Sukses

1 WNI Ditangkap Polisi Arab Saudi karena Merekam Mayat di Jeddah, Terancam Denda Rp2,1 Miliar dan Penjara 1 Tahun

Adapun sebuah video baru-baru ini beredar di media sosial yang menunjukkan seorang ekspatriat warga negara Indonesia (WNI) merekam mayat orang yang meninggal saat memindahkan jasad ke mobil jenazah.

Liputan6.com, Jeddah - Polisi Arab Saudi telah menangkap seorang ekspatriat yang diduga merekam mayat orang, hal yang melanggar undang-undang perlindungan privasi. Ini merupakan penangkapan kedua yang dilaporkan di kerajaan tersebut dalam waktu kurang dari sebulan.

Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi mengatakan polisi di kota pelabuhan Jeddah telah menangkap seorang warga negara Indonesia (WNI) karena mendokumentasikan dan mengunggah klip video yang merusak privasi dan melanggar undang-undang anti-kejahatan siber kerajaan.

"Prosedur disiplin diambil terhadap orang yang dicari yang dirujuk ke penuntutan umum," kata polisi dalam sebuah pernyataan singkat seperti dikutip dari Gulf News, Selasa (13/8/2024).

Adapun sebuah video baru-baru ini beredar di media sosial yang menunjukkan seorang ekspatriat merekam mayat orang yang meninggal saat memindahkan jasad ke mobil jenazah, portal berita Saudi Akhbar24 melaporkan.

Bulan lalu, polisi Saudi mengatakan mereka telah menangkap seorang ekspatriat Bangladesh di Riyadh yang dituduh telah merekam dan mengunggah klip video yang menunjukkan jenazah yang dibungkus kain kafan.

Rekaman tersebut memperlihatkan jenazah yang diselimuti kain kafan di dalam rumah sakit saat proses pemindahan jenazah ke kamar mayat sebelum dimakamkan.

Untuk diketahui, mengambil gambar orang lain tanpa izin dilarang di Arab Saudi. Berdasarkan hukum Saudi, pelanggaran tersebut dapat dihukum dengan denda hingga SR500.000 atau sekitar Ro2,1 miliar dan penjara maksimal satu tahun.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pelanggaran Ekspatriat Lainnya

Dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Saudi telah menangkap beberapa ekspatriat yang terlibat dalam berbagai kasus pelanggaran hukum dan kekerasan.

Bulan Juli lalu, polisi Saudi mengatakan mereka telah menangkap 11 ekspatriat karena menghalangi lalu lintas di Riyadh dan mendokumentasikan tindakan tersebut secara daring. Polisi mengatakan para pelanggar tersebut termasuk 10 warga Bangladesh yang dituduh menghalangi lalu lintas dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi para pejalan kaki.

Satu tersangka lagi ditangkap karena merekam tindakan tersebut dalam klip video yang melanggar undang-undang antikejahatan siber kerajaan.

Pada bulan Juni, polisi mengatakan mereka telah menangkap 14 ekspatriat di Riyadh yang diduga terlibat dalam pencurian kabel tembaga senilai lebih dari SR8 juta. Para pelaku diidentifikasi sebagai 12 warga negara Pakistan dan dua warga negara Afghanistan.

Pada bulan Mei, polisi Saudi mengatakan mereka telah menangkap seorang warga negara Turki yang diduga melakukan pembakaran di kota suci Makkah. Pria itu muncul dalam sebuah video yang membakar dua mobil yang diparkir di tempat umum.

3 dari 4 halaman

37 WNI Pemegang Visa Ziarah Ditangkap Polisi Saudi, Diduga Gunakan Atribut Haji Palsu

Sebelumnya, otoritas keamanan Arab Saudi kembali menahan 37 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang kedapatan hanya memiliki visa ziarah tetapi diduga kuat berniat untuk berhaji.

Konjen RI Jeddah Yusron B. Ambarie mengatakan penahanan tersebut dilakukan di Madinah pada Sabtu (1/6/2024) siang Waktu Arab Saudi (WAS).

"37 orang ditangkap di Madinah oleh aparat keamanan di Madinah, 16 perempuan, laki-laki 21 orang. Dari Makassar," ujar Yusron di Makkah, dilansir dari Antara, Minggu (2/6/2024).

Menurut Yusron, mereka terbang dari Indonesia ke Doha, lalu ke Riyadh. Saat perjalanan ke Madinah, polisi Arab Saudi melakukan pengecekan dan mendapati mereka yang diduga akan berhaji.

Dari hasil pemeriksaan aparat keamanan, diketahui puluhan WNI tersebut menggunakan atribut haji palsu yang selama ini dipakai oleh jamaah calon haji Indonesia resmi.

"Gelang haji palsu, kartu id palsu, dan ada juga yang memalsukan visa haji," ungkap Yusron.

Dari 37 orang itu, ada seorang koordinator berinisial SJ. Dia menggunakan visa multiple yang berlaku untuk satu tahun.

Selain SJ, kata dia, ada satu orang koordinator lainnya yang sedang diburu polisi berinisial TL.

"37 orang yang sudah ditangkap saat ini sedang diperiksa kepolisian. Di sini proses pemeriksaan cepat," ucap dia.

Menurutnya, sebelum penangkapan 37 orang ini, ada juga 19 orang yang diamankan, namun dibebaskan kembali karena tidak terbukti mereka akan berhaji.

"Mereka mengaku akan pergi ke keluarganya di Jeddah, tim KJRI berhasil membantu mereka untuk dibebaskan. Kami minta mereka segera pulang dan tidak coba-coba untuk berhaji," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

2 WNI Ditangkap di Singapura, Kedapatan Bawa Uang Rp 394 Juta

Sementara itu, dua perempuan yang merupakan warga negara Indonesia atau WNI kedapatan membawa uang tunai setara Rp 394 juta dan ditangkap di Singapura. Keduanya ditangkap usai turun dari kapal feri di Singapore Cruise Center.

Mengutip Straits Times, Rabu (17/5/2023), Otoritas Imigrasi Singapura (ICA) menyebut uang tunai itu dibagi tiga bagian yang dibungkus kantong plastik. Kemudian, seluruhnya ditempatkan dalam 2 koper yang berbeda, ditambah dengan 1 ransel.

Seluruh uang itu ketahuan setelah melalui mesin pindai X-Ray. Petugas kemudian melakukan pemeriksaan isi tas tersebut.

ICA menyebut, kasus ini telah dialihkan ke pihak kepolisian untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.

Diketahui, wisatawan yang masuk ke Singapura harus melaporkan jumlah uang tunai yang dibawanya dengan nilai lebih dari SGD 20.000 atau setara Rp 211 juta. Bentuk lain seperti wesel dan cek juga perlu mendapat persetujuan.

Persyaratan ini berlaku apakah seseorang membawa barang untuk dirinya sendiri atau atas nama orang lain. Ini juga berlaku untuk mereka yang bepergian dengan orang lain.

Jika aturan tersebut tak dituruti, maka akan dikenakan pelanggaran yang menyebabkan ada denda SGD 50.000 dan/atau hukuman penjara selama 3 tahun. Barang-barang yang tidak dilaporkan juga dapat disita, dan setelah dinyatakan bersalah, juga dapat disita.

“Persyaratan pelaporan ini merupakan bagian dari upaya memerangi pencucian uang internasional dan pendanaan terorisme,” kata ICA, dikutip dari Straits Times.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini