Sukses

Akui Gagal Antisipasi Serangan Hamas, Kepala Unit Intelijen Israel Mengundurkan Diri

Semula identitas Sariel dirahasiakan dengan ketat, namun jejak digital menguaknya.

Liputan6.com, Tel Aviv - Komandan badan pengawasan militer Israel, Unit 8200, mengumumkan pengunduran dirinya dan secara terbuka mengakui tanggung jawab atas kegagalan yang menyebabkan serangan mematikan pada 7 Oktober 2023.

Yossi Sariel mengatakan pada hari Selasa (10/9/2024) bahwa dia telah memberi tahu atasannya tentang niatnya untuk mengundurkan diri setelah selesainya penyelidikan awal atas peran Unit 8200 dalam kegagalan yang terjadi di sekitar serangan yang dipimpin Hamas tahun lalu.

Dalam surat empat halaman yang emosional kepada staf, Sariel seperti dilansir The Guardian Jumat (13/9) mengatakan, "Saya tidak memenuhi tugas yang saya harapkan dari diri saya sendiri, seperti yang diharapkan dari saya oleh bawahan dan komandan saya, dan seperti yang diharapkan dari saya oleh warga negara yang sangat saya cintai."

Dia menambahkan, "Tanggung jawab atas peran 8200 dalam kegagalan intelijen dan operasional sepenuhnya berada di pundak saya."

Sariel adalah pejabat senior pertahanan dan keamanan Israel terbaru yang mengumumkan pengunduran dirinya atas kegagalan terkait serangan tahun lalu di Israel selatan, di mana militan Palestina menewaskan hampir 1.200 orang dan menculik sekitar 240 orang.

Setelah serangan itu, Unit 8200 – dan kepemimpinan Sariel atas unit militer yang dulu dibanggakan itu – berada di bawah pengawasan ketat atas perannya dalam apa yang secara luas dianggap sebagai salah satu kegagalan terbesar komunitas intelijen Israel.

Identitas Sariel sebagai komandan Unit 8200 – yang sebanding dengan Badan Keamanan Nasional AS (NSA) atau GCHQ di Inggris – sebelumnya merupakan rahasia yang dijaga ketat di Israel. Namun, pada bulan April, The Guardian mengungkapkan bagaimana kepala mata-mata itu membiarkan identitasnya terekspos secara daring selama beberapa tahun.

2 dari 2 halaman

Mengandalkan AI

Kelemahan keamanan yang menguak identitas Sariel berawal dari sebuah buku yang diterbitkan Sariel pada tahun 2021 dengan menggunakan nama pena. Buku, yang mengartikulasikan visi radikal tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) dapat mengubah operasi intelijen dan militer, itu meninggalkan jejak digital ke akun Google pribadi yang dibuat atas nama Sariel.

Hal ini kemudian memicu gelombang kritik dan ejekan terhadap Sariel di media Israel serta memberikan tekanan lebih lanjut terhadapnya, yang juga menghadapi tuduhan bahwa dia memimpin budaya "kesombongan teknologi" di Unit 8200 dengan mengorbankan metode intelijen yang lebih kuno.

Sejak 7 Oktober, unit besar tersebut, yang berada dalam cabang intelijen Pasukan Pertahanan Israel (IDF), telah memainkan peran penting dalam serangan Israel selama 11 bulan di Jalur Gaza, yang menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut telah menewaskan sedikitnya 41.000 orang.

Di bawah kepemimpinan Sariel, Unit 8200 diyakini merangkul visi yang diartikulasikan dalam bukunya, di mana sistem berbasis AI digunakan untuk memenuhi tugas yang semakin kompleks di medan perang.

Di satu bagian buku tersebut, Sariel menggembar-gemborkan konsep seperti "mesin target" bertenaga AI, yang deskripsinya sangat mirip dengan sistem rekomendasi target yang diandalkan IDF dalam pembomannya di Jalur Gaza.

Dalam surat pengunduran dirinya, Sariel mengatakan penyelidikan awal atas peran Unit 8200 dalam kegagalan di balik peristiwa 7 Oktober telah menemukan bahwa perwira intelijennya telah menyusun dan mengedarkan laporan terperinci tentang rencana dan persiapan Hamas sebelum serangan mendadak tersebut.

Meskipun ada informasi ini, katanya, laporan tersebut "tidak berhasil membalikkan" asumsi dasar intelijen dan militer Israel tentang niat Hamas. Dia menyatakan Unit 8200 tidak memberikan informasi penting tentang tanggal serangan.

Meskipun Sariel menerima tanggung jawab pribadi atas kegagalan unitnya, dia menunjuk pada kegagalan yang lebih luas di seluruh lembaga keamanan dan politik Israel.

"Pada tahun-tahun sebelumnya dan bulan-bulan sebelumnya, serta pada 7 Oktober itu sendiri, kita semua gagal sebagai sistem politik dan operasional karena tidak mampu menghubungkan titik-titik untuk melihat gambaran utuh dan bersiap menghadapi ancaman," tulisnya.