Sukses

PBB: Penerapan UU Moral dari Taliban Membuat Perempuan Afghanistan Makin Terisolasi

UU moral yang diberlakukan oleh Taliban mengharuskan kaum perempuan menutup bagian wajah dan tubuh perempuan di depan umum.

Liputan6.com, Kabul - Kepala hak asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (9/9/2024), menyatakan "rasa jijiknya" atas pengumuman terbaru Afghanistan yang dikuasai Taliban terkait undang-undang moral.

Undang-undang itu membungkam perempuan atau memerintahkan mereka menutupi wajah dan tubuh di depan umum.

Volker Türk mengatakan, dalam sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa undang-undang baru tersebut diterapkan bersamaan dengan larangan anak perempuan Afghanistan untuk bersekolah di sekolah menengah.

Isinya, melarang mereka mengakses pendidikan universitas, dan sangat membatasi akses perempuan terhadap kehidupan publik dan kesempatan kerja, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (11/9).

"Saya ngeri membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Kontrol represif terhadap separuh populasi di negara ini tidak terjadi di negara lain saat ini," kata Komisaris Hak Asasi Manusia PBB.

Türk mengecam undang-undang moral tersebut sebagai hal yang keterlaluan dan menganggapnya sebagai penganiayaan gender yang sistematis.

Ia memperingatkan bahwa pengekangan yang semakin ketat terhadap perempuan dapat mendorong Afghanistan semakin jauh ke jalur isolasi, penderitaan, dan kesulitan.

Itu juga akan membahayakan masa depan negara itu dengan "secara besar-besaran menghambat pembangunannya," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Larangan Pelapor Khusus dari PBB Melihat HAM di Afghanistan

Richard Bennett, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia Afghanistan, juga berbicara pada kesempatan tersebut dan memberi tahu peserta sidang di Jenewa bahwa Taliban baru-baru ini melarangnya mengunjungi negara itu untuk melakukan penilaian sesuai dengan mandatnya.

Ia menambahkan bahwa undang-undang moral itu "menandai fase baru dalam penindasan berkelanjutan terhadap hak asasi manusia" sejak Taliban kembali menguasai negara itu tiga tahun lalu.

Undang-undang setebal 114 halaman dan 35 pasal yang disahkan Taliban pada bulan lalu itu menguraikan berbagai tindakan dan perilaku khusus yang dianggap wajib atau dilarang Taliban bagi pria dan perempuan Afghanistan sesuai interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.

 

3 dari 3 halaman

Taliban Tak Respons PBB

Para pemimpin Taliban tidak mengomentari pernyataan PBB, tetapi sebelumnya telah menolak kritik internasional terhadap undang-undang moral itu.

Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban, baru-baru ini menyatakan bahwa "non-Muslim harus mendidik diri mereka sendiri tentang hukum Islam dan menghormati nilai-nilai Islam" sebelum menolak atau mengajukan keberatan terhadap hukum tersebut.

"Kami menganggapnya sebagai penghujatan terhadap Syariah Islam kami ketika keberatan diajukan tanpa memahaminya," katanya.

Belum ada negara yang secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan, dengan alasan masalah hak asasi manusia, khususnya perlakuan keras terhadap perempuan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.