Sukses

Jepang Cabut Peringatan Gempa Besar, Minta Warga Kembali Hidup Normal

Jepang mencabut peringatan pada hari Kamis bahwa "gempa besar" yang berpotensi menyebabkan kerusakan besar dan hilangnya nyawa dapat terjadi, sementara pemerintah meminta masyarakat untuk "kembali ke kehidupan normal".

Liputan6.com, Tokyo - Jepang mencabut peringatan pada hari Kamis (15/8/2024) bahwa "gempa besar" yang berpotensi menyebabkan kerusakan besar dan hilangnya nyawa dapat terjadi. Sementara pemerintah meminta masyarakat untuk "kembali ke kehidupan normal".

Peringatan yang sudah berlangsung sepekan bahwa bencana seperti itu mungkin melanda negara kepulauan berpenduduk 125 juta orang tersebut, mendorong ribuan orang untuk membatalkan liburan dan menimbun kebutuhan pokok, sehingga rak-rak berisi makanan dan bahan pokok lain di beberapa toko pun kosong.

"Masyarakat Jepang bebas untuk kembali ke gaya hidup normal," kata Menteri Penanggulangan Bencana Yoshifumi Matsumura saat mengumumkan pencabutan peringatan tersebut pada pukul 5:00 sore (08.00 GMT).

Namun, ia mengatakan masyarakat tidak boleh melupakan langkah-langkah seperti mengamankan perabotan, memastikan anggota keluarga mengetahui lokasi tempat penampungan evakuasi, dan menimbun makanan darurat.

"Peringatan khusus untuk perhatian telah berakhir, tetapi itu tidak berarti risiko gempa besar telah dihilangkan," kata Matsumura kepada wartawan.

"Kami meminta (masyarakat) untuk terus memperhatikan tindakan pencegahan harian ini dan tetap waspada terhadap gempa besar yang dapat terjadi kapan saja, di mana saja," katanya.

Badan cuaca Jepang mengatakan Kamis lalu kemungkinan gempa Jepang besar "lebih tinggi dari biasanya" menyusul guncangan berkekuatan magnitudo 7,1 kala itu yang melukai 15 orang.

Itu adalah jenis gempa tertentu yang dikenal sebagai gempa megathrust subduksi, yang telah terjadi berpasangan di masa lalu dan dapat melepaskan tsunami besar.

Imbauan tersebut menyangkut Palung Nankai di antara dua lempeng tektonik di Samudra Pasifik. Jurang bawah laut sepanjang 800 kilometer (500 mil) itu membentang sejajar dengan pantai Pasifik Jepang, termasuk di lepas wilayah Tokyo, wilayah perkotaan terbesar di dunia dan rumah bagi sekitar 40 juta orang.

Semua segmen Palung Nankai pecah sekaligus pada tahun 1707, melepaskan gempa bumi yang tetap menjadi gempa bumi terkuat kedua di negara itu yang pernah tercatat.

Gempa bumi Jepang tersebut, yang juga memicu letusan terakhir Gunung Fuji, diikuti oleh dua gempa besar Nankai pada tahun 1854, dan masing-masing satu pada tahun 1944 dan 1946.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peringatan Gempa Besar Sebelumnya

Pemerintah Jepang mengatakan gempa besar berikutnya berkekuatan magnitudo 8-9 di sepanjang Palung Nankai memiliki kemungkinan sekitar 70 persen terjadi dalam 30 tahun ke depan.

Dalam skenario terburuk, 300.000 jiwa bisa hilang, menurut perkiraan para ahli, sementara beberapa teknisi mengatakan kerusakannya bisa mencapai $13 triliun, dengan infrastruktur hancur.

Namun, para ahli mengatakan risikonya masih rendah dan kementerian pertanian dan perikanan mendesak orang-orang pada hari Sabtu "untuk menahan diri dari menimbun barang secara berlebihan".

Pernyataan itu muncul setelah supermarket membatasi pembelian termasuk air minum kemasan dan karena permintaan melonjak secara daring untuk barang-barang darurat seperti toilet portabel dan makanan yang diawetkan.

Peringatan gempa besar itu bahkan mendorong Perdana Menteri Fumio Kishida untuk membatalkan perjalanan empat hari ke Asia Tengah akhir pekan lalu.

Beberapa kereta peluru mengurangi kecepatannya sebagai tindakan pencegahan dan pembangkit listrik tenaga nuklir diinstruksikan oleh pihak berwenang untuk memeriksa ulang persiapan bencana mereka.

 

3 dari 4 halaman

Memicu Ketakutan

Jepang terletak di atas empat lempeng tektonik utama dan mengalami sekitar 1.500 gempa bumi setiap tahun, sebagian besar di antaranya kecil.

Dampaknya umumnya terkendali bahkan dengan getaran yang lebih besar berkat teknik bangunan yang canggih dan prosedur darurat yang dipraktikkan dengan baik.

Peringatan Asosiasi Meteorologi Jepang adalah yang pertama berdasarkan aturan baru yang disusun setelah gempa bumi, tsunami, dan bencana nuklir tahun 2011 yang menyebabkan sekitar 18.500 orang meninggal atau hilang.

Tsunami tahun 2011 menyebabkan tiga reaktor hancur di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, yang menyebabkan bencana pascaperang terburuk di Jepang dan kecelakaan nuklir paling serius di dunia sejak Chernobyl.

"Sejarah gempa bumi besar di Nankai sangat menakutkan," tulis ahli geologi Kyle Bradley dan Judith A. Hubbard dalam buletin Wawasan Gempa Bumi mereka minggu lalu.

Namun, hanya ada "kemungkinan kecil" bahwa gempa bumi bermagnitudo 7,1 minggu lalu merupakan gempa pendahuluan.

"Salah satu tantangannya adalah bahwa meskipun risiko gempa kedua meningkat, risikonya tetap rendah," kata mereka.

 

4 dari 4 halaman

Peringatan soal Gempa Besar Jepang Picu Pembatalan Ribuan Booking Hotel

Peringatan gempa besar yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jepang telah memicu pembatalan ribuan hotel di daerah yang ditandai sebagai risiko tinggi. Hal ini diakui oleh industri perhotelan memberikan pukulan berat di salah satu musim tersibuk.

Layanan cuaca Jepang memperingatkan pekan lalu bahwa gempa besar lebih mungkin terjadi setelah gempa magnitudo 7,1 mengguncang pada hari Kamis (8/8/2024), yang menyebabkan sedikitnya 15 orang terluka.

Peringatan tersebut, yang pertama kali dikeluarkan, tidak berarti gempa besar akan segera terjadi, namun risikonya meningkat.

Yang menjadi sasaran peringatan adalah kawasan Palung Nankai, yakni zona bawah laut sepanjang 800 km yang membentang dari Shizuoka, sebelah barat Tokyo, hingga ujung selatan pulau Kyushu.

Di Kochi bagian barat, di antara wilayah yang diproyeksikan akan terdampak paling parah, sedikitnya 9.400 orang telah membatalkan pemesanan hotel mereka sejak peringatan dikeluarkan minggu lalu. Demikian menurut serikat pekerja hotel setempat, seperti dilansir CNA, Rabu (14/8).

Sebelumnya, perwakilan serikat pekerja Susumu Nishitani mengatakan kepada AFP bahwa Pembatalan yang mencakup periode dari 9 Agustus hingga 18 Agustus mengakibatkan kerugian sekitar 140 juta yen atau sekitar Rp15 miliar.

Peringatan terkait gempa besar muncul bertepatan dengan hari libur tahunan "obon" Jepang, musim yang sibuk bagi bisnis pariwisata ketika banyak orang Jepang mengunjungi kampung halaman mereka dan memberi penghormatan kepada leluhur.

"Biasanya semua hotel dan penginapan di kota kami akan dipesan penuh pada saat ini," tutur Nishitani.

Ribuan pembatalan lainnya diperkirakan terjadi di Dogo Onsen di Kota Matsuyama, salah satu sumber air panas tertua dan terkenal di Jepang.

Media lokal melaporkan bahwa peringatan gempa besar akan dicabut pada hari Kamis (15/8) jika tidak terdeteksi adanya kelainan pada aktivitas seismik.

"Kami sedikit berharap bahwa reservasi baru akan mulai bermunculan setelah peringatan dicabut," kata Nishitani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.