Liputan6.com, Tel Aviv - Benjamin Netanyahu meminta "pengampunan" dari Israel karena gagal memulangkan enam sandera yang ditemukan tewas di Jalur Gaza pada hari Sabtu (31/8/2024), sementara Hamas memperingatkan lebih banyak lagi yang dapat "dikembalikan ke keluarga mereka dengan kain kafan" jika gencatan senjata tidak tercapai.
"Saya sampaikan kepada keluarga (para sandera) dan saya ulangi kembali malam ini, saya meminta maaf karena tidak berhasil membawa mereka kembali hidup-hidup," tutur Netanyahu dalam konferensi pers pada Senin (2/9), menurut terjemahan CNN.
Baca Juga
"Kami akan menuntut harga mahal dari Hamas. Saya tidak akan memberi tahu Anda berapa harganya dan apa yang akan kami lakukan, akan ada unsur kejutan di sini."
Advertisement
Pernyataan Netanyahu muncul saat demonstrasi besar-besaran atas penanganannya terhadap negosiasi gencatan senjata memasuki malam kedua di Israel.
Tekanan juga meningkat secara internasional saat Inggris menangguhkan beberapa penjualan senjata ke Israel, dengan alasan risiko peralatan digunakan untuk melanggar hukum internasional.
Namun, di lain sisi sang perdana menteri Israel bersikap menantang, bersikeras pasukannya harus mengendalikan Koridor Philadelphia di Jalur Gaza - sebidang tanah yang strategis yang merupakan titik kritis dalam negosiasi dengan Hamas.
Ribuan warga Israel kembali turun ke jalan pada hari Senin untuk mengekspresikan kemarahan mereka atas kegagalan Netanyahu membawa pulang sandera setelah hampir 11 bulan penculikan mereka oleh kelompok militan Palestina.
Times of Israel melaporkan bahwa polisi menggunakan agresi yang cukup besar dalam satu protes di luar rumah perdana menteri di Yerusalem, termasuk mendorong pengunjuk rasa dengan kasar, menjatuhkan beberapa ke tanah, dan menyeret banyak orang. Menurut media yang sama pula, seorang anggota polisi mencekik leher reporter mereka.
Demonstrasi terbaru terjadi setelah ratusan ribu orang turun ke jalan dalam aksi protes di seluruh negeri pada hari Minggu (1/9), dengan beberapa demonstran memblokir jalan raya utama di Tel Aviv.
Banyak yang mengenakan bendera Israel dan menggantung pita kuning - simbol solidaritas dengan para sandera - dari sebuah jembatan yang menghadap ke Jalan Raya Ayalon.
Sebanyak 97 sandera masih belum diketahui keberadaannya setelah diculik oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Hamas mengatakan pada hari Senin bahwa para sandera akan dikembalikan "di dalam peti mati" jika tekanan militer dari Israel berlanjut. Hamas mengonfirmasi bahwa "instruksi baru" telah diberikan kepada militan yang menjaga tawanan jika mereka didekati oleh pasukan Israel.
"Kegigihan Netanyahu untuk membebaskan tahanan melalui tekanan militer, alih-alih menyegel kesepakatan, berarti mereka akan dikembalikan ke keluarga mereka dalam keadaan 'tertutup'. Keluarga mereka harus memilih apakah menginginkan mereka hidup atau mati," kata juru bicara kelompok itu, tanpa merinci perintah baru apa yang telah dikeluarkan.
AS Frustrasi dengan Tingkah Netanyahu?
Pada hari Senin pula, serikat pekerja terbesar Israel mengatakan ratusan ribu orang bergabung dalam aksi mogok umum yang diadakan untuk menekan pemerintah agar menyetujui gencatan senjata di Jalur Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas.
Bandara Ben Gurion di Tel Aviv melaporkan gangguan terbatas dan banyak restoran serta layanan perhotelan beroperasi seperti biasa.
Terkait situasi tersebut, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich membanggakan bahwa warga Israel pergi bekerja "berbondong-bondong" dan itu membuktikan bahwa mereka tidak lagi diperbudak oleh "kebutuhan politik".
Di tempat lain, Presiden Joe Biden mengatakan Netanyahu tidak berbuat banyak untuk mengamankan kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata.
Banyak yang menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan untuk memprioritaskan kelangsungan politiknya sendiri - klaim yang ditolaknya.
Sekutu sayap kanan Netanyahu mengancam akan menarik diri dari pemerintahan koalisi, yang merusak peluangnya untuk tetap berkuasa, jika dia menerima kesepakatan yang terkait dengan gencatan senjata permanen.
Amerika Serikat (AS), Mesir, dan Qatar telah mencoba menjadi perantara kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas. AS, khususnya, dilaporkan akan mengirimkan proposal baru ke Israel yang disebutnya proposal final.
Bahkan, Washington Post seperti dikutip BBC melaporkan bahwa sejumlah pejabat AS mengategorikan proposal terbaru ini sebagai "take it or leave it".
Serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober, diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang lainnya. Sementara itu, lebih dari 40.000 orang tewas di Jalur Gaza sejak Israel melancarkan serangan balasan pada hari yang sama.
Â
Advertisement