Liputan6.com, Kabul - Taliban mengumumkan larangan masuk bagi Richard Bennett, pelapor khusus yang ditunjuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk memasuki Afghanistan. Pengumuman tersebut disampaikan oleh juru bicara pemerintah Taliban kepada stasiun televisi lokal, Tolo, dengan tuduhan bahwa Bennett menyebarkan propaganda yang merugikan.
Bennett ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada tahun 2022 untuk memantau situasi hak asasi manusia di Afghanistan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada tahun sebelumnya, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (22/8/2024).
Baca Juga
Meskipun bermarkas di luar Afghanistan, Bennett telah melakukan beberapa kunjungan ke negara tersebut untuk meneliti kondisi HAM, terutama perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan yang dianggapnya bisa menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Advertisement
Namun, Dewan HAM PBB belum memberikan komentar mengenai larangan ini, dan Bennett sendiri tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan tanggapan, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (22/8/2024).
Menurut Abdul Qahar Balkhi, juru bicara Kementerian Luar Negeri pemerintahan Taliban, Bennett gagal memperoleh visa perjalanan ke Afghanistan. Balkhi menambahkan bahwa meskipun Bennett telah diminta untuk mematuhi profesionalisme dalam pekerjaannya, laporan-laporannya dianggap berdasarkan prasangka dan anekdot yang merugikan kepentingan Afghanistan dan rakyatnya.
Zabihullah Mujahid, juru bicara pemerintahan Taliban, juga menegaskan bahwa Taliban menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam dan adat istiadat setempat. Mujahid menyatakan kepada Tolo bahwa Bennett tidak akan diizinkan masuk ke Afghanistan karena dianggap menyebarkan propaganda dan membesar-besarkan isu-isu kecil.
Taliban Belum Diakui
Sejak tiga tahun berkuasa setelah penarikan pasukan asing, Taliban belum diakui secara resmi oleh pemerintah asing mana pun.
Pejabat asing, termasuk dari Washington, menyatakan bahwa pengakuan terhadap Taliban akan terhambat sampai mereka mengubah sikap mereka terhadap hak-hak perempuan.
Taliban telah memberlakukan larangan bagi sebagian besar anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah dan menempuh pendidikan di universitas, serta membatasi perempuan dari memasuki taman-taman dan melakukan perjalanan jarak jauh tanpa wali laki-laki.
Aset bank sentral Afghanistan masih dibekukan, dan banyak pejabat senior Taliban terkena pembatasan perjalanan yang diterapkan PBB, yang mengharuskan mereka mencari pengecualian untuk memasuki negara lain.
PBB terus berupaya menemukan pendekatan internasional yang terpadu dalam menangani Taliban. Pada bulan Juni, para pejabat tinggi PBB dan utusan dari 25 negara bertemu dengan Taliban di Qatar. Pertemuan tersebut dikritik oleh kelompok HAM karena tidak menyertakan perempuan Afghanistan dan perwakilan masyarakat sipil.
Misi PBB ke Afghanistan tetap beroperasi dari Kabul dan terus memantau serta melaporkan masalah hak asasi manusia di negara tersebut.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement