bunga sekitar 4%, dibandingkan dengan suku bunga di bawah 1% dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA).

Warga Laos semakin waspada terhadap pengaruh ekonomi Tiongkok, dengan preferensi yang semakin besar untuk hubungan yang lebih kuat dengan Amerika Serikat.

Survei “State of Southeast Asia” untuk tahun 2023 menyoroti penurunan signifikan dalam persepsi pengaruh politik dan strategis Tiongkok, terutama di Laos dan Myanmar.

Depresiasi mata uang dan inflasi semakin mempersulit upaya pembayaran kembali Laos.

"Laos meminjam terlalu banyak untuk proyek-proyek yang hanya dapat membuahkan hasil dalam jangka panjang tetapi harus mulai melakukan pembayaran kembali dalam jumlah besar ke China sekarang," kata Roland Rajah, direktur Pusat Pengembangan Indo-Pasifik Lowy Institute.

2 dari 3 halaman

Utang Membengkak

Utang ke Tiongkok telah membengkak hingga USD 10,9 miliar, dengan utang publik potensial atau tersembunyi yang mendorong angka ini menjadi sekitar USD 17 miliar, atau 88,9% dari PDB Laos, menurut Bradley Parks, direktur eksekutif AidData.

"Tidak ada negara di dunia yang memiliki utang lebih besar terhadap Tiongkok daripada Laos."

Utang yang besar ini membuat Laos rentan terhadap strategi keuangan Beijing. Erin Murphy, seorang peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington, mencatat: "Saya pikir Laos bergantung pada rencana ekonomi Tiongkok, baik itu koneksi kereta api atau tenaga air yang dapat diproduksi Laos."

Tiongkok berpendapat bahwa BRI mendorong manfaat bersama dan pembangunan sosial-ekonomi di Laos. Namun, banyak proyek yang disponsori Tiongkok belum memberikan hasil yang diharapkan.

3 dari 3 halaman

Proyek Kereta Api China-Laos

Jalur kereta api Tiongkok-Laos, proyek utama BRI, telah menjadi beban keuangan, yang menyebabkan depresiasi mata uang Laos sebesar 30% dan inflasi yang melonjak pada tahun 2023, menurut Zachary Abuza, seorang profesor di National War College di Washington.

Meskipun Tiongkok telah memperoleh akses ke sumber daya mineral Laos melalui proyek transportasi yang dipimpin BRI, manfaat yang diharapkan bagi Laos masih belum jelas.

Pandemi Covid-19 semakin memperburuk kemerosotan ekonomi di negara termiskin kedua di Asia Tenggara ini, dan beban pembayaran utang mengancam akan memperparah krisis.

"Kebanyakan orang tidak akan tahu skala utang tersebut, dan mereka juga tidak akan mengaitkan utang tersebut dengan dampak langsung dari Tiongkok terhadap kehidupan mereka," kata seorang warga Laos, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan.