Sukses

China Desak Pakistan untuk Berlakukan Pengamanan Ekstra bagi Para Pekerja Tiongkok

CPEC yang merupakan landasan Prakarsa Sabuk dan Jalan Tiongkok, merupakan investasi senilai USD 62 miliar dalam sektor infrastruktur dan energi Pakistan.

Liputan6.com, Islamabad - Saat Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC) memasuki fase kedua, Pakistan menghadapi tekanan yang semakin besar dari Beijing atas ketidakmampuannya untuk menjamin keselamatan warga negara China yang bekerja pada proyek tersebut.

Meskipun telah melakukan investasi yang signifikan dalam bidang keamanan, serangkaian serangan baru-baru ini terhadap pekerja China telah membuat hubungan kedua negara menjadi tegang, sehingga membuat investor Tiongkok semakin waspada.

CPEC yang merupakan landasan Prakarsa Sabuk dan Jalan Tiongkok, merupakan investasi senilai USD 62 miliar dalam sektor infrastruktur dan energi Pakistan.

Namun, proyek ambisius ini telah dirusak oleh insiden keamanan yang berulang yang menargetkan personel China.

Pada Maret 2024 saja, lima serangan terpisah mengakibatkan kematian sedikitnya 18 orang, termasuk lima warga negara Tiongkok.

Insiden ini telah menyoroti perjuangan Pakistan yang sedang berlangsung untuk memerangi terorisme dan melindungi pekerja asing, dikutip dari laman Khaama, Senin (12/8/2024).

Kekecewaan Beijing yang semakin meningkat terlihat jelas dalam komentar terbaru Liu Jianchao, kepala Departemen Internasional Partai Komunis Tiongkok.

Sambil mengakui upaya Pakistan dalam memerangi terorisme, Liu menekankan bahwa situasi keamanan yang memburuk mengguncang kepercayaan investor China.

Hal ini menggarisbawahi betapa seriusnya situasi dan potensi konsekuensi ekonomi bagi Pakistan jika gagal mengatasi kekhawatiran Tiongkok.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Upaya Pakistan

Untuk melindungi warga negara Tiongkok dan proyek CPEC, Pakistan telah menerapkan berbagai langkah keamanan. Pada tahun 2017, negara tersebut membentuk Divisi Keamanan Khusus (SSD) yang terdiri dari 9.000 tentara Angkatan Darat Pakistan dan 6.000 personel pasukan paramiliter, dengan anggaran sebesar 1,3 miliar rupee Pakistan yang dialokasikan untuk keamanan CPEC.

Selain itu, Angkatan Laut Pakistan membentuk "Satuan Tugas-88" untuk menjaga pelabuhan Gwadar yang penting secara strategis dan jalur lautnya.

Namun, laporan terbaru oleh Biro Intelijen Pakistan mengungkapkan bahwa langkah-langkah keamanan ini tidak diterima dengan baik oleh ekspatriat Tiongkok, banyak di antaranya merasa semakin tidak aman.

Laporan tersebut menyoroti kekhawatiran tentang keselamatan dan beban keuangan untuk mematuhi protokol keamanan yang ketat, seperti penggunaan kendaraan antipeluru, yang selanjutnya menggambarkan lingkungan berisiko tinggi yang dihadapi warga negara Tiongkok di Pakistan.

Menanggapi meningkatnya ancaman keamanan, Pakistan telah melarang dua kelompok militan berdasarkan Undang-Undang Antiterorisme tahun 1997: Kelompok Hafiz Gul Bahadur yang terkait dengan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) dan Brigade Majeed dari Tentara Pembebasan Balochistan.

Kelompok-kelompok ini terlibat dalam serangan terhadap warga negara Tiongkok. Lebih jauh, dalam upaya mendelegitimasi TTP, Kementerian Dalam Negeri Pakistan telah mengubah nama kelompok tersebut menjadi Fitna-al-Khawarij dalam dokumen resmi.

Pakistan dan Tiongkok juga berupaya agar Brigade Majeed terdaftar di bawah Komite 1267 Dewan Keamanan PBB, yang akan membuat kelompok tersebut dikenai sanksi internasional.

Meskipun ada upaya-upaya ini, serangan terhadap warga negara China terus berlanjut dengan frekuensi dan tingkat kematian yang meningkat.

3 dari 4 halaman

Klaim Tanggung Jawab BLA

Tentara Pembebasan Balochistan (BLA) telah mengklaim bertanggung jawab atas beberapa insiden penting, termasuk serangan bunuh diri tahun 2018 yang menewaskan tiga insinyur Tiongkok di Dalbandin dan pengeboman tahun 2022 yang menewaskan tiga guru Tiongkok di Karachi.

Kelompok teroris lain, seperti TTP dan ISIS Provinsi Khorasan, juga telah menargetkan kepentingan Tiongkok di Pakistan.

Serangan baru-baru ini pada Maret 2024, yang menewaskan lima warga negara Tiongkok yang bekerja di proyek pembangkit listrik tenaga air, semakin memperburuk hubungan antara Islamabad dan Beijing.

Sebagai tanggapan, Tiongkok menuntut penyelidikan menyeluruh, yang mendorong Pakistan untuk membentuk tim investigasi gabungan dan menawarkan kompensasi sebesar USD 2,5 juta kepada keluarga korban.

Tiongkok telah berulang kali mendesak Pakistan untuk melakukan operasi militer terhadap kelompok teroris yang mengancam kepentingan Tiongkok.

Krisis ekonomi Pakistan yang sedang berlangsung semakin mempersulit kemampuannya untuk memenuhi tuntutan keamanan Tiongkok. Kementerian Keuangan melaporkan bahwa negara tersebut telah menderita kerugian finansial sebesar USD 107 miliar akibat militansi sejak serangan 9/11, yang menyoroti dampak ekonomi jangka panjang dari terorisme.

 

4 dari 4 halaman

Proyek CPEC Terpengaruh?

Situasi keamanan juga telah memperlambat laju dan cakupan proyek CPEC, dengan investor Tiongkok semakin enggan untuk berkomitmen pada usaha baru tanpa jaminan keamanan.

Keraguan ini mengancam akan merusak manfaat ekonomi yang diharapkan Pakistan dari CPEC, termasuk penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur, dan keamanan energi.

Pemerintah Pakistan telah berupaya untuk meyakinkan China akan komitmennya untuk melindungi warga negara dan kepentingan China.

Namun, jaminan ini tampak hampa jika dihadapkan pada serangan dan pelanggaran keamanan yang terus berlanjut. Situasi ini semakin rumit karena dinamika regional, khususnya hubungan Pakistan dengan Afghanistan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.