Sukses

Warga Korea Utara Seberangi Laut Kuning untuk Membelot ke Korea Selatan

Pembelotan terbaru ini terjadi saat hubungan Korea Selatan dan Korea Utara berada pada salah satu titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Keduanya tengah terlibat perang propaganda.

Liputan6.com, Seoul - Seorang warga Korea Utara membelot ke Korea Selatan melintasi perbatasan maritim de facto di Laut Kuning. Demikian laporan kantor berita Korea Selatan, Yonhap, pada hari Kamis (8/8/2024).

Puluhan ribu warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan sejak semenanjung itu terbagi oleh perang pada tahun 1950-an.

"Satu warga Korea Utara membelot dengan melintasi perbatasan maritim di Laut Kuning: militer," kata Yonhap seperti dilansir CNA, Jumat (9/8).

Media lokal Korea Selatan lainnya melaporkan pada hari Kamis bahwa dua warga Korea Utara berusaha membelot ke Korea Selatan melalui Pulau Gyodong, kurang dari 5 km dari Korea Utara.

Laporan yang sama menambahkan, militer Korea Selatan hanya mengamankan satu dari mereka.

Sebagian besar pembelot pergi melalui darat ke negara tetangga China terlebih dahulu, kemudian memasuki negara ketiga seperti Thailand sebelum akhirnya berhasil mencapai Korea Selatan.

Jumlah pelarian yang berhasil telah menurun tajam mulai 2020 setelah Korea Utara menutup perbatasannya – yang diyakini disertai perintah tembak di tempat di sepanjang perbatasan daratnya dengan China – untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Tetapi jumlah pembelot yang berhasil mencapai Korea Selatan bertambah hampir tiga kali lipat tahun lalu menjadi 196, naik dari 67 pada 2022, kata Seoul pada Januari, dengan lebih banyak lagi diplomat elite dan mahasiswa yang berusaha melarikan diri.

2 dari 2 halaman

Dugaan Pemicu Pembelotan

Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik mengatakan kepada komite parlemen bahwa penyelidikan sedang dilakukan oleh otoritas terkait.

Insiden ini adalah pertama kalinya dalam 15 bulan sejak seorang Korea Utara membelot ke Korea Selatan melalui Laut Kuning.

Pada Mei 2023, sebuah keluarga yang terdiri dari sembilan orang melarikan diri dari Korea Utara menggunakan perahu kayu.

Para ahli mengatakan para pembelot kemungkinan besar terdampak oleh kondisi kehidupan yang sulit, termasuk kekurangan pangan dan tanggapan yang tidak memadai terhadap bencana alam, saat tinggal di Korea Utara yang terisolasi.

"Korea Utara baru-baru ini mengalami kerusakan banjir yang parah," kata Direktur Strategi Semenanjung Korea di Sejong Institute Cheong Seong-chang kepada AFP.

"Mungkin saja orang-orang yang tidak senang dengan sistem di Korea Utara menggunakan instabilitas internal dan kekacauan ini untuk membelot."

Hujan deras melanda wilayah utara Korea Utara pada akhir Juli. Media Korea Selatan melaporkan kemungkinan jumlah korban tewas hingga 1.500 orang.

Pyongyang memperlakukan pembelotan sebagai kejahatan serius dan diyakini memberikan hukuman berat kepada pelanggar, keluarga mereka, dan bahkan orang-orang yang terkait erat dengan insiden tersebut.

Korea Selatan telah menanggapi peningkatan uji coba senjata dan pengiriman balon pembawa sampah oleh Korea Utara tahun ini dengan melanjutkan siaran propaganda di sepanjang perbatasan, menangguhkan kesepakatan militer untuk mengurangi ketegangan, dan memulai kembali latihan tembak-menembak di dekat perbatasan.