Sukses

China Tunjuk AS Sebagai Biang Kerok yang Menghalangi Gencatan Senjata di Gaza

Perang di Jalur Gaza sudah hampir mencapai usia satu tahun. Korban sipil terus berjatuhan.

Liputan6.com, Washington, DC - Selama pengarahan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada hari Senin (16/9/2024) tentang perang di Jalur Gaza, Deputi Wakil Tetap China untuk PBB Geng Shuang menuduh Amerika Serikat (AS) menggunakan PBB untuk menghalangi upaya gencatan senjata.

Menurut laporan Anadolu Agency, Geng Shuang mempertanyakan efektivitas DK PBB, "Mengapa mereka tidak mampu menghentikan tragedi kemanusiaan, yang terburuk dari jenisnya hingga hari ini?"

Geng Shuang melangkah lebih jauh dan menuduh AS berulang kali melindungi Israel di PBB, yang menyebabkan penolakan berbagai resolusi gencatan senjata.

"Jika AS tidak melindungi satu pihak berkali-kali, berbagai resolusi (DK PBB) tidak akan ditolak dan ditentang secara terang-terangan," kata Geng Shuang.

Geng Shuang menyoroti dampak tragis perang di Jalur Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Dia menggambarkan situasi tersebut "mengkhawatirkan" dan "tidak masuk akal", di mana otoritas kesehatan Jalur Gaza melaporkan lebih dari 41.200 kematian warga sipil Palestina.

DK PBB awalnya mengadopsi resolusi pada awal Juni yang mendukung kesepakatan gencatan senjata tiga fase yang diusulkan AS. Saat itu, AS mengklaim Israel telah menerima proposal tersebut.

Namun, seperti dikutip dari Middle East Eye, Rabu (18/9), Duta Besar (Dubes) China untuk PBB Fu Cong mengatakan kepada China Daily pada akhir Juni bahwa tidak ada tanda-tanda konkret dari Israel yang menunjukkan komitmen untuk gencatan senjata yang langgeng.

2 dari 2 halaman

Desakan China untuk AS

Israel telah melanjutkan operasi militer berskala besarnya, menyerang beberapa kamp pengungsi di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Jenin dan Tulkarm, dalam beberapa pekan terakhir.

Perang yang menghancurkan di Jalur Gaza terjadi bersamaan dengan meningkatnya kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Para pemukim beroperasi di bawah perlindungan militer, terkadang bahkan terlihat mengenakan seragam militer, dan menerima dukungan aktif dari anggota kabinet Israel sayap kanan seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

Serangan-serangan ini telah menyebabkan banyak korban dan membahayakan organisasi-organisasi kemanusiaan seperti Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).

"Selama setahun terakhir, meskipun ada seruan internasional bersama yang kuat untuk gencatan senjata dan penghentian pembunuhan, Israel belum menghentikan operasi militernya," ujar Dubes Fu Cong.

Dia mendesak AS menunjukkan sikap yang bertanggung jawab, menghentikan kepasifannya, dan menggunakan pengaruh strategisnya untuk menekan Israel agar segera mengakhiri operasi militernya, seperti yang dituntut oleh resolusi dewan beberapa bulan lalu.

"China mendukung tindakan lebih lanjut dari DK PBB untuk memadamkan api perang, mengurangi bencana kemanusiaan, dan membawa perdamaian ke wilayah tersebut sesegera mungkin," tambahnya.

Blokade Israel dan serangan militer yang tiada henti telah mengusir hampir seluruh penduduk Jalur Gaza dari rumah mereka dan memicu kekurangan makanan, air, dan pasokan medis yang sangat besar. Untuk pulih, Jalur Gaza akan membutuhkan perombakan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada seluruh infrastrukturnya dan resolusi politik yang tegas.