Sukses

Demo Besar-besaran Melanda Israel Pasca 6 Sandera Ditemukan Tewas di Jalur Gaza

Akankah tekanan publik Israel memengaruhi pendirian pemerintah Netanyahu yang keukeuh berperang hingga Hamas musnah?

Liputan6.com, Tel Aviv - Puluhan ribu warga Israel yang berduka dan marah turun ke jalan pada Minggu (1/9/2024) malam setelah enam sandera ditemukan tewas di Jalur Gaza. Mereka meneriakkan "Sekarang! Sekarang!" soal tuntutan agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mencapai gencatan senjata dengan Hamas untuk membawa pulang sandera yang tersisa.

Tumpahan massa itu diyakini merupakan demonstrasi terbesar dalam 11 bulan perang di Jalur Gaza.

Serikat pekerja terbesar Israel, Histadrut, semakin menekan pemerintah dengan menyerukan aksi mogok umum pada hari Senin (2/9), yang pertama sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memulai perang. Tujuannya adalah untuk menutup atau mengganggu sektor-sektor utama ekonomi, termasuk perbankan, perawatan kesehatan, dan bandara utama negara itu. Demikian seperti dilansir kantor berita AP.

Negosiasi gencatan senjata telah berlangsung selama berbulan-bulan. Banyak yang menyalahkan Netanyahu karena gagal mencapai kesepakatan, yang menurut jajak pendapat sebagian besar didukung warga Israel. Netanyahu juga mendapat dukungan signifikan atas strategi "kemenangan total" melawan Hamas, meskipun kesepakatan untuk para sandera harus menunggu.

Beberapa di antara massa yang berdemonstrasi menangis saat berkumpul di luar kantor Netanyahu di Yerusalem. Di Tel Aviv, kerabat para sandera berbaris membawa peti mati untuk melambangkan jumlah korban.

"Kami benar-benar berpikir bahwa pemerintah membuat keputusan ini untuk menyelamatkan diri sendiri dan bukan untuk menyelamatkan nyawa para sandera, dan kami perlu memberi tahu mereka, 'Berhenti!'," kata Shlomit Hacohen, seorang warga Tel Aviv.

Tiga dari enam sandera yang ditemukan tewas — termasuk seorang warga Israel-Amerika Serikat (AS) — dilaporkan dijadwalkan untuk dibebaskan pada tahap pertama dari proposal gencatan senjata yang dibahas pada bulan Juli.

"Tidak ada yang lebih buruk daripada mengetahui bahwa mereka bisa diselamatkan," kata Dana Loutaly. "Terkadang dibutuhkan sesuatu yang sangat mengerikan untuk mengguncang orang dan membuat mereka turun ke jalan."

Militer Israel mengaku bahwa keenam sandera tewas sesaat sebelum pasukan mereka tiba.

"Siapa pun yang membunuh sandera tidak menginginkan kesepakatan," kata Netanyahu, menyalahkan Hamas atas negosiasi yang macet.

Warga negara Israel-AS yang dimaksud adalah Hersh Goldberg-Polin (23). Dia merupakan penduduk asli Berkeley, California, yang kehilangan sebagian lengan kirinya akibat granat dalam serangan 7 Oktober. Pada bulan April, Hamas mengeluarkan video yang menunjukkan dia masih hidup.

Militer mengidentifikasi sandera lainnya sebagai Ori Danino (25); Eden Yerushalmi (24) ; Almog Sarusi (27); Alexander Lobanov, (33); dan Carmel Gat (40).

Kementerian Kesehatan Israel mengatakan autopsi menentukan bahwa para sandera ditembak dari jarak dekat dan meninggal pada hari Kamis (29/8) atau Jumat (30/8). Militer mengatakan bahwa jenazah tersebut ditemukan dari sebuah terowongan di Kota Rafah, Gaza selatan, sekitar satu kilometer dari tempat sandera lainnya diselamatkan hidup-hidup pekan sebelumnya.

Juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Nadav Shoshani menuturkan pasukan Israel menemukan mayat-mayat itu beberapa puluh meter di bawah tanah saat "pertempuran sedang berlangsung", namun tidak ada baku tembak di dalam terowongan itu sendiri. Dia mengatakan tidak diragukan lagi Hamas telah membunuh mereka.

Hamas telah menawarkan untuk membebaskan para sandera dengan imbalan diakhirinya perang, penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, dan pembebasan sejumlah besar tahanan Palestina, termasuk tokoh militan terkemuka.

Izzat al-Rishq, pejabat senior Hamas, mengatakan para sandera akan tetap hidup jika Israel menerima usulan gencatan senjata yang didukung AS yang menurut Hamas telah disetujui pada bulan Juli.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Akankah Netanyahu Tunduk pada Tekanan Publik?

Netanyahu telah bersumpah untuk melanjutkan pertempuran hingga Hamas dimusnahkan. Pejabat tinggi keamanan mengklaim bahwa tekanan kuat terhadap Hamas telah menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kesepakatan gencatan senjata.

Sementara itu, militer Israel sendiri yang menyadari sulitnya operasi penyelamatan mengakui bahwa kesepakatan adalah satu-satunya cara untuk membawa pulang sejumlah besar sandera dengan selamat.

Para kritikus menuduh Netanyahu lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan para sandera. Karena berakhirnya perang kemungkinan akan mengarah pada penyelidikan atas kegagalan pemerintahan Netanyahu dalam serangan 7 Oktober, keruntuhan pemerintahan, dan pemilu dini.

Beberapa analis mengatakan kemarahan publik atas enam sandera yang tewas dapat menandakan tekanan politik tingkat baru terhadap Netanyahu.

"Saya pikir ini adalah guncangan. Ini bukanlah sekadar satu langkah lagi dalam perang," kata Nomi Bar-Yaacov, rekan peneliti di Program Keamanan Internasional di Chatham House, sesaat sebelum protes hari Minggu.

Perpecahan juga terungkap di dalam pemerintahan. Pejabat senior militer dan keamanan, termasuk Menteri Pertahanan Yoav Gallant, memperingatkan bahwa waktu hampir habis.

Saluran 12 Israel melaporkan bahwa Netanyahu terlibat adu mulut dalam rapat Kabinet Keamanan pada hari Kamis dengan Gallant, yang menuduhnya memprioritaskan kendali atas koridor strategis di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir — titik kritis utama dalam perundingan — ketimbang nyawa para sandera.

Seorang pejabat Israel mengonfirmasi laporan tersebut dan mengatakan tiga sandera — Goldberg-Polin, Yerushalmi, dan Gat — telah dijadwalkan untuk dibebaskan pada tahap pertama proposal gencatan senjata yang dibahas pada bulan Juli. Pejabat itu tidak berwenang memberi tahu media tentang negosiasi tersebut dan berbicara dengan syarat anonim.

"Atas nama negara Israel, saya ... meminta maaf," kata Gallant pada hari Minggu.

Kabinet pun dilaporkan mengadakan rapat pada Minggu malam.

Forum keluarga sandera mendorong aksi mogok total demi mendorong gencatan senjata dan pembebasan sandera.

Luapan amarah massal tidak akan menjadi ancaman langsung bagi Netanyahu atau pemerintahan sayap kanannya. Pasalnya, dia masih menguasai mayoritas di parlemen. Namun, Netanyahu pernah menyerah pada tekanan publik sebelumnya, di mana mogok kerja tahun lalu turut menyebabkan penundaan perombakan peradilannya yang kontroversial.

3 dari 3 halaman

Biden Hanya Bisa Berbelasungkawa

Orang tua Goldberg-Polin, imigran kelahiran AS di Israel, mungkin menjadi kerabat sandera yang paling terkenal di panggung internasional. Mereka bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan Paus Fransiskus dan pada 21 Agustus, mereka berpidato di Konvensi Nasional Demokrat — setelah mendapat tepuk tangan meriah dan teriakan "bawa dia pulang".

Biden pada hari Minggu mengatakan bahwa dia "hancur dan marah." Gedung Putih menyebutkan bahwa Biden telah berbicara dengan orang tua Goldberg-Polin dan menyampaikan belasungkawa.

Sekitar 250 sandera disandera saat serangan 7 Oktober. Israel kini yakin 101 orang masih ditawan, termasuk 35 orang yang diperkirakan telah meninggal. Lebih dari 100 orang dibebaskan selama gencatan senjata pada bulan November dengan imbalan pembebasan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel. Delapan orang telah diselamatkan oleh pasukan Israel. Pasukan Israel secara keliru membunuh tiga warga Israel yang melarikan diri dari tahanan pada bulan Desember.

Israel mengklaim bahwa kelompok militan pimpinan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang ketika mereka menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober. Adapun serangan balasan Israel pada hari yang sama hingga detik ini di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina.

Perang telah membuat sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza mengungsi, seringkali beberapa kali, dan menjerumuskan wilayah kantong itu ke dalam bencana kemanusiaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.