Sukses

EBLM J0555-57, Bintang Terkecil di Tata Surya

Salah satu ciri paling mencolok dari EBLM J0555-57AB adalah ukurannya yang sangat kecil. Dengan radius sekitar 0,084 kali radius matahari, bintang ini hampir sebanding dengan ukuran planet Jupiter.

Liputan6.com, Jakarta - Bintang adalah benda langit yang memancarkan cahaya dan panas melalui reaksi fusi nuklir di intinya. Bintang tersusun dari gas yang sangat panas, sebagian besar terdiri dari hidrogen dan helium, yang merupakan dua unsur paling ringan.

Bintang bersinar dengan membakar hidrogen menjadi helium di intinya dan di kemudian hari menciptakan unsur-unsur yang lebih berat. Hingga saat ini, bintang EBLM J0555-57Ab dinobatkan sebagai bintang terkecil yang pernah ditemukan.

Dikutip dari laman Space pada Kamis (22/08/2024), bintang ini berada 600 tahun cahaya jauhnya dari bumi. EBLM J0555-57AB terletak di konstelasi Aquarius, tepatnya dalam sistem bintang ganda yang dikenal sebagai EBLM J0555-57.

Penemuan bintang ini diumumkan pada 2017 oleh tim astronom yang memanfaatkan data dari teleskop ruang angkasa dan observatorium di Bumi. Bintang ini menonjol karena ukurannya yang sangat kecil, menjadikannya salah satu contoh paling ekstrem dari bintang yang dapat kita amati.

Salah satu ciri paling mencolok dari EBLM J0555-57AB adalah ukurannya yang sangat kecil. Dengan radius sekitar 0,084 kali radius matahari, bintang ini hampir sebanding dengan ukuran planet Jupiter.

Hal ini menjadikannya lebih kecil daripada bintang-bintang lain yang biasa kita temui di tata surya. Meskipun ukurannya kecil, EBLM J0555-57AB memiliki massa sekitar 85 kali massa Jupiter.

Hal ini menunjukkan bahwa bintang ini, meskipun kecil, tetap memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menyatukan hidrogen menjadi helium dan menjadi bintang sejati.

Ukurannya yang kecil ini membuat para astronom melakukan kesalahan dalam proses identifikasi. Para astronom menganggapnya sempat sebagai sebuah planet.

Ukuran kecil 57Ab menempatkannya pada kelas bintang yang disebut bintang katai merah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bintang Katai Merah

Katai merah merupakan salah satu bintang yang paling banyak ditemukan di alam semesta ini. Sayangnya, katai merah terlalu redup untuk dilihat dengan mata telanjang dari bumi.

Cahayanya yang redup membuat bintang jenis ini memiliki masa hidup yang lebih lama dibandingkan matahari. Menurut astronom Michaël Gillon dari Universitas Liège di Belgia tidak ada definisi pasti tentang katai merah.

Katai merah terbentuk seperti bintang deret utama lainnya. Pertama, awan debu dan gas tertarik oleh gravitasi dan mulai berputar.

Materi tersebut kemudian menggumpal di tengahnya, dan ketika mencapai suhu kritis, fusi dimulai. Katai merah termasuk bintang terkecil, dengan berat antara 7,5 persen dan 50 persen massa matahari.

Ukurannya yang mengecil berarti suhu terbakar lebih rendah, hanya mencapai 3.500 derajat Celcius. Sebagai perbandingan, matahari memiliki suhu 5.500 C.

Suhu rendah yang dimiliki katai merah berarti jenis ini jauh lebih redup dibandingkan bintang seperti Matahari. Temperaturnya yang rendah juga berarti bahwa bintang itu membakar pasokan hidrogen dengan lebih cepat.

Sementara bintang lain yang lebih masif hanya membakar hidrogen di intinya sebelum mencapai akhir masa hidupnya. Katai merah mengonsumsi seluruh hidrogennya, di dalam dan di luar intinya.

Hal ini memperpanjang masa hidup katai merah hingga triliunan tahun. Usia ini jauh melampaui masa hidup bintang mirip matahari yang biasanya berumur 10 miliar tahun.

Katai merah seperti EBLM J0555-57AB, mempunyai umur yang lebih panjang dibandingkan jenis bintang lainnya. Namun seperti semua bintang lainnya, katai merah juga pada akhirnya akan kehabisan persediaan bahan bakarnya.

Pada akhir hidupnya, katai merah menjadi katai putih, bintang mati yang tidak lagi mengalami fusi pada intinya. Pada akhirnya, katai putih akan memancarkan seluruh panasnya dan menjadi katai hitam.

Namun tidak seperti matahari, yang akan menjadi katai putih dalam beberapa miliar tahun. Katai merah membutuhkan triliunan tahun untuk membakar bahan bakarnya.

Hal ini jauh lebih panjang dibandingkan usia alam semesta yang kurang dari 14 miliar tahun.

(Tifani)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini