Sukses

WNI Putry Jadi Tersangka Penipuan Vila Rp1,2 Miliar, Ditangkap dan Disidang di Australia Setelah 4 Tahun

WNI Putry disebut meminta korban menyerahkan sejumlah uang, yang jika dijumlahkan totalnya sekitar Rp1,2 miliar (AU$120,000), namun villa yang dijanjikan tak kunjung terealisasi sementara keuntungannya pun tak ada.

Liputan6.com, Melbourne - Kasus seorang Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia yang dituding melakukan penipuan di Negeri Kanguru akhirnya menemui titik terang.

Laporan ABC Indonesia yang dikutip Senin (19/8/2024) menyebut bahwa kepolisian negara bagian New South Wales telah mengonfirmasi penangkapan Prima Putri Ratnasari alias Putry Thornhill dengan lima tuduhan "memperoleh keuntungan finansial secara tidak jujur, dll melalui penipuan".

Nama Prima Putri Ratnasari atau yang juga dikenal dengan nama Putry Thornhill pertama kali mencuat sekitar empat tahun yang lalu.  Namanya beredar di sejumlah Facebook group, yang dibuat oleh orang-orang yang mengaku sebagai korban dari Putry, atau mewakili beberapa pihak dengan keluhan yang sama: ditipu dengan kedok tas mewah. 

Kebanyakan yang merasa tertipu oleh Prima Putri Ratnasari, perempuan yang saat itu berdomisili di negara bagian New South Wales, adalah warga Indonesia di Australia.

Mereka mengatakan sudah membuat laporan kepada polisi, tapi karena Putry telanjur pulang ke Indonesia, polisi Australia mengatakan "orang yang dicari akan ditangkap jika ia kembali ke Australia", seperti terungkap dari dokumen yang diperoleh dan dibaca oleh ABC.

Empat tahun berlalu, nama Putry mencuat lagi ketika ia terbang kembali ke Australia. Ia kembali dituduh melakukan penipuan oleh sejumlah orang, tapi kali ini kedoknya berbeda yakni tawaran investasi vila di Bali.

Ada setidaknya empat orang yang mengaku kepada ABC menjadi korban penipuan Putry yang menawarkan mereka berinvestasi dengan model bagi hasil.

Dua di antaranya berkebangsaan Australia, satu warga Amerika Serikat, dan satu lagi orang Kanada.

Setelah mereka menyerahkan sejumlah uang, yang jika dijumlahkan totalnya sekitar Rp1,2 miliar (AU$120,000), villa yang dijanjikan tak kunjung terealisasi sementara keuntungannya pun tak ada.

Mencium gelagat tak beres, keempatnya meminta uang mereka dikembalikan. Tapi mereka lebih sering menerima penjelasan alasan Putry belum bisa mengembalikannya, dibanding transferan dana.

Merasa terus dijanjikan tanpa kepastian, mereka sudah melaporkan Putry ke sejumlah lembaga, mulai ke Scamwatch, polisi wilayah, polisi federal, bahkan sampai ke Kepolisian Daerah Bali, tempat domisili terakhir Putry.

2 dari 4 halaman

Kronologi Penangkapan WNI Putry Setelah Empat Tahun

Kepastian penangkapan Putri Prima Ratnasari atau Putry Thornhill didapatkan oleh ABC dari kepolisian New South Wales.

Pada hari Senin, 29 Juli 2024, polisi menangkap seorang perempuan berusia 29 tahun di Gateway Boulevard di Morisset. Ia dibawa ke Kantor Polisi Newcastle dan didakwa dengan lima tuduhan memperoleh keuntungan finansial secara tidak jujur, dll. melalui penipuan.

Ia diberikan jaminan bersyarat yang ketat untuk hadir di Pengadilan Lokal Newcastle pada hari Kamis, 8 Agustus 2024.Polisi mengatakan Putry telah mengaku bersalah atas tuduhan-tuduhan tersebut dan sudah menghadiri sidang vonis pada 12 Agustus 2024.

Pengadilan lokal Gosford di New South Wales juga membenarkan jika Putri Prima Ratnasari telah menjalani sidang dan hasilnya diumumkan hari Senin kemarin (12/8).

Menurut informasi yang disampaikan oleh Gosford Local Court kepada ABC, "pelaku, PRIMA PUTRI RATNASARI, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman Perintah Koreksi Masyarakat (Community Correction Order atau CCO) selama 18 bulan yang dimulai pada 12 Agustus 2024 dan berakhir pada 11 Februari 2026."

Menurut situs pengadilan NSW, pengadilan dapat menggunakan bentuk hukuman CCO untuk menghukum pelanggar atas kejahatan yang tidak memerlukan hukuman penjara, tetapi kejahatan tersebut juga tidak bisa hanya dijatuhi denda atau hukuman yang lebih rendah.

CCO adalah perintah pengadilan yang memungkinkan terpidana menjalani hukuman di tengah masyarakat dengan syarat dan ketentuan.

Selain CCO, Putry juga diperintahkan oleh pengadilan untuk membayar sejumlah kompensasi atas perbuatannya.

3 dari 4 halaman

Komentar Jubir Kementerian Dalam Negeri Australia

 

Seorang juru bicara dari Departemen Dalam Negeri, departemen yang berwenang dalam urusan keimigrasian di Australia, mengatakan "tidak mengomentari kasus individual" saat ABC Indonesia menanyakan implikasi putusan pengadilan ini pada Putry yang memegang paspor Indonesia.

Tetapi dalam pernyataannya, juru bicara tersebut menekankan semua warga negara non-Australia yang ingin masuk atau tinggal di Australia harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Migrasi 1958 dan Peraturan Migrasi 1994, termasuk persyaratan identitas, kesehatan, keamanan, dan karakter. 

"Bagian 501 Undang-Undang tersebut memungkinkan Departemen untuk menolak memberikan, atau membatalkan, visa atas dasar bahwa orang tersebut tidak lulus tes karakter."

"Seseorang mungkin tidak lulus tes karakter karena sejumlah alasan, termasuk ... jika mereka memiliki catatan kriminal yang substansial, atau jika perilaku mereka menimbulkan risiko bagi komunitas Australia." 

"Saat membuat keputusan apakah akan menolak memberikan, atau membatalkan visa atas dasar karakter, departemen dipandu oleh Arahan Menteri 110, yang menetapkan pertimbangan yang harus diseimbangkan saat memutuskan apakah akan menolak atau membatalkan visa seseorang atas dasar karakter ... memastikan keselamatan masyarakat Australia diberikan bobot lebih besar oleh para pengambil keputusan ketika mempertimbangkan apakah warga negara non-Australia yang terlibat dalam tindak pidana atau perilaku serius lainnya gagal dalam uji karakter."

ABC mengetahui beberapa warga Australia yang merasa menjadi korban penipuan Putry berkedok investasi vila, sudah mengirimkan surat ke Departemen Dalam Negeri Australia, meminta agar Putry dideportasi untuk menghadapi tuduhan dugaan penipuan yang dilakukannya di Bali. 

 

4 dari 4 halaman

Dilaporkan Juga ke Polda Bali

Alana Cayless, salah satu orang yang merasa menjadi korban penipuan Putry mengaku sudah mengetahui berita penangkapan Putry serta hukuman yang diterimanya.

"Saya tahu dia telah ditangkap dan didakwa atas penipuan tas yang terjadi tahun 2020, tidak dipenjara, karena tuduhan tidak cukup berat," kata Alana.

"Orang-orang yang tampil mengadukannya untuk penipuan tas mewah, bukan penipuan vila sebesar A$40.000, saya berharap semua korbannya tampil dan melaporkannya."

"Saya baru saja menyelesaikan laporan dugaan penipuan yang saya alami ke kepolisian Bali.""Polisi Australia tidak dapat berbuat banyak terkait penipuan [vila] yang ia lakukan di Bali. Mereka sedang mengumpulkan semua korban Bali yang melapor," ujarnya.

Alana mengaku sudah memberi tahu polisi Bali jika ia juga melaporkan apa yang dialaminya ke polisi Australia.

Akhir bulan lalu, salah satu pembaca menghubungi ABC untuk memberitahu jika ia hampir menjadi korban penipuan Putry berkedok vila di Bali.

"Saya bertemu dengan perempuan ini akhir pekan yang lalu, dan ia memberikan saya kontrak perjanjian yang sama dengan yang ada di artikel [ABC] ini, dengan informasi yang sama tentang investasi di vila-vila ini," katanya.

"Saya melaporkannya ke polisi dan saya ingin dia ditangkap," tambahnya.

Chris Slade, warga Australia yang mengaku jadi korban penipuan vila di Bali mengatakan pemberitaan penangkapan Putry dan hukuman yang diterima terkait jual beli tas mewah bisa menjadi cara untuk memperingatkan orang-orang yang baru bertemu dengannya, atau yang tidak mengenal rekam jejaknya di masa lalu.