Sukses

Serangan Israel Tewaskan Komandan Hizbullah Ibrahim Kobeisi

Eskalasi konflik antara Hizbullah di Lebanon dan Israel telah membuat masyarakat di kedua negara mengungsi.

Liputan6.com, Beirut - Israel mengatakan serangannya ke Beirut, Lebanon, pada hari Selasa (24/9/2024), menewaskan Ibrahim Kobeisi, yang disebut sebagai komandan utama Hizbullah di unit roket dan rudal.

Pejabat militer Israel  menuturkan Kobeisi bertanggung jawab atas peluncuran ke Israel dan merencanakan serangan tahun 2000, di mana tiga tentara Israel diculik dan dibunuh. Hizbullah mengonfirmasi kematiannya.

Ini adalah yang terbaru dalam serangkaian pembunuhan petinggi pejabat Hizbullah, aktor politik dan militer terkuat di Lebanon dan secara luas dianggap sebagai kekuatan paramiliter teratas di dunia Arab.

Hizbullah menyebutkan serangan rudalnya pada hari Selasa menargetkan delapan lokasi di Israel, termasuk sebuah pabrik bahan peledak di Zichron Yaakov, 60 kilometer dari perbatasan. Hizbullah menembakkan 300 roket, melukai enam tentara dan warga sipil, juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengaku sebagian besar dari mereka mengalami luka ringan. Demikian seperti dilansir kantor berita AP, Rabu (25/9).

Menyusul eskalasi konflik, ribuan orang di Lebanon selatan mencari perlindungan. Keluarga-keluarga yang melarikan diri dari Lebanon selatan berbondong-bondong ke Beirut dan kota pesisir Sidon, tidur di sekolah-sekolah yang diubah menjadi tempat perlindungan, serta di mobil-mobil, taman-taman, dan di sepanjang pantai. Beberapa berusaha meninggalkan negara itu, menyebabkan kemacetan lalu lintas di perbatasan dengan Suriah.

Ketika ditanya tentang durasi operasi Israel di Lebanon, Hagari menuturkan, "Israel bertujuan untuk membuatnya sesingkat mungkin, itulah sebabnya kami menyerang dengan kekuatan besar. Pada saat yang sama, kami harus bersiap untuk waktu yang lebih lama."

Ketegangan antara Israel dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah, terus meningkat selama 11 bulan terakhir. Hizbullah telah menembakkan roket, rudal, dan pesawat nirawak ke Israel utara sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Jalur Gaza dan sekutunya Hamas, kelompok militan yang juga didukung Iran.

Israel telah menanggapi dengan serangan udara yang semakin gencar dan pembunuhan yang ditargetkan terhadap komandan Hizbullah sambil mengancam operasi yang lebih luas.

 

2 dari 2 halaman

Akankah Israel Melancarkan Invasi Darat?

Kementerian Kesehatan Lebanon mengumumkan sedikitnya 564 orang tewas dalam serangan Israel sejak Senin (23/9), termasuk 50 anak-anak dan 94 wanita, dan lebih dari 1.800 orang terluka — jumlah korban yang mengejutkan bagi negara yang masih terguncang dari ledakan pager dan walkie talkie pekan lalu.

Israel mengatakan pesawat tempurnya menyerang 1.600 target Hizbullah pada hari Senin, menghancurkan rudal jelajah, roket jarak jauh dan pendek, dan drone serbu, termasuk senjata yang disembunyikan di rumah-rumah pribadi.

Eskalasi hari Senin terjadi setelah baku tembak yang sangat hebat pada hari Minggu (22/9), ketika Hizbullah meluncurkan sekitar 150 roket, rudal, dan pesawat nirawak ke Israel utara.

Pertempuran hampir setahun antara Hizbullah dan Israel telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi di kedua sisi perbatasan sebelum eskalasi minggu ini. Israel telah berjanji melakukan apa pun untuk memastikan warganya dapat kembali ke rumah mereka di utara, sementara Hizbullah mengatakan akan terus menyerang dengan roket hingga ada gencatan senjata di Jalur Gaza.

Militer Israel mengklaim tidak memiliki rencana langsung untuk invasi darat ke Lebanon, namun siap untuk itu. Mereka telah memindahkan ribuan tentara yang telah bertugas di Jalur Gaza ke perbatasan utara. Dikatakan bahwa Hizbullah memiliki sekitar 150.000 roket dan rudal, termasuk beberapa yang mampu menyerang di mana saja di Israel dan bahwa kelompok itu telah menembakkan sekitar 9.000 roket dan drone sejak Oktober lalu.

Pekan lalu, ribuan perangkat komunikasi yang sebagian besar digunakan oleh anggota Hizbullah meledak di berbagai bagian Lebanon, menewaskan 39 orang dan melukai hampir 3.000 orang, banyak dari mereka adalah warga sipil. Lebanon menyalahkan Israel, namun Tel Aviv tidak mengonfirmasi atau menyangkal bertanggung jawab.