Sukses

Eks Menlu Marty Natalegawa: Kesenjangan Geopolitik Dunia Kian Dalam dan Luas

Marty mendorong sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan geopolitik.

Liputan6.com, Jakarta - Kesenjangan geopolitik dunia saat ini semakin luas dan dalam, tidak hanya bagi negara-negara seperti Rusia, China, atau Amerika Serikat (AS) tapi dunia secara keseluruhan.

"Dinamika geopolitik menjadi lebih dalam dan lebih luas. Dalam arti bahwa ini bukan hanya terkait keamanan politik, melainkan mempengaruhi semua domain," ujar Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dalam diskusi virtual Global Town Hall 2024 yang diadakan oleh FPCI, Sabtu (7/9/2024).

Menurut dia, tidak ada satupun aspek yang tidak terpengaruh oleh kondisi geopolitik dunia.

Ia pun mendorong negara-negara di dunia untuk segera mencari solusi untuk mengatasinya.

"Saya pikir kita perlu kembali ke pola pikir untuk menjadi agresif dalam memperjuangkan perdamaian, seagresif pihak-pihak yang memperjuangkan dan mempersiapkan perang," lanjut dia.

Solusi lain yang diajukannya adalah gagasan untuk membangun ruang aman.

"Ruang aman artinya ada banyak masalah global seperti pandemi, krisis iklim, pengentasan kemiskinan hingga pembangunan berkelanjutan. Ini adalah masalah yang menuntut kemitraan kooperatif, yang tidak boleh kita biarkan dijadikan senjata oleh apa yang disebut negara-negara besar," tutur Marty.

"Saya pikir penting bagi kita untuk merebut kembali ruang publik itu sebagai tempat kita memastikan jalur diplomasi dan dialog."

Lebih lanjut, Marty juga mengatakan bahwa kepemimpinan menjadi salah satu elemen kunci di tengah ketidakstabilan geopolitik.

"Ini bukan hanya soal pemimpin. Tapi bagaimana kita dapat mendorong pemimpin untuk memiliki keberanian untuk mengubah dinamika, tidak hanya mengikuti kebijakan luar negeri yang aman tapi untuk mengambil keputusan yang sulit," jelas dia.

Menteri yang menjabat di bawah pemerintahan SBY itu menyimpulkan bahwa beberapa hal tersebut harus diupayakan, terutama ketika kapasitas Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) saat ini patut dipertanyakan.

"Mereka sangat aktif dan sangat vokal pada beberapa isu, tetapi kurang begitu pada isu lainnya. Hasilnya, ada kesenjangan kredibilitas," ungkap dia.

2 dari 3 halaman

Kesenjangan di Afrika

Keresahan yang sama terkait PBB juga diungkapkan oleh Mantan Perdana Menteri Senegal Aminata Toure. Ia mengemukakan kesulitan Afrika meminta kursi permanen di DK PBB.

"Kami memiliki 54 negara, 60 persen lahan subur di dunia, 14,5 persen populasi dunia dan kami masih belum dapat memiliki kursi permanen," tuturnya.

Padahal, Afrika saat ini sangat mengharapkan Afrika menjadi zona bebas untuk perdagangan.

"Mineral berada di benua ini, itu akan menjadi bisnis yang berbeda. Kita ingin melakukan persis apa yang dilakukan Uni Eropa," kata dia.

Toure mengatakan Afrika juga mengupayakan integrasi ekonomi demi mencapai tujuan tersebut.

"Integrasi adalah kuncinya karena kami memiliki negara-negara yang sangat kecil. Jadi sampai kita terintegrasi, akan sulit untuk memiliki pengaruh. Dan itulah yang dimaksud dengan zona perdagangan bebas Afrika," ungkapnya.

Selain dalam konteks PBB, kesenjangan lain yang dialami Benua Afrika dalam konteks multilateral adalah terkait keanggotaan dalam BRICS.

"Nigeria, untuk ketiga kalinya tahun ini merupakan negara dengan ekonomi terbesar di benua Afrika. Tapi mereka masih belum masuk dalam BRICS. Padahal nyatanya, negara itu adalah negara terbesai terkait volume," sebut dia.

"Ini menjadi bukti betapa tidak adilnya kami terus diperlakukan."

3 dari 3 halaman

Global Town Hall 2024

Global Town Hall virtual ini akan mempertemukan para pemimpin pemerintah, eksekutif sektor swasta, advokat akar rumput, dan pakar filantropi untuk membahas tantangan paling mendesak di planet Bumi.

Dengan tema "Menjaga Arah: Aksi dan Solusi untuk Dunia yang Berantakan", Global Town Hall akan mempertemukan berbagai sektor untuk diskusi dan debat bermutu tinggi tentang keadaan dunia yang melibatkan para pemikir terkemuka di seluruh dunia.

Pertemuan virtual ini bertujuan untuk melibatkan warga dunia dengan berbagai perspektif dan ide dalam mengatasi tantangan global, memfasilitasi dialog Timur-Barat dan Utara-Selatan yang asli dan berkualitas tinggi di tingkat akar rumput.