Sukses

Konflik Israel Vs Lebanon Kian Panas, KBRI Beirut Imbau WNI Waspada

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dan KBRI Beirut menyatakan terus memantau dari dekat situasi yang ada di Lebanon.

Liputan6.com, Jakarta - Situasi konflik lintas batas antara Israel dan Lebanon kian memanas. Serangan Tel Aviv pada Senin (23/9/2024) di Lebanon bahkan dilaporkan menewaskan lebih dari 490 orang, kata otoritas Lebanon, dalam rentetan paling mematikan sejak perang Israel-Hizbullah tahun 2006.

Militer Israel juga kabarnya memperingatkan penduduk di Lebanon selatan dan timur untuk mengungsi menjelang perluasan serangan udara terhadap Hizbullah.

Menilai situasi tersebut, Kementerian Luar Negeri atau Kemlu RI dan KBRI Beirut menyatakan terus memantau dari dekat situasi yang ada di Lebanon.

"Sejak bulan Agustus 2024, KBRI Beirut telah meningkatkan status menjadi Siaga 1 untuk seluruh Lebanon. Sebelumnya, Siaga 1 ditetapkan KBRI untuk wilayah Lebanon selatan sejak Oktober 2023," ujar Judha Nugraha, selaku Dirjen PWNI dan BHI Kemlu RI dalam keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (24/9/2024).

Menurut informasi dari KBRI, saat ini jumlah warga negara Indonesia (WNI) di Lebanon berjumlah 159 orang.

"Sejak penetapan Siaga 1, Kemlu dan KBRI Beirut telah memfasilitasi evakuasi WNI dari Lebanon sebanyak 25 orang. Sedangkan mayoritas lainnya memilih untuk tetap tinggal di Lebanon karena alasan pribadi. Mereka mayoritas adalah mahasiswa dan WNI yang menikah dengan warga setempat," jelas Judha.

"Kemlu dan KBRI kembali menyampaikan imbauan agar para WNI meningkatkan kewaspadaan, menjauhi lokasi lokasi rawan, dan membatasi bepergian non esensial. Bagi WNI yang memiliki rencana bepergian ke Lebanon, Iran, Israel dan Palestina agar menunda perjalanan hingga situasi aman," tegas Judha.

2 dari 4 halaman

Lebanon Alami Konflik Paling Mematikan Sejak 2006, Serangan Israel Tewaskan 492 orang

Kementerian Kesehatan Lebanon mengumumkan serangan Israel Senin (23/9) kemarin menewaskan 492 orang, termasuk 35 anak-anak dan 58 wanita, dan melukai 1.645 orang — jumlah korban dalam satu hari yang mengejutkan bagi negara yang masih terguncang dari serangan mematikan terhadap perangkat komunikasi Hizbullah pekan lalu.

Kata otoritas Lebanon, itu adalah rentetan paling mematikan sejak perang Israel-Hizbullah tahun 2006. Militer Israel memperingatkan penduduk di Lebanon selatan dan timur untuk mengungsi menjelang perluasan serangan udara terhadap Hizbullah.

Ribuan warga Lebanon mengungsi ke selatan, di mana jalan raya utama keluar dari Kota pelabuhan Sidon macet dengan mobil-mobil yang menuju Beirut, menandai eksodus terbesar sejak 2006.

Dalam pesan yang direkam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak warga sipil Lebanon mengindahkan seruan Israel untuk mengungsi, dengan mengatakan "tanggapi peringatan ini dengan serius."

"Tolong menjauh dari bahaya sekarang," kata Netanyahu, seperti dilansir kantor berita AP, Selasa (24/9). "Setelah operasi kami selesai, kalian dapat kembali ke rumah kalian dengan selamat."

Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari menekankan pihaknya akan melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk mendorong Hizbullah keluar dari perbatasan Lebanon dengan Israel.

Hagari mengklaim serangan udara besar-besaran pada hari Senin telah menimbulkan kerusakan berat pada Hizbullah. Namun, dia tidak akan memberikan jadwal untuk operasi yang sedang berlangsung dan mengatakan Israel siap untuk melancarkan invasi darat ke Lebanon jika diperlukan.

"Kami tidak menginginkan perang. Kami ingin menghancurkan ancaman," kata dia. "Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai misi ini."

Hagari mengatakan Hizbullah telah meluncurkan sekitar 9.000 roket dan drone ke Israel sejak Oktober lalu, termasuk 250 pada hari Senin saja.

Militer mengatakan pesawat tempur Israel menyerang 1.600 target Hizbullah pada hari Senin, menghancurkan rudal jelajah, roket jarak jauh dan pendek, serta drone serbu. Hagari mengklaim banyak di antara senjata-senjata tersebut disembunyikan di daerah permukiman, sambil menunjukkan foto-foto yang diakuinya merupakan senjata yang disembunyikan di rumah-rumah pribadi.

"Hizbullah telah mengubah Lebanon selatan menjadi zona perang," sebut Hagari.

 

3 dari 4 halaman

Tujuan Serangan Israel ke Lebanon

Israel memperkirakan Hizbullah memiliki sekitar 150.000 roket dan rudal, termasuk rudal berpemandu dan proyektil jarak jauh yang mampu menyerang di mana saja di Israel.

Sebelumnya pada Senin malam, militer Israel mengatakan telah melakukan serangan terarah di Beirut. Mereka tidak memberikan rincian. Kantor Berita Nasional milik pemerintah Lebanon melaporkan tiga rudal menghantam lingkungan Beir al-Abed di Beirut selatan. TV Al-Manar milik Hizbullah mengatakan enam orang terluka.

Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad menyatakan serangan sebelumnya menghantam rumah sakit, pusat medis, dan ambulans. Pemerintah Lebanon memerintahkan sekolah dan universitas untuk tutup di sebagian besar negara dan mulai menyiapkan tempat penampungan bagi para pengungsi.

Beberapa serangan menghantam daerah permukiman di selatan dan Lembah Bekaa timur. Satu serangan menghantam daerah hutan sejauh Byblos, lebih dari 130 kilometer dari perbatasan utara Beirut.

Israel mengatakan pihaknya memperluas serangan udara untuk mencakup daerah lembah di sepanjang perbatasan timur Lebanon dengan Suriah. Hizbullah telah lama memiliki kehadiran yang mapan di lembah tersebut, tempat kelompok itu didirikan pada tahun 1982 dengan bantuan Garda Revolusi Iran.

Panglima militer Israel Herzi Halevi mengatakan Israel sedang mempersiapkan "tahap berikutnya" operasinya terhadap Hizbullah dan bahwa serangan udaranya "proaktif," menargetkan infrastruktur Hizbullah yang dibangun selama 20 tahun terakhir.

Halevi mengatakan tujuannya adalah untuk memungkinkan warga Israel yang mengungsi kembali ke rumah mereka di Israel utara.

Sementara itu, Hizbullah mengaku pihaknya menembakkan puluhan roket ke Israel, termasuk ke pangkalan militer. Mereka juga menargetkan fasilitas perusahaan pertahanan Rafael, yang berkantor pusat di Haifa.

4 dari 4 halaman

AS Akui Berupaya Meredam Konflik

Peringatan evakuasi oleh Israel merupakan yang pertama dalam hampir setahun konflik yang terus meningkat dan muncul setelah baku tembak yang sangat hebat pada hari Minggu (22/9). Hizbullah meluncurkan sekitar 150 roket, rudal, dan pesawat nirawak ke Israel utara sebagai balasan atas serangan yang menewaskan seorang komandan tingginya dan puluhan anggotanya.

Serangan dan serangan balasan yang semakin meningkat telah menimbulkan kekhawatiran akan perang habis-habisan, bahkan saat Israel memerangi Hamas di Jalur Gaza dan mencoba menegosiasikan pembebasan sejumlah sandera yang ditawan dalam serangan 7 Oktober 2023.

Seorang juru bicara Presiden Joe Biden mengatakan bahwa pemerintah khawatir tentang apa yang terjadi antara Israel dan Hizbullah di Lebanon dan bersikeras bahwa kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Gaza adalah kunci untuk meredakan ketegangan di kawasan.

"Semua pihak berkepentingan untuk menyelesaikannya dengan cepat dan diplomatis," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada wartawan yang ikut bersama Biden ke New York, di mana dia akan menyampaikan pidato terakhirnya di Majelis Umum PBB pada hari Selasa (24/9).

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS), yang berbicara kepada wartawan dengan syarat anonim untuk membahas upaya diplomatik pribadi, mengatakan AS dan sejumlah negara lain ingin menghadirkan "jalan keluar" bagi Israel dan Hizbullah untuk mengurangi ketegangan dan mencegah perang habis-habisan.

"AS memiliki gagasan konkret untuk memulihkan ketenangan yang akan disampaikannya kepada sekutu dan mitra di Majelis Umum PBB minggu ini," kata pejabat tersebut.

Namun, dia tidak merinci apa "gagasan konkret" itu karena dia mengatakan gagasan itu belum disampaikan kepada sekutu dan mitra.

Sementara itu, pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon selatan dekat perbatasan Israel dikonfirmasi telah menghentikan patroli mereka dan tetap berada di pangkalan mengingat banyaknya baku tembak.

Hizbullah mulai menembaki Israel sehari setelah serangan 7 Oktober dalam apa yang dikatakannya sebagai upaya untuk menekan pasukan Israel guna membantu Hamas. Israel telah membalas dengan serangan udara dan konflik terus meningkat.

Hizbullah menekankan akan terus menyerang Israel hingga ada gencatan senjata di Jalur Gaza, namun hal itu diyakini semakin sulit dicapai saat perang mendekati hari jadinya.