, Bangkok - Sejarah baru tercipta di Thailand setelah Raja Maha Vajiralongkorn resmi mengesahkan undang-undang pernikahan sesama jenis. Undang-undang ini sebelumnya telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Thailand pada April dan Juni lalu. Dengan pengesahan ini, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara dan negara ketiga di Asia yang mengakui pernikahan sesama jenis, mengikuti jejak Taiwan dan Nepal.
Mengutip DW Indonesia, Rabu (25/9/2024), pengesahan dari kerajaan ini diumumkan pada Selasa (24/9/2024) dan akan mulai berlaku dalam 120 hari, yaitu pada 22 Januari 2025. Mulai saat itu, pasangan LGBTQ+ di Thailand dapat mendaftarkan pernikahan mereka secara legal.
Baca Juga
Undang-undang legalisasi pernikahan sesama jenis ini memberikan hak-hak hukum, keuangan, dan medis secara penuh bagi pasangan pernikahan dari jenis kelamin apa pun.
Advertisement
"Selamat untuk cinta semua orang,” tulis Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dengan tagar #LoveWins di media sosial X.
Thailand dikenal sebagai salah satu tujuan wisata paling populer di Asia dengan budaya dan toleransi LGBT yang kuat. Namun, masyarakat Thailand sebagian besar masih memegang nilai-nilai konservatif, dan anggota komunitas LGBTQ+ sering menghadapi diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara juga secara historis konservatif, sehingga para pendukung kesetaraan gender mengalami kesulitan dalam mendorong perubahan. Wakil Gubernur Bangkok, Sanon Wangsrangboon, menyatakan bahwa pejabat kota akan siap untuk mendaftarkan pernikahan sesama jenis segera setelah undang-undang tersebut diberlakukan.
Undang-undang ini mengubah Hukum Perdata dan Komersial Thailand dengan mengganti kata-kata spesifik gender seperti "pria dan wanita" dengan kata-kata netral gender seperti "individu". Pemerintah yang dipimpin oleh Partai Pheu Thai menjadikan pernikahan sesama jenis sebagai salah satu tujuan utamanya.
Begini Pandangan Terhadap Pernikahan Sesama Jenis di Asia Tenggara
Menurut survei Pew Research Center pada 2023, pandangan terhadap pernikahan sesama jenis di Asia Tenggara bervariasi. Di Jepang, sekitar 68% mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis.
Di Singapura, tidak ada mayoritas yang jelas mendukung (45%) atau menentang (51%) pernikahan sesama jenis. Taiwan, yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis, memiliki dukungan sekitar 45%.
Di Thailand, enam dari sepuluh orang dewasa mendukung agar LGBTQ dapat menikah secara legal, sementara sepertiga lainnya menentangnya. Di Korea Selatan, sekitar 56% menentang pernikahan sesama jenis yang sah, sementara 41% mendukung.
Advertisement
Begini Tanggapan Masyarakat Indonesia Soal Pernikahan Sesama Jenis
Mayoritas warga Indonesia menentang pernikahan sesama jenis, dengan 92% menentang, termasuk 88% yang sangat menentangnya. Di Malaysia dan Sri Lanka, mayoritas juga menentang. Di Indonesia dan Malaysia, dua negara dengan mayoritas Muslim, dukungan terhadap pernikahan sesama jenis sangat rendah.
Aktivis LGBT di Indonesia, seperti pendiri Gaya Nusantara Dede Oetomo, menilai bahwa perjuangan untuk melegalkan pernikahan sesama jenis masih panjang. Indonesia masih lama, tapi perjuangan ke arah sana pasti ada, ujarnya. Dede menyambut baik keputusan Kerajaan Thailand sebagai kemajuan untuk Asia Tenggara.
"Indonesia masih lama, tapi perjuangan ke arah sana pasti ada. Mungkin Indonesia akan jadi negara terakhir di Asia Tenggara (yang akan melegalkan pernikahan sesama jenis),” kata Dede kepada DW Indonesia.
Ia menambahkan "sebagai aktivis, saya pasti menyambut dengan baik (keputusan Kerajaan Thailand). Suatu kemajuan untuk Asia Tenggara. Akhirnya satu lagi negara di Asia Tenggara yang melegalkan pernikahan sesama jenis."
Dede tak memungkiri banyak kelompok LGBTQ di Indonesia yang dibenci bahkan dimusuhi karena dianggap melakukan hal yang tidak sesuai dengan agama, adat, dan kebudayaan.
"Isu ini masih dipulangkan/disangkutkan pada adat dan kebudayaan, padahal sebetulnya di beberapa suku dan etnis di Nusantara seperti Suku Toraja, pernah ada pernikahan sesama jenis tapi sudah dilupakan orang,” tambahnya.
"Kalau orang berprinsip semua orang sama hak asasinya, maka kalau orang heteroseksual bisa menikah, yang LGBTQ harusnya bisa menikah juga,” katanya.
Keputusan Thailand Pengaruhi Negara Asia Tenggara Termasuk Indonesia?
Peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono, menilai keputusan di Thailand akan berpengaruh pada semua negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Pengaruhnya mungkin negatif, terutama di Brunei, Indonesia dan Malaysia, dengan banyak populasi Muslim. Namun lama-kelamaan, orang juga akan sadar bahwa setiap orang berhak mencintai dan dicintai. Mereka akan sadar bahwa orientasi seksual dan identitas gender adalah alamiah, bukan karena pengaruh lingkungan, walau lingkungan berpengaruh dalam menekan identitas dan orientasi tersebut," kata Andreas kepada DW Indonesia.
Ia juga menyebut berbagai adat dan agama asli di Indonesia mengenal LGBTQ. Seperti bahasa Bugis yang memiliki lima kata untuk identitas gender, yaitu perempuan (makkunrai), laki-laki (orowane), laki-laki feminin (calabai), perempuan maskulin (calalai), dan bissu (transgender).
Ia mengungkapkan, Arus Pelangi sebelumnya menyampaikan ada sekitar 45 aturan yang anti-LGBT, termasuk hukum perkawinan. Selain itu, ada berbagai aturan daerah yang dinilai dipakai untuk mengkriminalisasi kelompok LGBT.
"Indonesia seyogianya memperlakukan setiap warga negara secara setara, tanpa pandang bulu, termasuk identitas gender mereka," ungkap Andreas.
Andreas mengatakan, kelompok LGBT di Indonesia "masih berjuang agar hak dasar mereka —termasuk akses akan kesehatan, perumahan, pendidikan, pelayanan administrasi negara dan lainnya, dilindungi di Indonesia."
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement