Liputan6.com, Gaza - Pemimpin Hamas Yahya Sinwar mengatakan pada hari Senin (16/9/2024), kelompoknya memiliki sumber daya untuk mempertahankan perlawanannya terhadap Israel, dengan dukungan dari sekutu regional yang didukung Iran. Pernyataannya muncul dalam suratnya kepada kelompok Houthi di Yaman, jelang setahun perang terbaru berkobar di Jalur Gaza.
"Kami telah mempersiapkan diri untuk berperang dalam perang yang melelahkan," tulis Sinwar, yang menjadi pemimpin Hamas pasca pembunuhan Ismail Haniyeh, seperti dilaporkan CNA, Selasa (17/9).
Baca Juga
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memperingatkan bahwa prospek untuk menghentikan pertempuran dengan militan Hizbullah di Lebanon semakin meredup, yang sekali lagi menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konflik regional yang lebih luas.
Advertisement
Gallant pekan lalu mengaku Hamas, yang memimpin serangan pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang, sudah tidak lagi ada sebagai formasi militer di Jalur Gaza.
Sinwar, dalam suratnya kepada Houthi, mengancam pula bahwa kelompok-kelompok yang berpihak pada Iran di Jalur Gaza dan di tempat lain di kawasan itu akan mematahkan keinginan politik musuh setelah lebih dari 11 bulan perang.
"Upaya gabungan kami dengan Anda dan dengan kelompok-kelompok di Lebanon dan Irak akan mematahkan musuh ini dan mengalahkannya," ungkap Sinwar.
Setelah berbulan-bulan upaya mediasi menuju kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza, Amerika Serikat (AS) dilaporkan bergegas menyelesaikan proposal baru untuk menjembatani kesenjangan yang tersisa antara Israel dan Hamas. Hal itu dikonfirmasi juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.
Miller mengatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan membahas upaya gencatan senjata dengan pejabat Mesir dalam kunjungan ke sana pekan ini.
Tuntutan Israel untuk mempertahankan pasukan di perbatasan Jalur Gaza-Mesir dan rincian tentang pembebasan tawanan, sebut Miller, tetap menjadi poin-poin utama yang menjadi perdebatan.
"Menlu Blinken akan membahas upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza yang menjamin pembebasan semua sandera, meringankan penderitaan rakyat Palestina, dan membantu membangun keamanan regional yang lebih luas," tutur Miller.
Pesan Houthi untuk Israel
Serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober yang memicu perang, diklaim mengakibatkan kematian 1.205 orang. Kelompok militant Palestina juga menculik 251 sandera, 97 di antaranya masih ditahan di Jalur Gaza, termasuk 33 yang menurut militer Israel telah tewas.
Adapun serangan balasan Israel ke Jalur Gaza pada hari yang sama, menurut otoritas Kesehatan setempat, telah menewaskan sedikitnya 41.226 orang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada AFP pada hari Senin bahwa tidak ada pembenaran atas hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina.
"Kami semua mengutuk serangan teror yang dilakukan Hamas, penyanderaan, yang merupakan pelanggaran mutlak terhadap hukum humaniter internasional," kata Guterres.
"Namun, kenyataannya tidak ada yang membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina dan itulah yang kita saksikan secara dramatis di Jalur Gaza."
Perang di Jalur Gaza telah ikut melibatkan sekutu Hamas yang didukung Iran di seluruh Timur Tengah, termasuk Hizbullah di Lebanon dan Houthi, yang serangan maritimnya telah mengganggu pengiriman global melalui jalur perairan vital di lepas pantai Yaman.
Pada hari Minggu (15/9), Houthi mengklaim serangan rudal langka di Israel tengah yang tidak menimbulkan korban, mendorong Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa mereka akan membayar harga yang mahal untuk setiap upaya untuk menyakiti Israel.
Namun, dalam pidato yang disiarkan televisi, pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi mengatakan, "Operasi kami akan terus berlanjut selama agresi dan pengepungan di Jalur Gaza terus berlanjut."
Advertisement
Peringatan Hizbullah untuk Israel
Ketegangan telah meningkat di sepanjang perbatasan utara Israel dengan Lebanon, di tengah kekhawatiran bahwa pertukaran tembakan rutin antara pasukan Israel dan sekutu Hamas, Hizbullah, selama perang dapat meledak menjadi perang habis-habisan.
Pada hari Senin, Hizbullah mengklaim puluhan serangan terhadap posisi Israel dan militer Israel menyatakan bahwa mereka menyerang target "teroris" di Lebanon.
"Kemungkinan tercapainya kesepakatan semakin menipis karena Hizbullah terus mengikatkan diri pada Hamas," kata Gallant kepada utusan AS yang sedang berkunjung, Amos Hochstein.
Netanyahu kemudian dilaporkan mengatakan kepada Hochstein bahwa dia menginginkan "perubahan mendasar" dalam situasi keamanan di perbatasan utara Israel.
"Kami telah lama menegaskan bahwa kami yakin solusi diplomatik adalah cara yang benar, satu-satunya cara, untuk membawa ketenangan ke wilayah utara Israel dan mengizinkan warga Israel untuk kembali ke rumah mereka," kata Miller.
Dari Hizbullah, wakil kepala kelompok itu Naim Qassem menekankan pada hari Sabtu (14/9) bahwa pihaknya tidak berniat berperang. Namun, jika Israel benar-benar melancarkan perang maka akan ada kerugian besar di kedua belah pihak.