Sukses

Korea Selatan Nantikan Peran Aktif ASEAN Bagi Perdamaian Semenanjung Korea

Korea Selatan mengharapkan ASEAN dapat bersuara lebih vokal terhadap Korea Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara belakangan kembali memanas.

Selain aksi Korea Utara mengirim balon sampah yang dibalas siaran propaganda oleh Korea Selatan, uji coba nuklir yang digencarkan Pyongyang turut memperparah ketegangan.

Pemimpin tertinggi Kim Jong-un mengatakan dalam pidatonya di HUT Korea Utara, bahwa negaranya tengah menyiapkan kekuatan untuk menambah jumlah senjata nuklir.

Hal ini tentu menambah kekhawatiran di kawasan, terutama bagi Seoul.

Kendati demikian, pihaknya meyakini bahwa ASEAN mampu memainkan perannya untuk membantu meredam ketegangan di wilayah tersebut.

"Saya pikir yang perlu kita lakukan bersama dengan ASEAN adalah mengirim pesan yang tepat ke Korea Utara, untuk menghentikan provokasi, kata-kata kasar dan persenjataan nuklir. Kemudian, kita dapat kembali berdialog," ujar Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN Lee Jang-keun kepada para jurnalis peserta workshop perdana Indonesia Korea Journalist Network yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Dubes Lee mengatakan bahwa Korea Selatan telah menjalin kemitraan dengan ASEAN sejak tahun 1989, ketika Korea Utara masih belum aktif mengirim ancaman nuklirnya.

Kala itu, lewat ASEAN Regional Forum, ASEAN menyediakan wadah pertemuan bagi perwakilan Korea Utara dan Korea Selatan.

"Forum ARF (ASEAN Regional Forum) masih merupakan satu-satunya forum internasional di mana menteri luar negeri Korea Selatan dan Korea Utara datang dan berpartisipasi. Forum ini menjadi platform yang sangat penting bagi kedua negara," lanjut Lee.

Adapun Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN juga diketahui secara rutin menghasilkan deklarasi yang menyatakan komitmen kawasan terhadap denuklirisasi. Isu ketegangan di Semenanjung Korea pun sudah menjadi agenda utama dalam KTT ASEAN dari tahun ke tahun, mulai dari KTT tahun 2017 di Filipina hingga KTT tahun 2023 di Indonesia.

"Bagi saya, bobot suara ASEAN penting. Jadi, kalau ASEAN mendesak Korea Utara untuk berhenti maka mereka akan mempertimbangkannya dengan serius. Karena mereka (Korea Utara) tidak bisa meninggalkan dan harus mendekatkan diri dengan ASEAN," jelas Lee.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

ASEAN Masih Dibayangi Isu Myanmar

Dubes Lee juga meyakini peran penting dan kontribusi ASEAN dalam perdamaian di Semenanjung Korea, meskipun isu Myanmar masih menjadi momok tersendiri bagi kawasan Asia Tenggara itu.

"Menurut saya, ASEAN masih mampu memberikan dampak besar bagi Korea Utara. Ini karena banyak negara anggota ASEAN yang memiliki hubungan langsung dengan Korea Utara, banyak negara Asia Tenggara yang memiliki kedutaan di sana. Maka dari itu, ASEAN mampu memainkan peran penting dalam hubungan kawasan dan internasional," jelas Lee.

ASEAN, sebagai kawasan dengan ekonomi terbesar kelima di dunia, diyakini mampu membawa pengaruh.

"ASEAN yang sekarang sudah berbeda dengan 35 tahun lalu. Jadi apa yang akan dikatakan ASEAN akan sangat berbeda dan dan kami berharap ASEAN mengatakan kata yang tepat," tambah dia.

"Tolong katakan kepada pemimpin Korea Utara, jangan lakukan ini. Berhentilah menyalahkan dan pedulilah pada rakyat sendiri. Tidak ada yang akan mengancam mereka, ini hanya diri mereka sendiri karena fondasi kepemimpinan mereka sendiri yang sangat lemah."

3 dari 3 halaman

Sejarah Uji Coba Nuklir Korea Utara

Mengutip laman resmi pemerintah Korea Selatan, masalah nuklir Korea Utara disebutkan menarik perhatian internasional ketika Korea Utara mengumumkan akan menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) pada tahun 1993. Sejak saat itu, masalah nuklir Korea Utara telah mengalami siklus kemunduran.

Kerangka Kerja yang Disepakati (Perjanjian Jenewa) tahun 1994 antara Amerika Serikat dan Korea Utara mengakibatkan pembekuan fasilitas nuklir plutonium Korea Utara selama beberapa tahun.

Namun, muncul kecurigaan tentang pengembangan nuklir Korea Utara yang melibatkan uranium yang diperkaya, yang menyebabkan runtuhnya perjanjian tersebut delapan tahun setelah kesimpulannya.

Pada tahun 2002, Korea Utara melanjutkan operasi fasilitas nuklir plutoniumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.