Liputan6.com, Gaza - Gempuran Israel ke bangunan sekolah yang menampung para pengungsi Palestina masih berlanjut.
Terbaru, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Badan pertahanan sipil Gaza mengatakan, Sabtu (10/8/2024), bahwa sedikitnya 90 orang tewas dalam serangan terhadap sebuah sekolah yang menampung pengungsi di wilayah Palestina yang terkepung.
Baca Juga
Badan tersebut mengatakan tiga roket Israel menghantam sekolah di Kota Gaza, menggambarkan insiden tersebut sebagai “pembantaian yang mengerikan.” Sejumlah jenazah terbakar.
Advertisement
Tentara Israel mengatakan pada Sabtu bahwa mereka “menyerang teroris Hamas yang beroperasi di dalam pusat komando dengan tepat dan kendali Hamas yang terletak di sekolah Al-Taba’een”.
Serangan itu terjadi dua hari setelah pihak berwenang Gaza mengatakan lebih dari 18 orang tewas dalam serangan Israel terhadap dua sekolah lain di Kota Gaza, dan militer mengklaim pada saat itu mereka menyerang pusat komando Hamas.
Israel bertekad untuk menghancurkan kelompok Palestina itu sebagai pembalasan atas serangan mereka pada 7 Oktober 2023.
Adapun Israel kabarnya setuju untuk melanjutkan perundingan minggu depan atas permintaan mediator internasional menyusul diplomasi intensif yang bertujuan untuk mencegah konflik yang lebih luas di kawasan.
"Cukup!" teriak warga Khan Yunis, Ahmed al-Najjar.
"Kasihanilah kami, demi Tuhan, anak-anak dan perempuan muda sekarat di jalanan. Cukup!"
Militer Israel mengatakan pada Jumat (9/8) bahwa pasukan beroperasi di sekitar Khan Yunis, kota Gaza selatan tempat tentara mundur pada April setelah berbulan-bulan pertempuran sengit dengan Hamas.
Baru Ada 1 Kali Gencatan Senjata
Selama pertempuran di Gaza berlangsung, baru ada satu kali gencatan senjata, yaitu pada November 2023.
Para mediator dari Amerika Serikat (AS), Qatar dan Mesir selama berbulan-bulan telah mencoba untuk mencapai genjatan senjata yang kedua.
Dalam pernyataan bersama pada Kamis (8/8), para pemimpin ketiga negara mengundang pihak-pihak yang bertikai untuk melanjutkan perundingan pada 15 Agustus di Doha atau Kairo “untuk menutup semua kesenjangan yang ada dan memulai penerapan perjanjian tanpa penundaan lebih lanjut”.
Kantor Netanyahu mengatakan Israel akan mengirimkan perunding "untuk menyimpulkan perincian penerapan kesepakatan".
Sementara itu, pihak Hamas belum secara terbuka mengomentari undangan mediator tersebut.
Advertisement
39.699 Orang Tewas di Gaza
Perang di Gaza dimulai dengan serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.198 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan kantor berita AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Militan Palestina menyandera 251 sandera, 111 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 39 orang yang menurut militer Israel tewas.
Serangan balasan militer Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 39.699 orang, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikelola Hamas, yang tidak memberikan perincian jumlah kematian warga sipil dan militan.
Krisis Kesehatan di Jalur Gaza: Kudis dan Ruam Kulit Menyebar di Kalangan Anak-anak Palestina
Di sisi lain, Kudis dan berbagai jenis ruam kulit telah menyebar di antara ribuan anak-anak Palestina yang terpaksa mengungsi di Jalur Gaza. Lebih dari satu setengah juta orang di wilayah ini menderita akibat kondisi hidup yang sangat buruk.
Seperti ribuan anak-anak Gaza lainnya, Yasmine al-Shanbari, yang baru berusia tiga tahun, tidak hanya menderita akibat pergolakan perang di sekitar mereka. Dia juga menderita penyakit kulit yang mungkin tidak akan segera sembuh mengingat kelangkaan obat-obatan dan terbatasnya jumlah rumah sakit yang berfungsi di daerah kantong yang dikepung Israel itu.
Perang selama 10 bulan antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas telah menyebabkan Jalur Gaza kekurangan air bersih, bantuan, dan obat-obatan, serta menumpuknya sampah di mana-mana, sehingga menimbulkan penyakit kulit dan penderitaan lainnya, dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (10/8/2024).
Bercak merah dan gatal menyebar di seluruh wajah Yasmine. Ayahnya merasa tidak berdaya saat dia duduk di pangkuannya di sebuah sekolah yang penuh sesak dan terbakar di kamp pengungsi kota Jabalia di Gaza utara, tempat mereka berlindung.
Serangga-serangga kecil tampak beterbangan di sekitar wajahnya, sementara tumpukan sampah membusuk di tengah teriknya musim panas di luar.
"Banyak yang menderita penyakit kulit di sini. Sekolahnya pertama-tama bobrok dan tidak bersih. Seperti yang Anda lihat, sekolah tidak seperti rumah, penuh sesak, dan tidak semua anak seperti anak lainnya. Setiap anak berbeda. Misalnya, putri saya Yasmine sensitif terhadap penyakit. Penyakit yang ada di wajahnya sudah ada selama hampir sepuluh hari dan belum kunjung hilang. Kami tidak memiliki obat apa pun untuk diberikan kepadanya, yang mungkin bisa menyembuhkannya," jelas ayahnya.
Advertisement