Sukses

100 Orang Tewas dalam Serangan Ekstremis di Burkina Faso

Al Qaeda telah menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Liputan6.com, Ouagadougou - Setidaknya 100 penduduk desa dan tentara tewas di Burkina Faso bagian tengah selama serangan pada akhir pekan di sebuah desa oleh kelompok yang terkait dengan al Qaeda.

"Penduduk desa di komune Barsalogho, yang berjarak 80 kilometer dari ibu kota, secara paksa membantu pasukan keamanan menggali parit untuk melindungi pos-pos keamanan dan desa-desa pada hari Sabtu (24/8/2024) ketika kelompok JNIM menyerbu daerah itu dan menembaki mereka," kata Wassim Nasr, spesialis Sahel dan peneliti senior di think tank keamanan Soufan Center, seperti dilansir AP, Selasa (27/8).

Al Qaeda pada hari Minggu mengaku bertanggung jawab atas serangan, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka memperoleh kendali penuh atas posisi milisi di Barsalogho, Kaya, sebuah kota strategis tempat pasukan keamanan biasa melawan ekstremis yang mencoba mendekati ibu kota, Ouagadougou.

"Setidaknya 100 jenazah terlihat dalam video yang beredar," kata Nasr.

Menteri Keamanan Burkina Faso Mahamadou Sana mengatakan dalam siaran televisi pemerintah pada hari Minggu bahwa pemerintah menanggapi serangan itu dengan dukungan dari darat dan udara. Di antara mereka yang tewas adalah tentara dan warga sipil, kata dia, tanpa menyebutkan jumlah pasti korban.

"Kami tidak akan menerima kebiadaban seperti itu," ujar Sana.

Dia menuturkan lebih lanjut, pemerintah telah mengarahkan bantuan medis dan kemanusiaan kepada semua yang terdampak dan pihak berwenang berkomitmen untuk melindungi nyawa.

2 dari 2 halaman

Celah Keamanan

Sekitar setengah dari Burkina Faso berada di luar kendali pemerintah karena negara tersebut dilanda serangan ekstremis yang meningkat, mengepung ibu kota. Kelompok yang terkait dengan al Qaeda dan ISIS telah membunuh ribuan orang dan membuat lebih dari 2 juta orang mengungsi.

Kekerasan menyebabkan dua kudeta pada tahun 2022. Namun, junta militer berjanji mengakhiri serangan, bahkan sampai mencari kemitraan keamanan baru dengan Rusia dan negara-negara lain yang dipimpin junta dan dilanda konflik di wilayah Sahel Afrika.

"Setidaknya 4.500 orang, rata-rata 19 orang setiap hari, tewas tahun ini dalam serangan oleh kelompok bersenjata di negara tersebut," ungkap Armed Conflict Location and Event Data Project, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

Pemimpin junta militer Burkina Faso, Kapten Ibrahim Traore — yang menurut para aktivis sedang merekrut para kritikus untuk bergabung dengan tentara sebagai hukuman — juga telah meminta warga sipil membantu militer dalam upaya keamanan. Satuan tugas sipil, Relawan Pembela Tanah Air (VDP), sudah bekerja sama erat dengan militer.

Parit yang digali di komune Barsalogho adalah salah satu dari beberapa parit yang diminta oleh pemerintah agar dibuat oleh warga sipil di area yang ingin dikuasai oleh kelompok ekstremis.

Ekstremis menjadi lebih sukses karena kurangnya perlindungan udara dan intelijen yang efisien oleh pasukan keamanan. Menurut Nasr, mereka juga aktif karena kontrol yang tidak efektif di area yang berbatasan dengan Mali dan Niger, dua negara yang juga berjuang melawan serangan kekerasan.

"Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan keamanan negara dan VDP juga telah menyebabkan lebih banyak orang bergabung dengan para ekstremis," imbuh Nasr.