Sukses

Putin Melenggang Santai di Mongolia, Tak Terpengaruh Surat Penangkapan ICC

Kunjungan Putin ke Mongolia dalam rangka menandai peringatan 85 tahun kemenangan telak oleh pasukan Mongolia dan Uni Soviet atas Kekaisaran Jepang.

Liputan6.com, Ulaanbaatar - Presiden Rusia Vladimir Putin disambut oleh pasukan kehormatan dan karpet merah di ibu kota Mongolia pada hari Selasa (3/9/2024) dalam kunjungan pertamanya ke negara anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sejak surat perintah penangkapannya dikeluarkan tahun lalu.

Putin tiba di Ulaanbaatar pada Senin (2/9) malam di awal perjalanan penting yang dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap ICC, Ukraina, Barat, dan kelompok-kelompok hak asasi manusia yang semuanya menyerukan agar dia ditahan.

Dia bertemu dengan Presiden Mongolia Ukhnaagiin Khurelsukh pada hari Selasa di Lapangan Genghis Khan yang megah di Ulaanbaatar, yang juga dikenal sebagai Lapangan Sukhbaatar. Demikian seperti dilansir CNA, Rabu (4/9).

Pemimpin Rusia itu memuji sambutan Mongolia dan memberi tahu Khurelsukh bahwa kedua negara memiliki posisi yang dekat dalam banyak isu internasional terkini.

Putin diperintahkan ditangkap oleh ICC yang berkantor pusat di Den Haag atas dugaan deportasi ilegal anak-anak Ukraina sejak pasukannya menyerbu negara itu pada tahun 2022.

Ukraina bereaksi keras terhadap perjalanan itu, menuduh Mongolia bertanggung jawab atas kejahatan perang Putin karena pihak berwenang tidak menahannya di bandara.

"Hari ini, Putin mempermalukan Mongolia dengan secara sinis menggunakannya sebagai alat tawar-menawar dalam permainan geopolitiknya," kata Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin di platform media sosial X.

"Dengan menolak menangkap Putin, Mongolia dengan sengaja membahayakan kedudukan internasionalnya."

Juru bicara Uni Eropa mengatakan blok itu menyesalkan bahwa Mongolia tidak mematuhi kewajibannya berdasarkan Statuta Roma yang membentuk ICC.

Amerika Serikat (AS), yang bukan bagian dari ICC dan memiliki hubungan yang semakin dekat dengan Mongolia, mengakui posisi Ulaanbaatar yang tidak menyenangkan, namun menyuarakan harapan para pejabat Mongolia akan menyampaikan kekhawatiran kepada Putin.

"Kami memahami posisi Mongolia - terjepit di antara dua negara tetangga yang jauh lebih besar - tetapi kami pikir penting bagi mereka untuk terus mendukung supremasi hukum," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.

ICC menegaskan pekan lalu semua anggotanya memiliki "kewajiban" untuk menahan mereka yang diminta oleh pengadilan. Dalam praktiknya, hanya sedikit yang dapat dilakukan jika Mongolia tidak mematuhinya.

2 dari 2 halaman

Kata Ahli

Sebagai negara demokrasi yang dinamis yang terletak di antara raksasa otoriter Rusia dan China, Mongolia menikmati hubungan budaya yang erat dengan Moskow serta hubungan perdagangan yang penting dengan Beijing.

"China dan Rusia sama-sama sangat penting bagi kami sebagai negara tetangga," ungkap ekonom Altanbayar Altankhuyag kepada AFP.

Mongolia berada di bawah kekuasaan Moskow selama era Uni Soviet, namun telah berupaya menjaga hubungan baik dengan Kremlin dan China sejak runtuhnya Soviet pada tahun 1991.

Mongolia tidak mengutuk serangan Rusia ke Ukraina dan abstain selama pemungutan suara di PBB mengenai konflik keduanya.

Kremlin sendiri telah menyatakan pekan lalu bahwa mereka tidak khawatir Putin akan ditangkap selama kunjungan tersebut.

"Jelas tidak ada peluang untuk menangkap Putin," ujar Bayarlkhagva Munkhnaran, seorang analis politik dan mantan penasihat di Dewan Keamanan Nasional Mongolia kepada AFP.

"Menurut pandangan Ulaanbaatar, skandal terkait surat perintah ICC saat ini adalah masalah yang berlalu jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk menjaga hubungan yang aman dan dapat diprediksi dengan Kremlin."

Â