Liputan6.com, Doha - Negara-negara Teluk Arab berusaha meyakinkan Iran tentang kenetralan mereka dalam konflik antara Teheran dan Israel dalam pertemuan di Doha pekan ini ini, dengan alasan kekhawatiran bahwa eskalasi kekerasan yang lebih luas dapat mengancam fasilitas minyak mereka. Demikian diungkapkan dua sumber kepada Reuters.
Menurut sumber yang sama, para menteri dari Negara-negara Teluk Arab dan Iran yang menghadiri pertemuan dengan negara-negara Asia, yang diselenggarakan oleh Qatar, memusatkan pembicaraan mereka pada de-eskalasi. Demikian seperti dilansir Middle East Monitor, Jumat (4/10/2024).
Baca Juga
Iran melancarkan serangan ratusan rudal terhadap Israel pada hari Selasa (1/10). Teheran menyatakan serangan tersebut merupakan penggunaan hak wajarnya untuk membela diri sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB dan juga sebagai respons terhadap pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah Iran serta tewasnya pemimpin biro politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli, Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dan penasihat militer senior Iran Abbas Nilforoshan di Beirut pada 27 September.
Advertisement
Teheran sendiri mengatakan bahwa serangannya telah berakhir, kecuali ada provokasi lebih lanjut. Di lain sisi, Israel telah berjanji untuk membalas dengan keras.
Situs berita Axios yang mengutip pejabat Israel melaporkan pada hari Rabu (2/10) bahwa Israel dapat menargetkan fasilitas produksi minyak di dalam Iran sebagai pembalasan.
Kementerian Luar Negeri Qatar, Kementerian Luar Negeri Iran, Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab, Kementerian Luar Negeri Kuwait, dan Kantor Komunikasi pemerintah Arab Saudi tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Iran tidak mengancam akan menyerang fasilitas minyak Teluk, namun telah memperingatkan bahwa jika "pendukung Israel" campur tangan secara langsung, kepentingan mereka di kawasan itu akan menjadi sasaran.
"Negara-negara Teluk berpikir tidak mungkin Iran akan menyerang fasilitas minyak mereka, tetapi Iran memberikan petunjuk bahwa mereka mungkin akan melakukannya dari sumber tidak resmi. Itu adalah alat yang dimiliki Iran untuk melawan AS dan ekonomi global," kata Ali Shihabi, seorang komentator Arab Saudi yang dekat dengan kerajaan.
Eksportir minyak utama, Arab Saudi, telah melakukan pemulihan hubungan politik dengan Teheran dalam beberapa tahun terakhir, yang telah membantu meredakan ketegangan regional, namun hubungan keduanya disebut tetap sulit.
Arab Saudi disebut waspada atas serangan Iran terhadap fasilitas minyaknya sejak serangan tahun 2019 terhadap kilang utamanya di Abqaiq yang sempat mengurangi produksi lebih dari 5 persen pasokan minyak global. Iran membantah terlibat.
"Pesan GCC kepada Iran adalah, 'tolong de-eskalasi'", kata Shihabi, merujuk pada Dewan Kerja Sama Teluk yang terdiri dari Uni Emirat Arab, Bahrain, Arab Saudi, Oman, Qatar, dan Kuwait.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang berbicara di Doha, mengatakan Iran akan siap untuk menanggapi. Dia memperingatkan pula agar tidak diam dalam menghadapi hasutan perang Israel.
"Setiap jenis serangan militer, aksi teroris, atau pelanggaran batas merah kami akan ditanggapi dengan tanggapan tegas oleh angkatan bersenjata kami," ujarnya.