Liputan6.com, New York - Saat aktris Hollywood Meryl Streep bicara tentang kucing, tupai, dan burung di sela-sela Sidang ke-79 Majelis Umum PBB, dia tidak sedang membahas soal pemburu dan mangsa.
Dia membandingkan ketiganya dengan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
"Seekor kucing dapat merasakan sinar matahari di wajahnya. Dia bisa mengejar tupai ke taman … Seekor burung dapat bernyanyi di Kabul, namun mungkin tidak seorang anak perempuan dan perempuan di depan umum. Ini luar biasa," kata Streep pada hari Senin (23/9/2024), seperti dikutip dari CNN, Jumat (27/9). "Ini adalah penindasan hukum alam. Ini aneh."
Advertisement
Ketika kata-kata Streep tersebar di media sosial, empat negara maju mengumumkan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Taliban yang berkuasa atas penindasan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan.
Jerman, Australia, Kanada, dan Belanda pada hari Kamis (26/9) menuduh kelompok Islam garis keras itu melanggar Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Konvensi tersebut diratifikasi oleh pemerintah Afghanistan sebelumnya pada tahun 2003, jauh sebelum Taliban merebut kembali kekuasaan tiga tahun lalu setelah Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menarik diri setelah perang selama 20 tahun.
"Kita tahu bahwa perempuan dan anak perempuan Afghanistan secara efektif disingkirkan dari kehidupan publik oleh berbagai dekrit yang dikeluarkan Taliban," kata Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong di New York.
"Langkah-langkah yang kami ambil dengan Jerman, Kanada, dan Belanda belum pernah terjadi sebelumnya."
Pembatasan yang Lebih Ketat
Sejak mengambil alih kekuasaan, Taliban secara bertahap memperketat pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Mereka tidak lagi diizinkan bekerja atau belajar di atas kelas 6. Tubuh mereka harus tertutup sepenuhnya dan mereka dilarang melihat laki-laki yang tidak memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan mereka dan sebaliknya.
Dekrit terbaru Taliban bulan lalu, yang dirujuk oleh Streep, mencakup tuntutan bagi perempuan dan anak perempuan untuk tetap diam di muka umum.
Menurut interpretasi ketat Taliban tentang Islam, suara perempuan dianggap intim dan karenanya tidak boleh didengar saat bernyanyi, mengaji, atau membaca dengan suara keras.
Penindasan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan ini, yang juga dituduhkan oleh PBB, telah memicu krisis kesehatan mental pada populasi perempuan Afghanistan.
Depresi di kalangan perempuan dan anak perempuan meningkat, menurut para ahli kesehatan dan aktivis hak asasi manusia – yang menyebabkan lonjakan bunuh diri dan upaya bunuh diri.
Human Rights Watch mengatakan langkah hukum oleh keempat negara Barat tersebut dapat mengarah pada proses hukum di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag.
Sebagai penandatangan CEDAW, Afghanistan diharapkan menanggapi pengaduan tersebut.
Sejauh ini, Taliban belum menunjukkan tanda-tanda akan mengubah pendiriannya meskipun ada kecaman internasional.
Dalam pernyataan pada hari Kamis, seorang juru bicara Taliban mengatakan bahwa "tidak masuk akal" untuk menuduh para pemimpin Afghanistan melakukan diskriminasi gender.
"Hak asasi manusia dilindungi di Afghanistan dan tidak seorang pun didiskriminasi," kata Hamdullah Fitrat Fitrat.
"Sayangnya, ada upaya menyebarkan propaganda menentang Afghanistan melalui mulut beberapa perempuan dan membuat situasi terlihat salah."
Afghanistan Telah Berubah
Di New York pula, Streep mengatakan kepada Christiane Amanpour dari CNN bahwa dia merasa tergerak berbicara untuk perempuan dan anak perempuan Afghanistan karena tindakan Taliban adalah seperti penghapusan seluruh gender.
Fawzia Koofi, mantan anggota parlemen Afghanistan, mengatakan kepada Amanpour bahwa Taliban gagal memahami bahwa Afghanistan telah berubah.
Meskipun Taliban berupaya menghapus mereka, dia mengatakan perempuan berjuang agar suara mereka didengar.
Setelah Taliban melarang suara perempuan di depan umum, beberapa mengunggah video diri mereka sendiri ke media sosial, bernyanyi, sebagai bentuk perlawanan.
"Itu adalah tanda Afghanistan yang berbeda yang tidak dipahami Taliban," kata Koofi. "Saat ini, dengan berbicara tentang pengalaman mereka, setiap perempuan di Afghanistan adalah jurnalis, setiap perempuan di Afghanistan seperti halnya televisi."
Fereshta Abbasi, peneliti Afganistan di Human Rights Watch, menuturkan tindakan Jerman dan mitranya dapat menandai dimulainya jalan menuju keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan terhadap perempuan dan anak perempuan Afganistan yang dilakukan Taliban.
"Sangat penting bagi negara lain untuk menyatakan dukungan mereka terhadap tindakan ini dan melibatkan perempuan Afganistan saat proses ini berlangsung," imbuhnya.
Advertisement