Liputan6.com, Bangkok - Partai terbesar dalam pemerintahan sementara Thailand, Pheu Thai, bertemu pada Kamis (15/8/2024) untuk memilih pengganti mantan perdana menteri Srettha Thavisin yang diberhentikan Rabu (14/8).
Hal ini dilakukan lantaran partai tersebut tengah memperkuat aliansinya, sehari menjelang pemungutan suara parlemen yang penting untuk memilih perdana menteri baru.
Baca Juga
Dilansir The Guardian, Kamis (15/8/2024), Thailand kembali dilanda drama politik,kurang dari setahun setelah taipan real estate itu menduduki tampuk kekuasaan.
Advertisement
Pemecatan Srettha oleh pengadilan konstitusi pada Rabu merupakan pukulan telak terbaru bagi Pheu Thai.
Pheu Thai kini harus memilih satu dari dua kandidat yang memenuhi syarat – Chaikasem Nitisiri, mantan jaksa agung dan menteri kehakiman, dan Paetongtarn Shinawatra, putri berusia 37 tahun dari tokoh politik terkemuka Thaksin Shinawatra.
Pheu Thai telah bergerak cepat untuk mempertahankan keunggulannya, di mana para koalisinya segera bertemu di kediaman Thaksin pada Rabu malam.
"Mereka ingin bersikap tegas … Semakin lama waktu yang dibutuhkan, semakin banyak pertengkaran dan perebutan kekuasaan yang akan terjadi, jadi semakin cepat semakin baik," kata Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik di Universitas Chulalongkorn.
"Jika mereka dapat memberikan suara lebih awal, maka pemungutan suara akan lebih mudah diatur. Mereka dapat mengendalikan hasil pemilihan."
Partai Bergerak Cepat
Sidang parlemen kurang dari 48 jam setelah pemecatan Srettha sangat kontras dengan tahun lalu, ketika butuh waktu dua bulan bagi majelis rendah untuk bersidang guna memberikan suara pada perdana menteri baru setelah pemilihan umum.
Aliansi Pheu Thai yang beranggotakan 11 partai menguasai 314 kursi di DPR dan seharusnya tidak mengalami kesulitan dalam memilih perdana menteri pada hari Jumat.
Untuk menjadi perdana menteri, seorang kandidat membutuhkan persetujuan lebih dari separuh dari 493 anggota parlemen saat ini.
Advertisement
Dua Kandidat Pilihan
Pheu Thai harus memutuskan apakah akan mendukung pendukung setia partai Chaikasem, atau memberi ujian berat kepada Paetongtarn yang masih pemula, dan mengambil risiko reaksi keras seperti yang dialami ayahnya, dan kemudian bibinya Yingluck Shinawatra, yang keduanya digulingkan dalam kudeta sebelum melarikan diri ke pengasingan untuk menghindari hukuman penjara.
"Jika Paetongtarn yang melakukannya, dia akan terbuka untuk diserang... Jika Anda bertanya kepada Thaksin, dia mungkin menginginkannya menjadi perdana menteri," kata Titipol Phakdeewanich, seorang ilmuwan politik di Universitas Ubon Ratchathani.
"Jika Pheu Thai tidak dapat memberikan apa pun, maka itu bisa menjadi akhir bagi keluarga Shinawatra dalam dunia politik."