Sukses

PBB: Perang Sudan Menewaskan Lebih dari 20.000 Orang

Perang Sudan telah menciptakan krisis pengungsian terbesar di dunia.

Liputan6.com, Khartoum - Perang yang berlangsung selama lebih dari 16 bulan di Sudan telah menewaskan lebih dari 20.000 orang. Hal tersebut diungkapkan seorang pejabat senior PBB pada hari Minggu (8/9/2024).

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan penghitungan tersebut dalam konferensi pers di Kota Port Sudan, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan yang diakui secara internasional dan didukung militer. Dia mengatakan jumlah korban tewas bisa jauh lebih tinggi.

"Sudan tengah menderita badai krisis yang sempurna," kata Tedros saat mengakhiri kunjungannya selama dua hari ke Sudan, seperti dikutip dari kantor berita AP, Selasa (10/9). "Skala keadaan darurat ini mengejutkan, begitu pula tindakan yang diambil untuk meredam konflik."

Sudan terjerumus ke dalam kekacauan pada bulan April tahun lalu ketika ketegangan membara antara militer dan kelompok paramiliter yang kuat, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), meledak menjadi perang terbuka di seluruh negeri.

Konflik telah mengubah ibu kota, Khartoum, dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan perang, menghancurkan infrastruktur sipil dan sistem perawatan kesehatan yang sudah babak belur. Tanpa kebutuhan pokok, banyak rumah sakit dan fasilitas medis tutup.

Selain itu, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyatakan bahwa lebih dari 13 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran dimulai. Mereka termasuk lebih dari 2,3 juta orang yang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga sebagai pengungsi.

2 dari 2 halaman

Bencana demi Bencana Menerpa Sudan

Menurut PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional, perang Sudan ditandai oleh kekejaman termasuk pemerkosaan massal dan pembunuhan bermotif etnis yang merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada hari Jumat (6/9), penyelidik hak asasi manusia yang didukung PBB mendesak pembentukan pasukan yang independen dan tidak memihak untuk melindungi warga sipil, menyalahkan kedua belah pihak atas kejahatan perang termasuk pembunuhan, mutilasi, dan penyiksaan.

Banjir musiman yang dahsyat dalam beberapa minggu terakhir telah memperparah kesengsaraan rakyat Sudan. Otoritas setempat mengatakan bahwa puluhan orang tewas dan infrastruktur penting hanyut di 12 dari 18 provinsi di Sudan.

Wabah kolera merupakan bencana terbaru bagi negara tersebut. Kementerian Kesehatan Sudan dalam pembaruan terbarunya pada hari Jumat menyebutkan bahwa penyakit itu telah menewaskan sedikitnya 165 orang dan membuat sekitar 4.200 orang lainnya sakit dalam beberapa minggu terakhir.

"Kami menyerukan kepada dunia untuk bangkit dan membantu Sudan keluar dari mimpi buruk yang sedang dialaminya," kata Tedros, seraya menambahkan bahwa gencatan senjata segera sangat dibutuhkan.

"Obat terbaik adalah perdamaian."