Sukses

Mengenal Topan Super Yagi, Badai Terkuat yang Hantam Asia

Badai topan ini juga menghantam beberapa negara lain, seperti China dan Filipina. Topan Super Yagi tercatat sebagai siklon tropis terkuat kedua di dunia pada 2024, setelah badai Atlantik Kategori 5 Beryl.

Liputan6.com, Jakarta - Topan Super Yagi menerjang Hanoi, Ibu Kota Vietnam pada 8 September 2024. Topan ini membawa angin kencang dan hujan lebat yang memicu kerusakan luas, melumpuhkan provinsi pulau wisata tersebut.

Badai topan ini juga menghantam beberapa negara lain, seperti China dan Filipina. Topan Super Yagi tercatat sebagai siklon tropis terkuat kedua di dunia pada 2024, setelah badai Atlantik Kategori 5 Beryl.

Topan Yagi tercatat memiliki kecepatan angin maksimum 234 km per jam di dekat pusatnya. Badai ini juga menjadi badai terparah yang terjadi di cekungan Pasifik pada 2024 ini.

Dikutip dari laman Science pada Selasa (10/09/2024), nama topan Yagi berasal dari bahasa Jepang. Yagi mengikuti penamaan menurut kata dalam bahasa Jepang yang berarti kambing dan konstelasi Capricornus, makhluk mitos setengah kambing dan setengah ikan.

Jepang mengajukan penamaan tersebut dan digunakan untuk menamai lima siklon tropis di Samudra Pasifik barat laut. Topan Yagi yang menghantam sejumlah negara Asia Timur hingga Asia Tenggara, mulai dari China hingga Vietnam, terbentuk di atas lautan hangat di sebelah timur Filipina.

Topan Yagi tiba di China sebagai topan kategori-4. Badai ini membawa angin kuat yang menumbangkan pepohonan, dan merusak jalan, jembatan, dan bangunan. Topan tersebut memaksa pemerintah setempat menutup sekolah, bisnis, dan jaringan transportasi di Hong Kong, Makau, dan provinsi Guangdong serta bandara di Vietnam.

Saat tiba di Vietnam pada 7 September 2024, topan Yagi memicu gelombang setinggi 4 meter di wilayah-wilayah pesisir. Hal ini menyebabkan pemadaman listrik dan telekomunikasi yang berkepanjangan.

Para ilmuwan meyakini topan menjadi lebih kuat karena dipicu oleh suhu lautan yang menghangat di tengah perubahan iklim. Laporan Wired menyebut, suhu air 29 derajat Celsius atau lebih hangat dapat mendukung terjadinya badai petir dan memberi semua energi yang dibutuhkannya untuk mencapai potensi maksimum.

Selain itu, perairan di sekitar Filipina tempat terbentuknya badai, saat ini memiliki suhu rata-rata lebih dari 31 derajat Celsius.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perubahan Iklim Picu Munculnya Badai Besar

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap intensifikasi badai adalah peningkatan suhu permukaan laut. Melansir laman IFL Science pada Selasa (10/09/2024), badai tropis, topan, dan hurikan memerlukan suhu laut yang hangat untuk terbentuk dan berkembang.

Suhu laut yang lebih tinggi memiliki lebih banyak uap air yang menjadi bahan bakar utama bagi badai. Ketika suhu laut meningkat akibat perubahan iklim, maka lebih banyak uap air yang tersedia.

Pada gilirannya, akan dapat menghasilkan badai yang lebih kuat dan lebih sering. Selain itu, peningkatan suhu global menyebabkan lebih banyak uap air yang menguap dari permukaan laut dan daratan.

Atmosfer yang lebih lembab meningkatkan potensi pembentukan dan kekuatan badai. Uap air adalah bahan bakar untuk badai, ketika uap ini kondensasi akan melepaskan energi dalam bentuk panas laten yang membantu memperkuat badai.

Perubahan iklim juga mempengaruhi pola angin global. Badai tropis dan sistem badai lainnya sangat dipengaruhi oleh angin pada lapisan atas atmosfer.

Perubahan suhu dapat mempengaruhi pola aliran angin yang dapat menyebabkan badai bergerak lebih lambat atau berbelok dari jalurnya. Hal ini bisa memperpanjang durasi badai dan meningkatkan intensitas dampak yang dihasilkan.

(Tifani)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.