Sukses

Mengenal Rwanda Lebih Dekat Lewat Perayaan Umuganura

Umuganura lekat dengan pertunjukan tarian tradisional, musik, dan makanan.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap bulan Agustus, Republik Rwanda punya tradisi perayaan yang telah mengakar dalam budayanya. Namanya Umuganura atau Hari Panen Nasional, yang pada hakikatnya mensyukuri dan merayakan pencapaian serta hasil panen dari tanah Rwanda.

"Umuganura dirayakan setiap Jumat pertama pada bulan Agustus setiap tahunnya. Jadi, tahun ini perayaannya jatuh pada 2 Agustus. Namun, kedutaan dan komisi tinggi di berbagai negara dapat merayakannya kapan saja selama bulan Agustus, tergantung situasi dan kondisi di negara mereka berada," jelas Duta Besar (Dubes) Republik Rwanda untuk Republik Indonesia Sheikh Abdul Karim Harelimana dalam perayaan Umuganura di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Dubes Harelimana menggarisbawahi bahwa perayaan Umuganura sangat penting dan relevan dalam kehidupan bernegara.

"Pertama, (dari Umuganura) kita belajar tentang persatuan, yang mana sangat penting. Ketika persatuan hilang, genosida (Rwanda) terjadi. Kedua kita belajar bagaimana bersatu sebagai sebuah bangsa," ujar Dubes Harelimana.

Dubes Harelimana menjelaskan bahwa sebelum kedatangan penjajah, negaranya dikenal sebagai kerajaan, yang sangat kuat secara politik dan militer.

"Ketika penjajah datang, hal pertama yang mereka lakukan agar dapat menguasai rakyat adalah memecah belah, sehingga mereka dapat memerintah. Inilah yang mereka lakukan di Rwanda. Penjajah memecah belah Rwanda menjadi kelompok-kelompok etnis dan menyebarkan kebencian di antara mereka. Mereka menghapus dan melarang simbol persatuan, termasuk Umuganura," cerita Dubes Harelimana.

Pada tahun 2011, Umuganura telah secara resmi diakui sebagai hari libur nasional.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencicipi Sajian Khas Rwanda

Dalam perayaan Umuganura di Jakarta disajikan sejumlah makanan khas Rwanda, di mana salah satunya adalah sup atau umufa. Daging yang digunakan adalah daging sapi.

Secara penampakannya, menu ini mirip dengan sup buntut khas Indonesia. Terlebih ditambah dengan adanya wortel.

"Dagingnya direbus selama berjam-jam hingga empuk. Tidak ada tambahan minyak atau margarin," tutur Chef Saleh.

Perbedaan yang jelas adalah pada rasanya, di mana sup khas Indonesia lebih kaya rempah. Umufa  dominan gurih kaldu.

Selain itu, ada pula makanan khas Rwanda lainnya yang disebut isombe, yang bahan baku utamanya adalah daun singkong. Secara tekstur dan visual, isombe mengingatkan pada masakan khas Indonesia, ubi tumbuk.

<p>Makanan khas Rwanda isombe. (Dok. Liputan6.com/Khairisa Ferida)</p>

Namun, Isombe tidak memakai santan dan rasanya cenderung hambar. Menu ini bisa disantap dengan singkong, nasi atau karbohidrat lainnya.

Setelah menikmati makan bersama, perayaan Umuganura ditutup dengan menarikan tarian tradisional Rwanda. Bahkan, sang dubes dan istri turut menggoyangkan tubuh mengikuti alunan musik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini