Liputan6.com, Jakarta Korea Utara kabarnya telah mengeksekusi mati sejumlah pejabat terkait kerusakan akibat banjir dahsyat pada bulan Juli, yang menghancurkan ribuan rumah dan menyebabkan hingga 1.500 orang meninggal atau hilang. Demikian menurut intelijen Korea Selatan.
Kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan bahwa Badan intelijen nasional Korea Selatan mengatakan mereka memantau dengan saksama tanda-tanda bahwa rezim tersebut telah melaksanakan eksekusi setelah pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengatakan dalam rapat darurat politbiro partai yang berkuasa bahwa ia akan "menghukum dengan tegas" mereka yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Baca Juga
Hujan lebat dan banjir melanda provinsi utara Jagang dan Pyongan Utara pada bulan Juli, menghancurkan ribuan hektar lahan pertanian dan membuat ribuan orang mengungsi, Yonhap menambahkan seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (6/9/2024).
Advertisement
Dugaan eksekusi mati tersebut, yang juga dilaporkan oleh TV Chosun di Korea Selatan, belum diverifikasi secara independen dan media pemerintah Korea Utara tidak menyebutkannya. Badan mata-mata Korea Selatan hanya mengatakan bahwa mereka telah "mendeteksi tanda-tanda" bahwa eksekusi telah dilakukan, tanpa memberikan rincian.
"Sekitar 20 hingga 30 pemimpin didakwa melakukan korupsi dan melalaikan tugas. Mereka telah dijatuhi hukuman mati," kata TV Chosun, mengutip seorang pejabat Korea Utara yang tidak disebutkan namanya.
Pejabat yang dieksekusi kemungkinan termasuk Kang Pong-hun, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris kepala komite Provinsi Jagang dari partai yang berkuasa, kata media Korea Selatan.
Kang Pong-hun dan pejabat senior lainnya, termasuk menteri keamanan publik saat itu, Ri Thae-sop, diberhentikan selama pertemuan politbiro pada akhir Juli, menurut Korean Central News Agency (KCNA) yang dikelola pemerintah.
Sebelumnya, Kim Jong Un terlihat berada di atas perahu karet yang ikut serta dalam upaya bantuan banjir Korea Utara di Sinuiju dan Uiju County di Provinsi Pyongan Utara, dengan media pemerintah mengklaim bahwa ia telah mengawasi operasi penyelamatan sekitar 5.000 orang yang terjebak menggunakan helikopter militer.
Seorang penduduk mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa orang-orang di dan sekitar sebagian Provinsi Ryanggang berada dalam situasi yang "mengancam jiwa" akibat banjir.
Korea Utara Sangat Rentan Bencana Alam
Korea Utara diketahui sangat rentan terhadap bencana alam karena infrastrukturnya yang lemah dan penolakan terhadap bantuan internasional.
Korea Utara juga sangat rentan terhadap banjir. Hujan badai pada musim panas 2012 menewaskan sekitar 169 orang, sementara serangkaian banjir dan kekeringan menjadi salah satu penyebab kelaparan yang menewaskan ratusan ribu orang antara tahun 1994 dan 1998.
Pada tahun 2016, lembaga bantuan internasional meminta dana jutaan dolar untuk upaya bantuan darurat di Korea Utara setelah banjir yang dipicu topan di wilayah timur laut yang terpencil di negara itu menyebabkan 70.000 orang kehilangan tempat tinggal dan 600.000 lainnya membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk puluhan ribu anak-anak.
Advertisement
Kim Jong-un Perintahkan Jenderal Korut Ini Dieksekusi dengan 90 Tembakan
Kabar eksekusi mati sebelumnya oleh Kim Jong-un pernah menyasar seorang pejabat militer. Gara-garanya, pria berpangkat letnan jenderal tersebut memberi tambahan jatah makanan dan bahan bakar untuk pasukannya.
Letnan Jenderal Hyon Ju-song ditembak dengan 90 butir peluru oleh regu tembak beranggotakan sembilan orang. Kim Jong-un menjatuhinya hukuman mati setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan menyalahgunakan kekuasaan, mengambil keuntungan dari musuh, dan mengambil bagian dalam tindakan anti-partai.
Menurut laporan setempat, seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (28/6/2018), Hyon Ju-song dieksekusi di pusat latihan tembak Akademi Militer Kang Kon yang terletak di Distrik Sunan, Pyongyang.
NK Daily melaporkan bahwa "kejahatan" Hyon Ju-song mendistribusikan pasokan tambahan kepada anak buahnya di sebuah stasiun peluncuran satelit terjadi pada April 2018.
Pernyataan yang ia lontarkan kala itu dianggap menghina kebijakan pengetatan anggaran yang dilakukan rezim Kim Jong-un demi mewujudkan ambisi penambahan senjata dan nuklirnya.
"Saat memeriksa pasokan minyak untuk Stasiun Peluncuran Satelit Sohae, selama inspeksi komprehensif terhadap persediaan masa perang pada 10 April, Hyon menyatakan 'Kami tidak lagi harus menderita dan mengencangkan ikat pinggang untuk membuat roket atau senjata nuklir'," demikian diungkap media NK Daily.
"Itu dilihat sebagai penyalahgunaan wewenang dan pernyataan berkhianat yang menentang kebijakan militer Partai."
Hyon Ju-song juga dianggap melanggar 19 prinsip pembentukan One Ideology System atau Sistem Ideologi Tunggal Partai," demikian laporan media tersebut.
Sang jenderal juga meminta pasukannya untuk mengirim 1 ton bahan bakar, 580 kg beras, dan 750 kg jagung kepada petugas militer di stasiun peluncuran satelit dan untuk keluarga mereka.
Namun, kemurahan hati itu tak direstui Kim Jong-un. Ia menganggap Jenderal Hyon tak menjaga kerahasiaan partai, militer dan pemerintah.
Kim Jong-un Eksekusi 11 Musikus dengan Dilindas Tank
Sebelumnya lagi, seorang pembelot Korea Utara bersuara tentang kejahatan rezim Kim Jong-un. Perempuan itu mengatakan, pemimpin Korut tersebut mengeksekusi 11 musikus dengan senjata anti-pesawat.
Menurut pembelot itu, setelah mengeksekusi, Kim Jong-un memerintahkan stafnya untuk mencari budak seks di sekolah.
Dikutip dari The Independent pada Jumat 22 September 2017, eksekusi itu wajib dipertontonkan di depan 1.000 orang. Sebanyak 11 musikus itu dihukum karena dituduh telah membuat video porno di akademi militer Pyongyang.
"Mereka dibombardir peluru dari senjata anti-pesawat. Tubuh mereka langsung terkoyak, hancur. Darah dan potongan daging beterbangan kemana-mana," kata pembelot berusia 26 tahun itu yang bernama Hee Yeon-lim.
"Belum selesai sampai di situ, kendaraan tank kemudian menggilas sisa-sisa tubuh hingga penyek," lanjutnya.
Melihat kekejian Kim Jong-un, ia memutuskan kabur ke China lalu ke Seoul, Korea Selatan. Misi itu ia lakukan setelah ayahnya meninggal dunia tahun 2015.
Ia baru berani membelot mengingat sang ayah adalah militer Korea Utara berpangkat kolonel. Saat masih hidup, perempuan itu bersama keluarganya merasakan keistimewaan. Sang pembelot bahkan kerap bertemu langsung dengan Kim Jong-un.
"Kim..., saya pernah bertemu beberapa kali. Ia adalah sosok yang mengerikan," katanya kepada Daily Mirror.
Hee Yeon-lim juga mengklaim diktator itu memiliki bunker persembunyian yang berlapis.
"Sulit bagi tentara Barat untuk menemukannya," ujar Hee lagi.
Sikap Korea Utara yang menutup diri membuat sulit untuk memverifikasi klaim para pembelot, termasuk Hee.
Namun, Dr Colin Alexander, dari Nottingham Trent University mengatakan, "Dalam beberapa kasus ada kemungkinan perbudakan di Korea Utara, termasuk budak seks. Juga ada kekejian dalam eksekusi siapapun yang berkhianat."
Advertisement