Liputan6.com, New York - Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (15/8/2024) mengeluarkan Resolusi 2748, yang mengizinkan otoritas Misi Transisi Uni Afrika di Somalia (ATMIS) untuk tetap bertugas di negara Somalia hingga Desember 2024.
ATMIS telah mengurangi kehadirannya dan diperkirakan akan menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Somalia pada akhir tahun ini, dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (17/8).
Baca Juga
Setelah resolusi tersebut disahkan, Duta Besar Somalia Abukar Dahir Osman berkata; "Kami menyadari perlunya memperpanjang resolusi ATMIS hingga Desember 2024 untuk memastikan kelancaran transisi seiring kami mempersiapkan pengaturan keamanan pasca ATMIS pada 2025."
Advertisement
"Sangat penting untuk berkomitmen terhadap dukungan yang diperlukan untuk memungkinkan Pasukan Nasional Somalia dan ATMIS melanjutkan pekerjaan vitalnya. Upaya kolaboratif ini sangat penting saat kita berupaya menuju keberhasilan transisi ke kerangka pemeliharaan perdamaian yang baru."
Namun dia menambahkan; "Sayangnya, kita telah menyaksikan penundaan di hampir semua tahap penarikan. Oleh karena itu, koordinasi antara negara-negara yang mengkontribusi pasukan dan kontraktor-kontraktor PBB sangat penting dalam proses ini. Kolaborasi yang efektif tidak hanya memfasilitasi penarikan pasukan enjaga perdamaian secara aman dan tertib, tetapi juga meminimalkan potensi gangguan yang dapat timbul selama fase kritis ini."
Resolusi ini muncul beberapa bulan setelah Somalia meminta PBB untuk mengakhiri misi penjaga perdamaian di negara tersebut untuk melawan kelompok ekstremis al-Shabab yang terkait dengan al-Qaeda.
Wakil Sekjen PBB Puji Kontribusi Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia untuk Dunia Internasional
Bicara soal misi perdamaian, Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Bidang Operasi Pasukan Perdamaian Jean-Pierre Francois Renaud Lacroix memuji pasukan penjaga perdamaian Indonesia atas dedikasi yang selama ini telah dilakukan untuk dunia.
Lacroix menyebut selama ini pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia memberikan kontribusi besar dalam menjaga stabilitas di sejumlah negara.
Ia memberi contoh di wilayah Afrika, tepatnya di Republik Demokratik Kongo. Pasukan penjaga perdamaian Indonesia melindungi warga sipil dari kekerasan dan sejumlah situasi, seperti konflik.
"Pasukan penjaga perdamaian Indonesia melindungi warga sipil dari kekerasan dan melindungi 1000-an orang setiap harinya," kata Lacroix dalam wawancara bersama Liputan6 SCTV pada Rabu (10/7).
"Contoh lainnya, pasukan penjaga perdamaian Indonesia juga berkontribusi membangun jalan dan memberi dampak bagi masyarakat di Lebanon."
"Saat ini mereka sedang mengalami situasi yang sulit karena ada permusuhan antara Lebanon dan Israel."
Namun Lacroix meyakini bahwa tugas pasukan penjaga perdamaian tersebut memainkan peran penting karena mereka adalah satu-satunya penghubung antara kedua pihak yang berkonflik.
"Peran mereka adalah untuk mengurangi dampak kekerasan, juga membantu penduduk yang terkena dampak. Kerja mereka membuat perbedaan besar," kata Lacroix.
Â
Advertisement
Kontribusi Indonesia di Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB
Dikutip dari laman Kemlu.go.id, kontribusi Indonesia pada Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB dimulai pada tahun 1957, saat Indonesia mengirimkan 559 personel infantri sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai.
Pengir​iman tersebut diikuti dengan kontribusi 1.074 personel infantri (1960) dan 3.457 personel infantri (1962), sebagai bagian dari United Nations Operation in the Congo (ONUC) di Republik Kongo.
Saat ini, jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai MPP PBB adalah sejumlah 3.544 personel (termasuk 94 personel perempuan), dan menempatkan Indonesia di urutan ke-7 dari 124 Troops/Police Contributing Countries (T/PCC).
Personel dan Pasukan Kontingen Garuda tersebut bertugas di 8 (delapan) MPP PBB, yaitu UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur,Sudan), MINUSCA (Repubik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), MINURSO (Sahara Barat), UNMISS (Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan).
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence