Liputan6.com, Jakarta - Daging merupakan sumber protein pokok bagi banyak masyarakat, termasuk dalam banyak budaya di Indonesia yang menyajikan daging dengan berbagai cara dalam bermacam-macam masakan, seperti rendang, semur, gulai, sate, dan lain-lain.
Ketika daging dimasak di atas panggangan, teksturnya akan menjadi lebih padat, warna akan berubah menjadi cokelat, dan daging tersebut akan mulai mengeluarkan aroma yang memikat. Namun, secara sains, sebenarnya apa yang terjadi pada daging saat dimasak?
Baca Juga
Melansir dari Live Science pada Kamis (24/10/2024) mengutip profesor ilmu daging di Texas A&M University, Wes Osburn, daging yang dimasak ternyata akan melalui banyak proses dan reaksi kimia.
Advertisement
“Ada banyak proses yang terjadi (saat memasak daging),” ujar Osburn kepada Live Science. “Daging melewati serangkaian reaksi kimia yang cukup rumit,” lanjutnya.
Salah satu proses yang terjadi adalah gelasi protein.
Protein secara struktural penting dalam daging. Protein memainkan peran kunci dalam menahan air dan mengubah tekstur daging saat dimasak. Adapun protein daging dibagi menjadi tiga kelompok utama: miofibril, yang merupakan protein paling banyak; protein sarkoplasma; dan jaringan ikat, termasuk kolagen.
Saat daging dipanaskan, ikatan dalam protein akan mengalami pemecahan dalam proses yang disebut denaturasi protein, yang menyebabkan protein terbuka dan kehilangan bentuknya.
Suhu Masak yang Berbeda Menghasilkan Tekstur, Rasa, dan Warna Berbeda
Suhu merupakan faktor yang dapat mengubah hasil daging yang dimasak. Suhu yang digunakan dalam memasak daging akan memengaruhi rasa dan tekstur daging tersebut.
Protein miofibrilar mulai berubah sifat pada suhu sekitar 40 hingga 70 derajat Celcius. Saat panas terus diberikan, protein ini akan melipat kembali dan membentuk "gel", yaitu jaringan protein 3D yang memerangkap air dan menyebabkan lempengan daging mengeras.
Jika dipanaskan terlalu lama, daging akan menjadi terlalu keras dan kering, namun pemanasan yang terus menerus akan memecah lebih banyak protein dan menyebabkan daging menjadi empuk kembali.
Ketika dipanaskan di atas suhu 71 derajat Celsius dalam waktu yang lama, kolagen juga akan membentuk gel, sehingga daging yang dimasak perlahan akan memiliki tekstur yang lembut.
Namun, yang berperan dalam memberikan rasa gurih dan caramelized pada daging yang dimasak adalah serangkaian reaksi kimia yang dikenal sebagai reaksi Maillard. Reaksi ini terjadi saat asam amino berinteraksi dengan gula pada suhu di atas sekitar 141 derajat Celsius.
Reaksi Maillard ini lah yang menghasilkan ratusan senyawa rasa dan aroma baru. Dalam hal aroma saja, para peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 880 senyawa dalam daging yang dimasak.
Sementara itu, daging merah berubah warna berdasarkan transformasi protein yang disebut mioglobin. Mioglobin tetap utuh sebagian saat daging dimasak pada tingkat kematangan yang lebih rendah, memberikan warna merah muda atau merah pada daging. Namun pada suhu sekitar 77 derajat Celsius, protein tersebut akan berubah sepenuhnya, yang mengubah warna daging menjadi cokelat.
Advertisement
Implementasi Sains dalam Memasak Daging
Laju dan tingkat reaksi kimia yang terjadi pada daging berubah berdasarkan metode memasak, lama memasak dan suhu, tulis asisten profesor dan Kepala Departemen Teknik Pertanian Universitas King Saud di Arab Saudi, Saleh Al-Ghamdi dalam email-nya untuk Live Science.
Metode memasak dengan panas kering, seperti membakar atau memanggang, dapat meningkatkan reaksi Maillard. Sedangkan, metode memasak dengan panas lembab, seperti merebus, cenderung memperlambat atau menghentikan reaksi tersebut.
Rasa daging juga berubah berdasarkan berbagai faktor lain, termasuk ras, jenis kelamin, pola makan, dan usia hewan yang dimasak, menurut Al-Ghamdi. Penuaan daging, atau praktik menunggu untuk memotong daging mentah, dan stres pada hewan saat kematian juga dapat memengaruhi rasa dan kelembutan daging.
Hasil masakan daging bergantung pada komposisi daging, menurut Wes Osburn. “Berapa banyak lemak, air, protein yang ada? Berapa banyak jaringan ikat yang ada? Berapa pH-nya? Dan kemudian, bagaimana Anda memasak produk tersebut?” ujar Osburn yang memberikan contoh faktor-faktor dalam komposisi daging yang dapat memengaruhi hasil masakan.
Memahami reaksi kimia yang terjadi dapat membantu para chef menentukan metode memasak yang terbaik untuk potongan daging tertentu.
Bagian daging chuck pada sapi, misalnya, paling baik dimasak dengan “panas rendah dan lambat”, serta menggunakan metode memasak panas lembab. Chuck berasal dari bahu sapi dan memiliki banyak kolagen karena telah banyak digunakan sepanjang hidup hewan tersebut. Sedangkan, tenderloin, otot yang panjang dan tanpa lemak dari punggung sapi, akan lebih baik dimasak lebih cepat dengan metode panas kering untuk memperlancar reaksi Maillard.