Sukses

Erdogan di Sidang ke-79 Majelis Umum PBB: Apa yang Kalian Tunggu untuk Hentikan Pembantaian di Gaza?

Isu Palestina mendominasi pidato Erdogan di mimbar Sidang ke-79 Majelis Umum PBB.

Liputan6.com, New York - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Selasa (24/9/2024) mendesak masyarakat internasional menghentikan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, seperti yang dilakukan beberapa generasi lalu terhadap diktator Nazi Adolf Hitler.

"Sikap Israel sekali lagi menunjukkan bahwa penting bagi masyarakat internasional untuk mengembangkan mekanisme perlindungan bagi warga sipil Palestina," kata Erdogan dalam pidatonya di Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York seperti dilansir kantor berita Anadolu, Rabu (25/9).

"Seperti halnya Hitler dihentikan oleh aliansi kemanusiaan 70 tahun yang lalu, Netanyahu dan jaringan pembunuhannya harus dihentikan oleh aliansi kemanusiaan."

Sebelum pidatonya, Erdogan menyatakan kegembiraannya melihat perwakilan Palestina di PBB, di tempat yang layak di antara negara-negara anggota, setelah perjuangan yang panjang.

Erdogan menambahkan, "Saya berharap langkah bersejarah ini menjadi tahap terakhir dalam perjalanan menuju keanggotaan Palestina di PBB. Saya juga mengundang negara-negara lain, yang belum melakukannya, untuk mengakui Negara Palestina sesegera mungkin dan mengambil tempat mereka di sisi sejarah yang benar pada periode yang sangat kritis ini."

Presiden Turki berusia 70 tahun itu mengkritik PBB, yang secara bertahap berubah menjadi struktur yang tidak berfungsi, sulit diatur, dan tidak berdaya.

"Kami menyaksikan bahwa perdamaian dan keamanan internasional terlalu penting untuk diserahkan kepada kesewenang-wenangan lima negara yang memiliki hak istimewa," ujarnya.

Erdogan telah lama mendorong reformasi PBB. Dia sering menggunakan slogan "dunia lebih besar dari lima negara," mengacu pada keanggotaan Dewan Keamanan (DK) PBB yang tidak representatif.

"Contoh paling dramatis dari hal ini adalah pembantaian yang telah berlangsung di Jalur Gaza selama 353 hari," tegas Erdogan.

Terkait serangan Israel di Jalur Gaza, Erdogan mengatakan lebih dari 41.000 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober 2023, ketika Israel mulai melancarkan serangannya.

"Lebih dari 17.000 anak-anak telah menjadi sasaran peluru dan bom Israel," kata Erdogan.

Keberadaan lebih dari 10.000 warga Jalur Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak tidak diketahui, sebut Erdogan, seraya menambahkan bahwa 172 wartawan tewas saat mencoba melakukan pekerjaan mereka dalam kondisi yang sulit.

"Pekerja bantuan kemanusiaan dan lebih dari 210 personel PBB, yang bergegas menyelamatkan warga Jalur Gaza yang berjuang melawan kelaparan dan kehausan, tewas," tutur Erdogan.

"Gambar-gambar yang bocor dari penjara-penjara yang telah diubah Israel menjadi kamp konsentrasi menunjukkan dengan sangat jelas jenis penganiayaan yang sedang kita hadapi."

Sebagai akibat dari serangan Israel, ungkap Erdogan, Jalur Gaza telah menjadi kuburan terbesar di dunia bagi anak-anak dan wanita.

"Tidak hanya anak-anak yang sekarat di Jalur Gaza; sistem PBB juga sekarat, kebenaran sekarat, nilai-nilai yang diklaim Barat untuk dipertahankan sekarat, harapan umat manusia untuk hidup di dunia yang lebih adil sedang sekarat satu per satu," tegasnya. "Hentikan kekejaman ini, kebiadaban ini. Apakah mereka yang di Gaza, mereka yang di Tepi Barat bukan manusia? Anak-anak di Palestina, apakah mereka tidak memiliki hak untuk belajar, tinggal, dan bermain di jalanan?"

Erdogan mendesak DK PBB untuk mencegah genosida, kekejaman, dan kebiadaban di Jalur Gaza.

"Apa lagi yang kalian tunggu untuk menghentikan pembantaian yang membahayakan ... rakyat Palestina dan menyeret seluruh kawasan ke dalam perang?" tanya Erdogan.

Erdogan juga mengkritik negara-negara yang "tanpa syarat" mendukung Israel.

"Sampai kapan Anda akan terus menanggung malu karena menyaksikan pembantaian ini, karena menjadi kaki tangannya?"

2 dari 2 halaman

Akan Terus Kirim Bantuan ke Palestina

Erdogan mengatakan masyarakat internasional juga telah memberikan "catatan yang sangat buruk tentang dirinya sendiri".

Apa yang terjadi di Palestina merupakan "indikator kemerosotan moral yang besar," kata dia.

"Dengan mengabaikan hak asasi manusia, pemerintah Israel melakukan pembersihan etnis, genosida terbuka terhadap suatu bangsa, suatu rakyat, dan menduduki wilayah mereka selangkah demi selangkah," ujar Erdogan.

Satu-satunya alasan agresi Israel terhadap rakyat Palestina adalah "dukungan tanpa syarat" dari segelintir negara kepada Israel, sebut Erdogan, seraya menambahkan negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel secara terbuka menjadi kaki tangan pembantaian.

"Mereka yang seharusnya bekerja untuk gencatan senjata ... terus mengirim senjata dan amunisi ke Israel di belakang panggung, sehingga Israel dapat melanjutkan pembantaiannya. Ini adalah inkonsistensi dan ketidakjujuran," tutur Erdogan.

Menuntut gencatan senjata "segera dan permanen", pertukaran sandera dengan tahanan Palestina, bantuan kemanusiaan tanpa gangguan ke Jalur Gaza, Erdogan menegaskan Turki terus mempertahankan upaya bantuan kemanusiaannya untuk Palestina.

"Dengan jumlah bantuan yang melebihi 60.000 ton, Turki adalah negara yang mengirimkan bantuan terbanyak ke Gaza," tegas Erdogan.

"Hati nurani Turki tidak akan tenang sampai mereka yang membunuh 41.000 korban dipertanggungjawabkan atas kejahatan yang mereka lakukan, dari orang yang memberi perintah hingga mereka yang menarik pelatuk, dan menjatuhkan bom. Tagihan atas kerusakan miliaran dolar di kota-kota yang hancur, musnah, dan hancur harus dan pasti akan dikompensasi oleh para pelaku."

Menegaskan kembali dukungan Turki terhadap gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan bahwa "kejahatan yang dilakukan oleh Israel tidak luput dari hukuman", Erdogan mengatakan Turki akan mengambil semua langkah untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dalam kasus ini di mana Ankara telah mengajukan permohonan intervensi.

Meskipun ada kebutuhan mendesak untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, Erdogan menyatakan masalah utamanya adalah pendudukan wilayah Palestina oleh Israel. Dia menyerukan diakuinya Negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan bersebelahan secara geografis dengan Israel berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Bagaimanapun, Erdogan menekankan bangsa Turki tidak memiliki permusuhan terhadap rakyat Israel.

"Kami menentang antisemitisme dengan cara yang sama seperti kami menentang penargetan muslim hanya karena keyakinan mereka. Masalah kami adalah dengan kebijakan pembantaian pemerintah Israel. Masalah kita kembali lagi pada penindas dan tirani, sama seperti lima abad lalu," sebut Erdogan.