Liputan6.com, Kyushu - Jepang telah mengeluarkan peringatan tingkat tertinggi kepada lebih dari lima juta orang setelah negara itu dilanda salah satu topan terkuatnya dalam beberapa dekade: Topan Shanshan. Mereka diminta mengungsi di Jepang barat daya saat Topan Shanshan menerjang daratan, membawa angin kencang, hujan deras, dan memicu tanah longsor.
Laporan BBCÂ yang dikutip Jumat (30/8/2024) menyebut bahwa setidaknya empat orang tewas dan lebih dari 90 orang terluka setelah Topan Shanshan menerjang daratan di barat daya negara itu. Ratusan ribu orang kehilangan aliran listrik.
Perintah tingkat lima yang dikeluarkan di beberapa bagian pulau selatan Kyushu memerintahkan penduduk untuk segera mengambil tindakan penyelamatan nyawa dengan pindah ke lokasi yang lebih aman atau mencari tempat berlindung yang lebih tinggi di rumah mereka. Di daerah lain, orang-orang telah disarankan untuk mengungsi.
Advertisement
Setelah menerjang daratan, Topan Shanshan melemah menjadi badai tropis yang dahsyat dan menghantam ke arah timur laut, membawa hujan lebat dan gangguan parah pada layanan transportasi.
"Topan Shanshan mendarat di Prefektur Kagoshima, di pulau selatan Kyushu, pada hari Kamis sekitar pukul 08:00 waktu setempat," kata Japan Meteorological Agency (JMA) atau Badan Meteorologi Jepang.
Badai dari Topan Shanshan meninggalkan jejak kehancuran, dengan banyak bangunan rusak dan jendela pecah oleh puing-puing yang beterbangan, pohon-pohon tumbang dan mobil-mobil terbalik.
Pada Selasa (26/8) malam, tiga orang dari keluarga yang sama - sepasang suami istri berusia 70-an dan seorang pria berusia 30-an - tewas akibat tanah longsor di Jepang bagian tengah sebelum topan itu tiba. Rumah mereka di Gamagori tersapu, sementara dua saudara perempuan lainnya berhasil diselamatkan.
Orang keempat dipastikan tewas oleh polisi pada Kamis. Pria berusia 80 tahun dari prefektur Tokushima itu terjebak setelah atap sebuah rumah runtuh sekitar pukul 17:30 waktu setempat (08:30 GMT), menurut outlet berita nasional Jepang NHK.
Pemadam kebakaran Jepang menyelamatkan pria itu sekitar 50 menit setelah insiden tetapi ia kemudian meninggal di rumah sakit. JMA mencatat curah hujan 110 mm di daerah tersebut sekitar waktu kejadian.
Â
Jepang Keluarkan Peringatan Khusus Cuaca hingga Perintah Evakuasi
JMA juga telah mengeluarkan "peringatan khusus" yang jarang terjadi untuk badai paling dahsyat, peringatan akan tanah longsor, banjir, dan kerusakan berskala besar. Sementara angin kencang dengan kecepatan hingga 252 km/jam (157mph) telah dilaporkan terjadi di Kyushu.
Sebagian besar perintah evakuasi telah diberlakukan untuk bagian selatan, tetapi beberapa juga telah dikeluarkan untuk Jepang bagian tengah.
Adapun video daring yang beredar menunjukkan pohon-pohon besar bergoyang, genteng-genteng beterbangan dari rumah-rumah, dan puing-puing beterbangan ke udara saat hujan deras mengguyur pulau tersebut.
Produsen mobil besar seperti Toyota dan Nissan menutup pabrik mereka, dengan alasan keselamatan karyawan serta potensi kekurangan suku cadang yang disebabkan oleh badai tersebut.
Advertisement
Penerbangan dan Layanan Kereta Ditangguhkan
Selain itu, Topan Shanshan juga mengakibatkan ratusan penerbangan ke dan dari Jepang selatan dibatalkan, dengan beberapa layanan kereta api berkecepatan tinggi juga telah ditangguhkan.
JMA memperkirakan badai tersebut akan bergerak melintasi Jepang selama akhir pekan sebelum mencapai ibu kota Tokyo.
Peringatan topan khusus, seperti yang dikeluarkan untuk Shanshan, diumumkan di Jepang jika terjadi badai yang luar biasa kuat.
Peringatan yang sama dikeluarkan pada bulan September 2022 saat Topan Nanmadol mendekati Kyushu - peringatan pertama yang diumumkan untuk wilayah selain Okinawa.
Topan Shanshan terjadi setelah Topan Ampil awal bulan ini, yang hanya menyebabkan cedera dan kerusakan ringan tetapi tetap mengganggu ratusan penerbangan dan kereta api.
Sebelumnya, wilayah utara Jepang mengalami curah hujan yang memecahkan rekor saat Badai Tropis Maria menghantam Pulau Honshu. Topan di wilayah tersebut telah terbentuk lebih dekat ke garis pantai, menguat lebih cepat dan bertahan lebih lama di daratan akibat perubahan iklim, menurut sebuah studi yang dirilis bulan lalu.