Sukses

Begini Kata WNI di Australia Soal Larangan Ganggu Karyawan Setelah Jam Kerja

Pimpinan atau tempat kerja di Australia yang melanggar aturan ini, atau terus menerus mengontak karyawan setelah jam kerjanya selesai, bisa dikenai denda AU$18.000 atau lebih dari Rp180 juta.

, Melbourne - Ada aturan baru yang tengah jadi sorotan di Australia, yakni soal karyawan diperbolehkan tak mengecek urusan pekerjaan di luar jam kerja. Itu artinya, kalau mereka sudah pulang ke rumah, tidak harus membalas email, SMS, pesan di Whatsapp terkait pekerjaan, atau jika bos mereka menelepon.

Aturan yang diberi nama 'right to disconnect' ini sudah mulai berlaku sejak Senin, 26 Agustus untuk perusahaan yang mempekerjakan minimal 15 karyawan.

Bagaimana respons warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Negeri Kanguru soal aturan tersebut? 

Berikut ini Liputan6.com kutip dari ABC Indonesia, Sabtu 31/8/2024):

Solusi yang Menguntungkan

Ledy, warga Indonesia yang bekerja di salah satu stasiun televisi komersial di Australia mengatakan aturan ini merupakan "solusi yang menguntungkan" bagi karyawan maupun atasan.

"Terkadang, ketika atasan tidak bisa mengelola tempat kerja dengan baik, karyawan-lah yang menanggung bebannya, seperti dipanggil masuk waktu hari libur atau disuruh lembur," katanya. 

"Dengan aturan baru ini, saya rasa pengusaha akan dipaksa untuk mengelola segalanya dengan lebih baik ... mereka tidak bisa begitu saja menyuruh orang masuk padahal mereka yang tidak bisa mengatur waktu."

Pimpinan atau tempat kerja yang melanggar aturan ini, atau terus menerus mengontak karyawan setelah jam kerjanya selesai, bisa dikenai denda AU$18.000 atau lebih dari Rp180 juta.

Tapi 'right to disconnect' juga berlaku bagi siapa pun yang mengontak karyawan di luar jam kerja untuk urusan pekerjaan, misalnya klien perusahaan.

Meski dalam pekerjaannya sekarang Ledy tidak perlu lembur, ia mengaku "bersyukur" karena aturan ini menciptakan "batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi."

"Menurut saya aturan ini bukan merupakan solusi yang sempurna bagi masalah lembur di beberapa industri," ujarnya.

"Tapi [aturan] ini tentunya merupakan kemajuan ke arah yang benar ... supaya pekerja tidak burnt out dan bisa menikmati pekerjaan mereka tapi masih punya kehidupan pribadi juga."

 

2 dari 4 halaman

Work Life Balance di Australia Cukup Oke

Rayna, warga Indonesia yang bekerja di sebuah perusahaan distributor di Sydney mengatakan terkejut ketika mendengar aturan tersebut. "Rupanya ada orang-orang yang merasa perlu diatur," katanya.

"Karena di kepala saya, work life balance di Australia itu lumayan oke."

Rayna yang bekerja di bagian keuangan perusahaan tersebut mengatakan ia jarang harus bekerja lembur, jika dibandingkan dengan manajer atau tim operasional.

Tapi menurutnya ini merupakan aturan yang baik, terutama bila membandingkan dengan kultur bekerja di Indonesia.

"Kalau saya bandingkan sama teman-teman di Indonesia ... mereka kerja siang dan malam, literally," katanya.

"Ekspektasinya 180 derajat, walaupun bayarannya enggak sebanyak di sini."

"Mungkin Indonesia lebih butuh [aturan ini]."

 

3 dari 4 halaman

Mekanisme Insentif Baik Bagi Pekerja Lembur di Australia

Daurie, warga Indonesia yang bekerja sebagai analis kredit di sebuah bank Australia juga merasa sudah ada mekanisme insentif yang baik bagi pekerja lembur di Australia.

"[Pekerja yang] overtime biasanya diberikan insentif yang bagus atau Time in Lieu [hari libur sebagai ganti lembur] dari bos," katanya.

"Aturan overtime juga biasanya ketat untuk memastikan kesehatan mental kita terpelihara."

Namun aturan ini menurutnya "sangat oke" mengingat masih ada teman kantornya yang masih harus bekerja di luar jam kerja atau pun di akhir pekan.

Walau demikian, Daurie melihat sisi lain dari aturan tersebut.

"Menurut saya walaupun right to disconnect ini bagus, tapi bisa jadi pedang bermata dua karena bisa bikin flexible working hours arrangement di-abuse," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Bukan Berarti Tidak Boleh Mengontak Karyawan

Aturan baru ini tidak melarang seorang manajer untuk mengontak karyawan, atau sesama karyawan.

Tapi dengan aturan ini, karyawan bisa menolak untuk mengawasi, membaca, atau membalas semua jenis komunikasi di luar jam kerja.

Misalnya, seorang manajer dapat mengirim email setelah jam kerja, tetapi karyawan tidak berkewajiban untuk menanggapinya kecuali jika dianggap 'wajar' untuk dibalas.

Soal seberapa wajar karyawan bisa menolak menanggapi urusan pekerjaan di luar jam kerja akan ditentukan oleh lembaga Fair Work Commission.

Bagaimana jika ada perselisihan?Jika seorang karyawan melapor pernah berkali-kali dihubungi di luar jam kerja oleh atasan atau karyawan lainnya, maka tempat kerja mereka bisa dikenai denda sebesar AU$18.000, atau lebih dari Rp180 juta.