Sukses

Elon Musk Cap Pemerintah Australia Fasis, Ini Sebabnya

Pernyataan Musk direspons sejumlah pejabat Australia, yang balik mempertanyakan pendiriannya.

Liputan6.com, Washington, DC - Elon Musk menyebut pemerintah Australia fasis terkait rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan mengatasi kebohongan yang disengaja atau disinformasi yang disebarkan di media sosial. Perusahaan media sosial dapat didenda hingga 5 persen dari omzet tahunan mereka berdasarkan RUU tersebut.

Musk, miliarder asal Amerika Serikat (AS) yang memiliki platform media sosial X atau yang sebelumnya dikenal Twitter, menanggapi unggahan tentang tindakan Australia dengan satu kata.

"Fasis," tulisnya.

Menteri Layanan Pemerintah Australia Bill Shorten menilai Musk tidak konsisten dalam hal kebebasan berbicara.

"Jika itu untuk kepentingan komersialnya, dia adalah juara kebebasan berbicara; jika dia tidak menyukainya, dia akan menutupnya," kata Shorten di acara Channel Nine pada hari Jumat (13/9/2024), seperti dilansir The Guardian, Sabtu (14/9).

Asisten Bendahara dan Menteri Layanan Keuangan Stephen Jones merespons komentar Musk sebagai "omong kosong". Jones mengatakan kepada ABC TV bahwa undang-undang pemerintah tentang misinformasi dan disinformasi adalah masalah kedaulatan.

"Baik itu pemerintah Australia atau pemerintah lain di seluruh dunia, kami menegaskan hak kami untuk meloloskan undang-undang yang akan menjaga warga Australia tetap aman – aman dari penipu, aman dari penjahat," tegasnya.

"Saya tidak mengerti bagaimana Elon Musk atau siapa pun, atas nama kebebasan berbicara, menganggap boleh saja platform media sosial menerbitkan konten penipuan, yang merugikan warga Australia miliaran dolar setiap tahun. Menerbitkan materi deepfake, menerbitkan pornografi anak. Menayangkan langsung adegan pembunuhan. Maksud saya, apakah ini yang menurutnya menjadi inti kebebasan berbicara?"

Undang-undang misinformasi Australia nantinya akan memberi wewenang kepada pengawas komunikasi untuk memantau dan mengatur konten di platform digital.

Undang-undang ini juga akan memungkinkan untuk menyetujui kode etik industri yang dapat ditegakkan atau memperkenalkan standar bagi perusahaan media sosial jika regulasi mandiri dianggap gagal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kasus Hukum Membelit X

Ini bukan pertama kalinya Musk melawan otoritas Australia.

Pada bulan April, komisioner eSafety mengeluarkan perintah kepada X untuk menghapus konten grafis setelah klip uskup Sydney Mar Mari Emmanuel yang ditikam tetap ada di platform tersebut.

Selama kasus yang berlangsung selama berbulan-bulan, Musk menuduh pemerintah menekan kebebasan berbicara.

Beberapa politikus membalas, termasuk Perdana Menteri Anthony Albanese, yang melabelinya sebagai "miliarder yang sombong".

Pada bulan Juni, komisioner eSafety menghentikan proses pengadilan federal. Tinjauan pengadilan banding administratif terpisah atas pemberitahuan yang dikeluarkan untuk X diharapkan akan disidangkan pada bulan Oktober.

Komisioner eSafety, Julie Inman Grant, mengatakan kepada ABC bulan lalu bahwa X memiliki tujuh masalah hukum yang sedang berlangsung dengan kantornya terkait pemberitahuan yang dikeluarkan oleh komisioner.

Di pengadilan federal minggu ini, X menentang denda sebesar USD 610.500 yang dikeluarkan tahun lalu, dengan alasan bahwa pemberitahuan asli dikeluarkan untuk apa yang saat itu bernama Twitter Inc, sebuah perusahaan yang berhenti beroperasi pada bulan Maret 2023 dan undang-undang tersebut tidak memperhitungkan penggabungan tersebut. Pengadilan menunda keputusannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini